Jumat, 24 Oktober 2008

Sapu Jalan


setengah lima pagi ia sudah bergumul dengan sampah-sampah di jalan ibukota. Demi tambahan penghasilan sebesar seratus ribu rupiah, ibu berkerudung ini ikhlas menjadi penyapu jalan. Berikut penuturannya.
Warga Jakarta mungkin tidak tahu siapa di balik bersihnya jalan-jalan utama. Tak kenal panas dan hujan, mereka seperti terjebak menjadi tulang punggung kebersihan jalan. Ketika warga Jakarta masih terbuai dengan dinginnya pagi, mereka sudah bergumul dengan sampah-sampah jalan.
Eramuslim mengunjungi salah seorang dari mereka. Berikut penuturannya.
Nama Ibu?Neni
Sudah berapa lama Ibu jadi penyapu jalan?Baru enam bulan.
Sebelumnya?Tukang cuci rumahan. Sepuluh tahun lebih saya jadi tukang cuci. Dari pagi sampai sore.
Kenapa Ibu pindah kerja?Gajinya kecil, cuma dua ratus ribu. Minta naik, nggak dikasih.
Sekarang gaji Ibu berapa?Tiga ratus ribu.
Apa cukup gaji sekarang?Ya nggak lah. Apa-apa sekarang sudah mahal. Biasanya ngutang dulu di warung. Habis bulan baru bayar.
Suami kerja apa?Pemulung. Nyari barang-barang bekas.
Berapa penghasilan suami?Nggak tentu. Paling seminggu dapat seratus ribu.
Anak ada berapa?Dua.
Anak-anak sekolah?Pernah di SD. Sekarang sudah nggak.
Mereka ngapain?Ikut jadi pemulung.
Ibu tinggal di mana?Di bedeng dekat sini.
Bayar sewa?Nggak. Cuma bayar listrik. Per bulan 25 ribu.
Ibu asli Jakarta?Bukan. Kampung di Rangkas Bitung.
Dari jam berapa Ibu kerja?Mulai jam setengah lima pagi. Setelah shalat Subuh langsung berangkat.
Shalat Zuhur gimana?Saya pulang jam setengah dua. Shalatnya bisa di rumah.
Sabtu Minggu libur?Nggak. Nggak ada libur.
Usia sekarang berapa?48 tahun.

sumber:eramuslim

Tidak ada komentar:

Posting Komentar