Minggu, 20 Desember 2009

Gagal Jadi Cleaning Service, Malah Jadi orang Kaya

Seorang pemuda tamatan SMA melamar pekerjaan menjadi cleaning cervices di perusahaan paling kesohor di negaranya. Setelah tes dan wawancara, sang pemuda tadi diberi tahu oleh manager SDM perusahaan tersebut bahwa ia dinyatakan lulus. Manager SDM berkata kepadanya : Terkait dengan kapan Anda mulai bekerja dan apa saja yang akan menjadi kewajiban Anda, nanti akan diinformasikan langsung via email.
Mendengar kata “email” itu, sang pemuda tadi berkata dengan santai : Saya gak punya komputer dan gak punya email pak… Lalu, sang manager SDM kaget sambil berkata : Hari gini Anda gak punya email? Yang gak punya email berarti ia mati dan orang mati tidak berhak bekerja. Kalau begitu, Anda dinyatakan gagal. Mendengar ucapan tersebut pemuda yang tadinya terlihat gesit dan semangat itu, tiba-tiba lemas dan terlihat amat kesal bercampur kecewa. Mukanya jadi lesu dan pandangannya jadi ngambang.
Tak lama kemudian, ia pulang sambil menelan kepedihan dalam hati yang tak terhingga. Pupus sudah impian dan cita-citanya untuk bekerja di perusahaan besar itu, hanya gara-gara tidak memiliki saluran komunikasi maya yang bernama “email”.
Dalam perjalanan pulang menuju rumah, sang pemuda itu berfikir dan merenung dalam-dalam apa kira-kira pekerjaan yang mungkin lagi ia lamar. Bekal hidup semakin hari semakin menipis dan bahkan uang yang dimilikinya tak lebih dari 100 ribu rupiah. Ia mulai menimbang dan berkalkulasi. Dalam hatinya berkata : Kalau uang tersebut dijadikan biaya transportasi melamar pekerjaan dan untuk keperluan makanan, paling hanya cukup untuk tiga hari. Tiga hari itu tentulah tidak cukup waktu untuk melamar dan menunggu hasil tesnya. Itupun kalau lulus. Kalau tidak? Yang terjadi adalah, bekal habis, pekerjaanpun tidak dapat.
Setelah berfikir panjang dan merenung dalam-dalam, terbetik dalam hati kecil sang pemuda itu untuk merubah haluan pikirannya, yakni dari mencari kerja menjadi pedagang. Trauma ditolak menjadi kariawan hanya gara-gara tidak punya email, membuat pemuda tersebut semakin kuat dorongannya untuk mencoba berdagang. Bukan hanya banting ster pemikiran, arah jalanpun ia putar dari menuju rumah menjadi menuju pasar.
Setelah keputusan itu diambilnya dengan mantap, ia turun dari kendraan umum yang mengarah ke tempat tinggalnya dan naik kendraan umum lain yang menuju pasar sayur-sayuran dan buah-buahan. Sesampaianya di pasar yang tergolong paling crowded dan becek itu, ia berfikir lagi apa gerangan yang paling pas ia dagangkan dengan modal 75 ribu rupiah sehingga sisanya yang 25 ribu rupiah lagi bisa ia pakai dan manfaatkan untuk transportasi dan biaya makan paling tidak untuk satu hari.
Sebelum memutuskan membeli barang dagangannya, ia berkeliling ke semua pojok dan kios perdagan buah-buahan dan sayur-sayuran yang ada di pasar itu. Tak kurang dua jam lamanya ia berkeliling ke sana dan kemari. Dalam hatinya timbul pertanyaan: pasar sebesar ini, masak brang-barangnya tidak terlalu banyak sehingga sulit melakukan pilihan. Apalagi sayur-sayuran yang ada terlihat tidak terlalu segar.
Melihat kondisi seperti itu ia memberanikan diri bertanya pada seorang pedagang yang sedang duduk-duduk sambil menikmati secangkir kopi di kiosnya : Pak? Mau tanya, ucap anak muda itu. Kalau mau cari buah-buahan atau sayur-sayuran yang segar di sebelah mana ya? Bapak berumur setengah baya itu dengan gembira menjawabnya : Begini dek.. sekarangkan sudah sore.
Buah-buahan dan sayur-sayuran yang segar sudah habis sejak tadi siang. Kalau adik mau yang segar dan baru, nanti malam sekitar jam 23.00 datang lagi. Para pedgang besar dan supplier biasanya datang membawa barang dagangannya ke sini jam segitu. Nanti kamu bisa pilih sepuasnya…
Mendengar keterangan si bapak pemilik kios itu, anak muda itu menghadapi masalah pelik baru, yakni antara menunggu atau pulang dulu ke rumah, nanti jam 23.00 malam baru datang lagi. Menunggu bukanlah pekerjaan yang mudah. Pulang juga bukan pilihan yang baik, karena akan memakan ongkos yang cukup lumayan dan sudah pasti mengurangi modal yang ada. Akhirnya pemuda itu memutuskan untuk menunggu sampai jam 23.00 di mana suasana pasar akan berubah 180 derajat dari suasana yang dilihatnya saat itu.
Sambil menunggu waktu perdagangan malam tiba, ia menemukan ide yang cukup bagus, yakni diskusi dengan si bapak pemilik kios tadi seputar hal ihwal perdagangan sayur dan buah-buahan. Tujuannya tak lain, kursus kilat berdagang sayur-sayuran atau buah-buahan. Pemilik kios tersebut dengan ramah dan senang hati menerima tawaran anak muda itu.
Diskusipun berjalan serius dan terkadang seram, khususnya saat bapak itu bercerita kondisi sulit waktu menghadapi beberapa kali usahanya bangkrut sehinga ia dan keluarganya jatuh miskin. Namun, kata bapak itu, adik jangan takut karena bersama kesulitan, pasti ada kemudahan. Itu janji Allah, kata bapak tadi, dan bapak merasakannya berkali-kali dalam kehidupan ini. Kesulitan artinya mengundang kemudahan, lanjut bapak tadi. Diskusipun terjadi selama sekitar enam jam, hanya disela shalat magrib dan isya.
Sekarang jarum jam telah menunjukkan angka 23.00. Para pedagang besar muali berdatangan dengan truk-truk yang penuh sesak buah-buahan dan sayur sayuran. Para kuli bongkarpun dengan cekatan dan penuh semangat mengeluarkan barang-barang dari dalam truk-truk besar itu.Tidak sampai dua jam, pasar yang tadinya kosong menjadi tumpukan buah-buahan dan sayur-sayuran segar. Mendadak saja pasar menjadi sangat ramai oleh kehadiran para pedagang yang datang dari berbagai penjuru kota untuk membeli keperluan dagangan mereka dan dijual kembali esok harinya di warung mereka atau disuplai ke pelanggan-pelanggan mereka.
Tak dirasa anak muda itupun larut dengan suasa yang sangat hidup itu. Rasa capek dan ngantukpun hilang. Ia mulai melihat ke sana ke mari sambil memutuskan jenis barang dagangan apa yang akan ia beli. Tiba-tiba matanya tertuju kepada tumpukan tomat segar dan matang, bening dan berwarna kemerah-merahan yang menumpuk di dalam satu kios yang terletak di blok yang berbeda dengan kios seorang bapak yang menjadi trainer dan teman diskusinya saat menungu waktu perdagangan tiba. Akhirnya anak muda itu memutuskan membeli satu boks tomat matang dan segar itu. Ajaibnya, setelah ia tanya kepada sipedagang, harganya pas sejumlah uang yang telah disiapkannya, yakni 75 ribu rupiah. Satu boks itu berisi 25 kg tomat segar dan berkualitas baik.
Akhirnya anak muda itu membeli satu boks tomat matang segar seharga 75 ribu rupiah. Iap segera pulang sambil mencari omprengan menuju rumahnya. Ia sampai ke rumah pas waktu azan subuh berkumandang. Rasa ngantuk ia lawan sekuat tenaganya. Setelah mandi dan berwudhuk, ia putuskan untk tidak meninggalkan kebiasaannya shalat subuh berjamaah di masjid dekat rumahnya, kendati belum tidur sama sekali. Setelah shalat jamaah selesai, seperti biasa, ia membaca dzikir yang disunnahkan Rasul Saw. Setelah itu ia larut dalam doa’. Di antaranya :
Yaa Allah! Engkau Maha Tahu dan hamba tidak tahu sama sekali mana yang lebih baik buat dunia hamba, agama dan akhirat hamba. Jika berdagang ini lebih baik bagi hamba, agama dan akhirat hamba, maka mudahkanlah dan mohon diberkahi, yaa Arhamarrahimiin…
Saat pulang dari masjid menuju rumah, kalkulasi dan feeling bisnisnya mulai tumbuh. Dalam hatinya berkata : 75 ribu rupiah, dibagi 25 kg sama dengan 3 ribu rupaih perkilogramnya. Agar aku tahu harganya di tingkat eceran, aku harus mengecek berapa harga tomat di warung dekat rumahku. Setelah ditanya, pemilik warung itu menjelaskan harganya 6 ribu rupiah perkilogramnya. Mendengar jawaban si pemilik warung itu, ia berkata dalam hatinya : Kalau satu boks tomat yang aku beli tadi malam habis terjual semuanya hari ini, wah… aku bisa dapat keuntungan 100 % dong? Dibeli 3 ribu rupiah dan dijual 6 ribu rupiah perkilonya. Kalau saja aku berjualan 6 hari sepekan berarti sebulan 24 hari. Kalau sehari aku dapat keuntungan 75 ribu rupiah, berarti dalam sebulan aku bisa dapat keuntungan satu juta delapan ratus ribu rupiah. Artinya, dalam sebulan aku mendapat keuntungan 2.400 %. Subhanallah…
Begitulah hitung-hitungan bisnis mulai tumbuh dan berkembang dalam benak anak muda itu. Agar tidak buang-buang waktu, ia segera mengambil sepeda bututnya untuk dijadikan kendraan kelilingnya di daerah tempat tinggalnya sambil membawa satu boks tomat segar dagangannya.
Dengan mengucap basmalah dan penuh tawakkal pada Allah, ia mendayungkan sepedanya sambil berteriak : Tomat segaaarr… ibu-ibu tak perlu jauh-jauh ke warung membelinya… kualitas barangnya terjamin…. Harganya bersaing…. Hampir setiap ibu-ibu mendengar suara aneh itu membuka pintunya dan membeli tomatnya, ada yang seperempat kilo, ada yang setengah kilo dan bahkan ada yang dua kilo.
Di antara para pembeli tomatnya ada seorang ibu yang kaget terheran-heran sambil berkata : Eh? Kamukan anak si Fulan? Bukannya kamu lulus menjadi kariawan perusahaan ternama itu? Kok sekarang malah menjadi pedagang tomat asongan? Kasiaan deh kamu? Anak muda itu tak menjawab pertanyaan ibu itu. Ia hanya tersenyum saja. Dalam hatinya berkata, yang penting aku dapat uang, dari kerja kek, dari dagang keliling kek, yang penting halal dan cukup buat kebutuhan hidupku dan orang tuaku..
Tak terasa anak muda itu berhasil menjual semua barang dagangannya hanya dalam tempo tiga jam saja. Hatinya gembira tak terkira. Artinya, sekitar jam 09.00 pagi dagangannya sudah habis terjual dan ia mendapat keuntungan 75 ribu rupiah, artinya untungnya seratus persen. Semangat bisnisnya semakin meningkat. Tawakkalnya pada Allah semakin besar.
Begitulah kegiatan anak muda itu setiap hari, setiap pekan dan setiap bulan. Uangnya tak terasa semakin banyak. Bahkan usahanya sudah merambah ke berbagai jenis buah-buahan dan sayur-sayuran. Hanya dalam tiga tahun, ia sudah bisa membeli tiga mobil niaga yang digunakan mengirim dagangannya ke berbagai warung dan super market karena ia sudah menjadi supplier handal.
Bersamaan dengan pertumbuhan bisnisnya, tawakkalanya pada Allah semakin tebal. Keyakinannya pada Rasul Saw. semakin besar, sambil berkata dalam hatinya : Sungguh benar Engkau wahai Rasulullah tercinta, bahwa pintu rezki yang lapang itu ada pada perdagangan, bukan pada kerja dan jadi kariawan.
Sambil meneteskan air mata syukur, ia berkata :
Yaa Robb… sekiranya aku dulu punya “email”, aku diterima jadi clearning cervices di perusahaan besar itu. Paling gajiku standar UMR, alias satu koma dua juta. Itupun setelah beberpa tahun bekerja.
Sekarang, omset bisnisku sehari hampir 10 kali lipat gajiku sebulan… Yaa Alla…Ini adalah cobaan terbesar dalam hidupku apakah aku jadi hamba-Mu yang bersyukur atau kufur. Karena itu, jadikanlah aku hamba-Mu yang bersyukur dan masukkanlah aku ke dalam hamba-hamba-Mu yang saleh.. Aamiiina yaa Robbal ‘alamin…

Sumber: Fathuddin Jafar/Eramuslim

Jumat, 13 November 2009

Kegalauan Seorang Ayah

Menjadi kepala rumah tangga ternyata bukan persolan remeh. Tidak hanya sekedar memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga, dengan terpenuhinya sandang, pangan, papan dan pendidikan tinggi untuk masa depan anak. Tidak hanya itu, tetapi lebih dari bagaimana melindungi anak dan istri agar terhindar dari lumatan api neraka. Ini tugas yang tidak ringan, membentuk keluarga yang berkarakter qurani. Apalagi arus pollutan globalisasi sudah masuk ke sendi-sendi keluarga, melalui kotak televisi, anak-anak dan istri dijejali tayangan-tayangan yang berbau ghoswul fikri, budaya hedonisme pun mengepung.Kegelisahan seorang ayah akhir zaman terhadap fenomena zaman yang kian kering dari nilai-nilai langit (Ilahiyah). Alam raya semakin menua, sementara perilaku para penduduk bumi dihiasi oleh pembangkangan yang tak berkesudahan kepada Sang Pemilik Alam Raya. Allah azza wajalla.
Lihatlah, banyak diantara kita yang malah merusak ekosistem alam, keseimbangan alam, bumi menjadi kering, hutan menjadi gundul. Akibatnya bencana alam, pemanasan global yang mengancam kehidupan manusia. Dalam situs www.okezone.com (15/10), menyebutkan akibat dari pemanasan global ini kutub utara yang menyimpan sejumlah massa es terbesar di dunia diperkirakan akan menghilang dan berubah menjadi lautan dalam kurun waktu 20 hingga 30 tahun ke depan.
Itulah keresahan yang dirasakan sahabat karib saya, ia mengatakan akankah anak cucunya dimasa yang akan datang terancam tidak bisa menikmati keindahan alam?. Bisakah ia mewariskan pusaka keindahan alam ke anak cucunya?, karena detik-demi detik bumi dijarah keindahannya oleh tangan-tangan yang (katanya) paling tinggi akalnya. Yang harusnya menjaga kelestariannya.
Sahabat saya itu adalah keluarga muda yang baru dikarunikan seorang anak. ”Saat anak pertama kami lahir, perasaan kami membuncah karena kehadiran sang bayi sudah lama dinantikan,” ujar sang sahabat memulai pembicaraan saat berbagi kegelisahan hati. Saat ini anaknya genap tiga bulan.
Kegelisahannya tidak berhenti disitu. Ia mengatakan bahwa amanah sebagai imam keluarga saat hidup pada zaman yang penuh dengan fitnah, harus membutuhkan amunisi iman yang kuat. ”Kalau sang imam keluarganya saja ringkih iman, lalu bagaimana mau membentuk keluarga berkarakter ibadah?,”
Padahal ia membuat visi hidup yang salah satu poinnya adalah terciptanya generasi baru dengan membentuk anak-anak berjiwa Al Quran. Ia merasa gelisah terhadap masa depan anak-anaknya kelak, saat tumbuh kembangnya hingga sang anak menjadi pria dewasa. Mampukah melewati berbagai tipuan setan. ”Apakah saya mampu mendidik anak-anakku menjadi generasi robbani,” tanya sang sahabat.
Mungkin dengan dengan berbagi kegelisahan hati sang sahabat bisa terobati. Ia pun mulai menceritakan dan berbagi kegalauan yang menyelimuti hatinya dan memulai tulisannya....
Ketahuilah anakkuSaat kau lahir, ribuan rekaman cerita memilukan masih menghiasi wajah ummat Muhammad. Muslimah ditusuk di negeri yang mengkampanyekan Liberty, hanya karena ia menampakkan identitas keislamannya. Negeri-negeri muslim masih dikangkangi rantai kezaliman dan dihinakan para penduduknya. Belum lagi virus ’SEPILIS’ (sekulerisme, pluralisme, liberalisme) merongrong negeri-negeri Islam. Mencuci otak muslim menjadi westernis.
Karena kau anak akhir zaman. Ayahmu ini tidak tahu, wajah Islam tahun 2030? Apakah semakin lusuh dan pucat? Karena penguasa tiran semakin keranjingan menumpahkan darah-darah suci. Yang jelas kau akan hidup di masa ajaran Islam kian asing. Yang penuh dengan fitnah, jebakan, konspirasi. Kebenaran disalahkan, kesalahan dilegalkan dan didukung massa.
Jika tahun 1924 adalah awal bercokolnya periode mulkan jabariyah, maka tahun 2030 genap berumur 106 tahun, dan saat itu kau berusia 21 tahun. Ayahmu tidak mengerti, apakah fitnah huru hara akhir zaman kian mengerikan? Orang-orang sholeh menjadi obyek fitnah, caci-maki, dan dihinakan oleh orang-orang jahiliyyah hanya karena menjalankan Syariah-Nya? Sementara para pemeluknya masih disibukkan dengan saling menghujat dan memakan daging saudaranya sendiri hanya karena berbeda wasilah? Ayah berharap mata hatimu bisa jernih saat 73 golongan ini saling mengklaim paling benar dan mengaku pengikut Sunnah kanjeng Nabi. ”Jadilah perekat dan pengikat dalam terbentuknya Jamaatul Muslimin yang dirindukan itu,”
Di saat para pemegang kebenaran bagai menggenggam bara. Jadilah Ghuroba, disaat kebenaran dimarjinalkan. Teruslah bergerak dalam pekerjaan-pekerjaan besar, dalam sunyi yang panjang, sampai Malaikat Izroil memanggilmu. Semoga ruh perjuangan Syaikh Ahmad Yasin, Al-Rantisi, Sholahuddin Al Ayyubi mengalir di darahmu. Dalam menapaki huru hara akhir zaman ini, sibghoh Islammu jangan sampai luntur nak. ”Sebab, tanpa Islam, kau adalah nol,”
Jika tahun 2030 Allah SWT menakdirkan runtuhnya kejayaan periode mulkan jabariyah. Tangan mungilmu ini harus bisa mengepal lebih kencang dihadapan Fir’aun-fir’aun modern, dan melantangkan ”Laa Ilaaha Ilallah Muhammad darrosulullah.” Kau harus mampu terus berjalan melewati lorong gelap kejahiliyahan, saat ummat sulit membedakan mana yang benar mana yang salah. Ingat nak, kau anak akhir zaman, kau harus menjadi anak peradaban yang dirindukan zamannya. Panca roba mengabarkan, alam raya sudah muak dengan rezim setan peradaban yang gemar merusak dan menumpahkan darah.
Jika Al Malik menghendaki tahun 2030 menjadi batas akhir sejarah rezim thoghut. Anak-anak zamannya ini harus tampil memenangkan pertarungan dan mengembalikan peradaban. Saat itu, jadilah pioner penumbang kebhatilan. Seperti para pemuda Ashabul Ukhdud yang merobohkan keangkuhan rasa ketuhanan rezim thoghut. Karena Rasulullah pernah mengabarkan, ”Setiap kurun waktu 100 tahun akan lahir para pembaharu.” Inilah sunatullah pertarungan. Maka jadilah bagian dari yang dijanjikan itu!
Sang sahabat menutup cerita dengan mendekap muka, kemudian ditatapnya cerah langit yang saat itu dihiasi ribuan bintang. Sejenak aku tertegun mendengar cerita kegelisahan hati sang sahabat. Akupun teringat pada keluargaku di rumah. ”Ya Allah jadikanlah anak-anak kami pemimpin bagi orang-orang sholeh.” lirih doa sang ayah di sepertiga malam yang sepi.***

Sumber: Sucipto / Eramuslim

Kamis, 12 November 2009

MENGHIDUPKAN MALAM DENGAN QIYAMUL LAIL

Wahai saudaraku—semoga Alloh SWT meneguhkan kita di atas jalan-Nya yang lurus—suatu ketika Rosululloh SAW mengatakan kepada salah seorang sahabatnya yang bernama Robi’ah bin Ka’ab al-Aslami : “Wahai Ka’ab, mintalah kepadaku.” Lantas dengan polos dia menjawab: “Wahai Rosululloh, aku ingin bisa menemani engkau di surga.” Maka Rosululloh n bertanya lagi kepadanya: “Adakah selain itu?” Maka dia menjawab lagi: “Wahai Rosululloh, hanya itulah permintaanku.” Kemudian Rosululloh SAW menjawab: “Wahai Ka’ab, bantulah aku dengan memperbanyak sujud!” (HR.Muslim: 489)Imam an-Nawawi berkata: “Yang dimaksud memperbanyak sujud adalah memperbanyak sholat {1}.” (Syarah Shohih Muslim kar. Imam an-Nawawi:2/238)Sholat sunnah mempunyai peranan yang sangat penting ketika hari penghitungan amal nanti. Ia berperan sebagai penyempurna bagi kewajiban-kewajiban yang kita lalai dalam menunaikannya. Sholat sunnah banyak sekali ragamnya tetapi yang paling utama setelah sholat fardhu adalah sholat malam (qiyamul lail).{2}Karena begitu penting dan utamanya, Alloh SWT menyebutkan di banyak tempat dalam kitab-Nya.{3}Wahai saudaraku yang kucintai, pada edisi kali ini kita akan membahas tentang sholat malam, dengan berharap semoga kita termasuk hamba-hamba Alloh SWT yang menghidupkan malam-malamnya dengan sujud dan berdiri dalam rangka mencari ridho Alloh. Semoga bermanfaat.Hukum, Waktu dan Jumlah Roka’at Sholat MalamHukum sholat malam adalah sunnah muakkad. Waktunya dimulai setelah sholat isya‘ sampai dengan sebelum waktu sholat subuh. Boleh dikerjakan di awal waktu, tengah, ataupun akhir waktu. Akan tetapi, waktu yang paling utama adalah sepertiga malam yang terakhir di mana pada waktu itu tidaklah bangun untuk mengerjakan ibadah kepada Alloh SWT kecuali sangat sedikit. Dan pada waktu itulah Alloh SWT turun ke langit dunia seraya berkata:“Aku adalah Raja, Aku adalah Raja, barang siapa yang berdo’a kepada-Ku maka akan Kukabulkan do’anya, dan barang siapa yang meminta kepadaKu maka akan Kuberi, dan barang siapa yang meminta ampun kepada-Ku maka akan Kuampuni dosa-dosanya.” (HR. al-Bukhori: 1145)Sedangkan jumlah roka’atnya, paling sedikit adalah 1 roka’at berdasarkan sabda Rosululloh SAW: “Sholat malam adalah 2 roka’at (salam) 2 roka’at (salam). Apabila salah seorang di antara kamu khawatir akan datangnya waktu shubuh maka hendaklah dia sholat 1 roka’at sebagai witir baginya.” (HR. al-Bukhori: 990, Muslim: 749).Dan yang paling sering dikerjakan oleh Rosululloh SAW adalah 11 roka’at berdasarkan perkataan Aisyah: “Tidaklah Rosululloh SAW sholat malam pada bulan Romadhon ataupun bulan yang lainnya lebih dari 11 roka’at.” (HR. al-Bukhori: 1140, 1147 dan Muslim: 738)Akan tetapi, jumhur (mayoritas) ulama salaf (terdahulu) dan kholaf (belakangan) berpendapat akan bolehnya sholat malam lebih dari 11 roka’at. Namun, yang lebih utama adalah 11 roka’at. Oleh karena itu, al-Qodhi ’Iyadh berkata: “Tidak ada khilaf (perbedaan pendapat ulama) bahwasanya tidak ada batasan, tidak boleh lebih atau kurang dari itu. Karena sholat malam termasuk salah satu bentuk ketaatan yang makin bertambah jumlahnya makin banyak pula pahalanya. Khilaf itu terjadi hanya pada perbuatan Nabi SAW dan apa yang beliau pilih untuk dirinya.” (Shohih Fiqhis Sunnah karangan Abu Malik Kamal bin Sayyid Salim: 1/414)Tata Cara MengerjakannyaSholat ini boleh dikerjakan 2 roka’at salam, 2 roka’at salam, dan diakhiri dengan 1 roka’at witir. Dan boleh juga dikerjakan 4 roka’at salam, 4 roka’at salam, dan ditutup dengan 3 roka’at witir, atau dengan cara yang lainnya.Akan tetapi, yang lebih utama 2 roka’at salam, 2 roka’at salam sebagaimana hadits riwayat Imam al-Bukhori dan Imam Muslim di atas.Adab­-Adab Mengerjakan Sholat MalamDi antara adab-adab mengerjakan sholat malam {4} adalah:1. Bersiwak atau menggosok gigi sebelum mengerjakannya. (HR. al-Bukhori: 246 dan Muslim: 255)2. Memulainya dengan 2 roka’at yang ringan, karena hal ini bisa menambah giat dan semangat untuk roka’at-roka’at berikutnya. Dan jikalau tidak dimulai dengan 2 roka’at yang ringan juga tidak apa-apa. (HR. Muslim: 767)3. Boleh mengerjakannya dengan berdiri, duduk, atau berdiri dan duduk.(HR. al-Bukhori: 1118 dan Muslim: 735)4. Kadang membaca dengan jahr (suara keras) dan kadang dengan sirr(suara lirih).(HR. Muslim: 307)5. Membangunkan keluarga untuk mengerjakan qiyamul lail. (HR. AbuDawud: 1308, dishohihkan al-Albani dalam Shohih al-Jami’: 3488)6. Berbaring sebentar setelah qiyamul lail dan sebelum fajar, supaya adapemisah di antara keduanya. Selain itu akan menambah semangat dan kesegaran untuk menjalankan sholat subuh. (HR. Bukhori: 1146)7. Dibenci bila meninggalkannya bagi orang yang sudah terbiasa mengerjakannya. (HR. al-Bukhori: 1152)Keutamaan Qiyamul Lail (Sholat Malam)Sebenarnya banyak sekali nash-nash baik dari al-Qur‘an maupun hadits yang menjelaskan keutamaan sholat ini tetapi kami hanya bisa menyebutkan beberapa saja. Mudah-mudahan bisa menjadi motivator (pendorong) kita untuk lebih giat menghidupkan malam-malam kita dengan qiyamul lail.Diantara keutamaan itu adalah:1. Qiyamul lail merupakan ciri khas hamba-hamba Alloh SWT yang bertaqwa.(Baca Surat al-Furqon [25]: 63-64, as-Sajdah [32]: 15-17, adz-Dzariyat [51]: 15-18)2. Akan disediakan baginya surga yang di dalamnya ada ruangan yang luarnya bisa terlihat dari dalam dan dalamnya bisa terlihat dari luar. (HR. Ibnu Hibban: 509 dan dishohihkan al-Albani dalam Shohih al-Jami’: 2123)3. Qiyamul lail adalah ibadah sholat yang paling utama setelah sholat fardhu. (HR. Muslim: 1163)4. Penghapus dosa dan kesalahan. (HR. at-Tirmidzi: 2616, dishohikan al-Albani dalam Shohih wa Dho’if al-Jami’: 7528)5. Meninggikan derajat di surga. (HR. Muslim: 488)Kiat­Kiat untuk Qiyamul Lail {5}1. Berusahalah untuk tidur siang dan tidur di awal malam. Jangan begadang malam yang tidak bermanfaat bagi dunia dan akhirat kita. Serta bertekadlah yang kuat untuk bangun malam.2. Hilangkan dari benak kita perasaan sulit dan berat, karena anggapan tersebut bisa melemahkan semangat kita. Mulailah secara bertahap dan berkesinambungan sesuai dengan tingkat kemampuan kita. Jangan langsung memaksakan diri melakukan qiyamul lail sampai kaki bengkak seperti Rosululloh SAW. Jangan pula sholat dengan membaca tiga juz penuh dalam satu roka’at kalau memang yakin belum mampu. Mulailah dengan yang mudah-mudah saja. Bangun setengah jam sebelum subuh lalu sholat dua roka’at kemudian witir 1 roka’at. Tidak perlu memaksakan diri bangun jam dua pagi, sholat berlama-lama, dan menghafalkan do’a-do’a yang biasa dibaca oleh Rosululloh SAW pada saat qiyamul lail. Jangan lakukan terlebih dahulu. Simpan semua cita-cita luhur itu dan mulailah membuat sebuah langkah kecil. Kecil tetapi konsisten, insya Alloh lebih disukai Alloh SWT.3. Lihatlah kisah-kisah salaf dalam mengerjakan qiyamul lail baik dalam keadaan sehat ataupun sakit, waktu tidak dalam perjalanan ataupun ketika sedang safar. Dengan mengetahui kisah-kisah mereka hati kita akan tergugah dan terketuk untuk meniru mereka.4. Kurangilah banyak tertawa, senda gurau, dan banyak mengobrol ke sana kemari tak tentu arah karena hal itu bisa melalaikan hati dan membuatnya keras bahkan bisa mematikannya.5. Gunakan alarm serta berpesanlah pada teman atau keluarga kita untuk membangunkan kita pada waktu yang kita inginkan.6. Do’a merupakan senjata kaum muslimin. Maka berdo’alah kepada Alloh SWT supaya membantu kita dalam qiyamul lail karena tidak ada daya dan upaya tanpa bantuan dan pertolongan Alloh SWT.NasihatWahai saudaraku—semoga Alloh SWT memberikan petunjuk-Nya kepada kita—seharian penuh kita telah disibukkan dengan urusan dunia. Sisihkan dan luangkan waktu malam kita untuk bermunajat kepada Alloh SWT dan meminta ampunan atas segala kesalahan yang telah kita perbuat pada siang harinya. Akankah waktu yang sangat mustajab di kala Alloh SWT turun ke langit dunia itu kita lewatkan berlalu begitu saja tanpa kita isi dengan ketaatan kepada Alloh SWT? Tidak malukah kita kepada hewan-hewan yang bertasbih dan berdo’a kepada Alloh SWT di kala itu?Akhirnya, semoga Alloh SWT mengampuni semua dosa kita dan memberikan ilmu yang bermanfaat kepada kita, ilmu yang membuahkan amal yang kelak mengantarkan kita ke surga-Nya. Aamiin.Allohu A’lamu bish-showab.Catatan Kaki:{1} Yang dimaksud sholat di sini adalah sholat tathowwu’ (sunnah). Lihat Subulus Salam karangan Imam ash­Shon’ani: 2/6, Taudhihul Ahkam kar. Abdulloh bin Abdirrohman Alu Bassam: 2/377.{2} Lihat HR. Muslim: 1163.{3} Baca Surat al­Furqon [25]: 63­64, as­Sajdah [32]: 15­17, adz­Dzariyat [51]: 15­18.{4} Lihat Shohih Fiqh Sunnah kar. Abu Malik Kamal bin as­Sayyid Salim: 1/401­413{5} Lihat Kaifa Tatahammasu Liqiyami al­Lail kar. Abul Qo’qo’ Muhammad bin Sholih
Sumber: Abu Mas’ud al­Kadiriy (Buletin Al-Furqon)/http://bertahajudlah.blogspot.com

Rabu, 11 November 2009

Kala Shubuh Kita Lebih Awal

Jika kita perhatikan sekarang ini, waktu shalat Shubuh kita di beberapa bagian—terutama di bagian Barat Indonesia, jatuh sekitar jam 04.00 pagi. Ini mungkin baru terjadi dalam kurun waktu yang lama sekali. Sebelumnya, selama bertahun-tahun, kita melaksanakan Shalat Shubuh pada jam 05.00 kurang atau paling tidak, pukul 04.30 pagi. Mengapa?
Ibrahim bin Adham mengatakan bahwa jika ingin melihat kebangkitan Islam, maka lihatlah Shalat Shubuh di masjid-masjid. Maksudnya, Islam akan kembali bangkit dan menemukan zaman keemasannya jika jamaah Shalat Shubuh di masjid sama banyaknya dengan jamaah shalat Jumat.
Kita sudah tahu bahwa dalam shalat Jumat, berlepas dari banyak juga yang tidak melakukannya, tetapi masjid-masjid jamie selalu penuh. Orang-orang menghentikan sejenak aktivitasnya. Di waktu shalat-shalat lainnya, masjid kembali ke “habitat”-nya semula: sepi dan hanya paling tidak, di sebagian besar masjid, hanya mempunyai jamaah tiga atau empat shaff. Itupun ketika Maghrib dan Isya saja. Shalat
Shubuh yang paling mengenaskan. Seringkali, muadzin melakukan semuanya sendirian: beradzan, qomat, menjadi imam dan juga jamaahnya, alias tak ada jamaahnya. Paling bagus, shalat Shubuh diikuti oleh satu baris yang terdiri dari orang-orang tua saja.
Dengan bergesernya waktu shalat Shubuh yang lebih awal, bisa ditebak, shalat Shubuh di masjid menjadi makin sepi. Jumlah jamaah yang tadinya sudah sedikit semakin surut saja. Dan jangan terlalu banyak berharap melihat anak-anak muda di barisan jamaah shalat Shubuh. Memang kadang-kadang aja juga, namun yang kadang-kadang itupun jumlahnya tidak lebih dari hitungan jari satu tangan saja.
Sebaliknya anak-anak muda kita sekarang ini, jika kebetulan pas hari libur, mereka sering kali masih bisa kita temui di pinggir jalan sampai larut malam. Mereka berkumpul dan begadang, menghabiskan malam bersama-sama, dan kemudian pergi tidur justru ketika Shubuh akan segera jatuh.
Sebagian besar bencana besar sering kali terjadi pada waktu setelah Shubuh yang tenang. Misalnya saja Tsunami Aceh dan tragedi Situ Gintung belakangan ini.
Semoga, kita menjadi orang-orang yang senantiasa menjalankan shalat Shubuh berjamaah di masjid
Sumber: Eramuslim

Senin, 09 November 2009

Selera Suami

Selera kadang seperti anak kecil. Jujur, polos, apa adanya. Sulit ditutup-tutupi jika keinginannya ingin terpenuhi. Walaupun keinginan itu tak disukai banyak orang.
Hidup berumah tangga punya seribu satu cerita. Ada suka dan duka. Ada pengalaman jenaka. Semua itu memberikan kesan yang begitu dalam. Sayangnya, tidak semua pasangan pandai menata kesan-kesan itu sebagai pelajaran berharga.
Ada beberapa sebab. Pertama, tidak semua orang punya daya kepekaan yang tinggi. Dinamika berumah tangga dianggap sebagai sesuatu yang biasa. “Biasa, hidup berumah tangga!” begitulah tanggapan yang muncul. Sebab kedua, kurang perhatian dengan urusan rumah tangga. Rumah tangga hanya sebagai tempat singgah: istirahat sejenak untuk kemudian pergi lagi dengan urusan masing-masing. Dan ketiga, lemahnya bangunan komunikasi antar sesama anggota keluarga. Suasana rumah jadi hambar, dingin, dan kemudian asing.
Gambaran seperti itu sama sekali tidak dialami Bu Aam. Justru, ibu dua anak ini sedang kerepotan dengan selera makan suami. Kelihatannya urusan sepele, tapi buat Bu Aam lumayan besar. Pasalnya, ada kesukaan makan suami yang tidak hanya dibenci Bu Aam; tapi juga orang tua Bu Aam, anak-anak, bahkan tetangga. Suaminya senang jengkol!
Bu Aam tak habis pikir, bagaimana mungkin orang bisa doyan jengkol. Dari baunya saja, bisa bikin minat makan pupus. Apalagi rasanya. Waduh, benar-benar nggak kebayang di benak Bu Aam.
Sebenarnya, kesukaan makan suami berupa jengkol dan turunannya seperti pete baru beberapa bulan disadari Bu Aam. Selama ini selera itu tidak terungkap. Entah kenapa, suaminya tidak pernah bilang kalau dia doyan jengkol dan pete. Mungkin malu, atau dampak dari ucapan Bu Aam di awal pernikahan.
Waktu itu, Bu Aam sempat bilang kalau hampir semua makanan yang halal ia sukai. Mulai buah, gorengan, ikan, daging; bahkan pare sekali pun. Tapi, ada satu yang paling ia benci. “Saya cuma tidak suka jengkol!” ucap Bu Aam suatu kali. Saat itu juga, suaminya diam. Pembicaraan soal makanan kesukaan berhenti total.
Nah setelah itu, Bu Aam kerap mendapati suami sudah makan di warung selepas pulang kerja. Padahal, Bu Aam sudah menyiapkan makan malam. “Maaf, Dik. Mas sudah makan!” ucap suami tanpa beban.
Selama hampir empat tahun misteri selera suami Bu Aam itu tetap aman. Hingga adanya cerita ibu mertua Bu Aam ketika berkunjung suatu kali. “Suamimu itu, hobi banget sama jengkol!” ucap sang ibu sambil senyum.
Sejak itu, terjawab sudah keanehan-keanehan selama ini. Mulai dari makan di warung, hingga bau tak sedap di kamar mandi. Soal yang terakhir, Bu Aam sempat buruk sangka dengan tetangga. Karena tinggal di rumah petakan, kamar mandi Bu Aam dan tetangga berhimpit dengan dinding penyekat tidak sampai ke atap. Jadi, bukan cuma suara yang terdengar dari balik kamar mandi tetangga, baunya pun bisa mampir. Termasuk, bau jengkol.
Waktu itu, Bu Aam yakin sekali kalau aroma khas itu bukan dari kamar mandinya. Tidak heran kalau ia sempat mengumpat, “Dasar, makan tidak pilih-pilih!” Betapa malunya Bu Aam kalau ingat itu.
“Memang apa salahnya orang senang jengkol?” tanya seorang teman Bu Aam suatu kali. Bu Aam cuma diam. Matanya menatap lekat sang teman. Ia mulai menilai kalau temannya pasti doyan jengkol. “Memang, apa enaknya makan jengkol?” kilah Bu Aam menimpali. Sang teman menjawab panjang lebar.
Dari situlah, Bu Aam paham kenapa orang menganggap nikmat makan jengkol, klaim nilai gizi, penambah selera makan dan sebagainya. Dengan berat hati, ia pun ingin memaklumi hobi suami itu. Berat memang. Karena pemakluman seperti itu punya konsekuensi. Apalagi kalau bukan menyediakan jengkol di menu makan keluarga. Weleh-weleh, gimana dengan anak-anak. Bisa-bisa, mereka ikut-ikutan bapaknya. Repot! Satu orang saja, bau kamar mandi nggak karuan. Apalagi dengan anak-anak.
Sebelum pemakluman itu diberlakukan, Bu Aam mewanti-wanti kedua anaknya. Intinya, jangan pernah doyan jengkol. “Jengkol itu bau, nggak enak, pahit. Pokoknya nggak enak!” ucap Bu Aam agak provokasi. Kedua anaknya cuma bengong mendengar ucapan sang ibu.
Tapi, kenyataan di luar dugaan. Entah kenapa, suami Bu Aam justru minta maaf. Ia menyesali sikapnya yang bikin repot isteri tercinta. “Maafin Mas, ya Dik. Gara-gara jengkol, Adik jadi susah!” ucap sang suami prihatin. Dan benar saja, sejak detik itu, tak ada lagi gejala jengkol di rumah Bu Aam. Suaminya jadi rutin makan malam di rumah. Dan tentu saja, kamar mandi bersih dari aroma ‘segar’ jengkol.
Namun begitu, Bu Aam justru jadi kikuk dengan perubahan selera suami. Ia merasa bersalah. Karena ingin menyenangi isteri, suaminya jadi berkorban. “Duh, kasihan suamiku,” sesal Bu Aam dalam hati.
Beberapa kali Bu Aam menyediakan hidangan jengkol olahan warung di keluarga. Mulai jengkol semur, rendang, goreng, dan lain-lain. Tapi, tetap saja. Suami tak pernah mencicipi olahan-olahan itu. Jangankan makan, menyentuh pun tidak. “Sudahlah, Dik. Saya benar-benar ikhlas tidak lagi makan jengkol!” ucap suami tenang. Tak ada suara berat di situ. Tampaknya, suami Bu Aam benar-benar tulus.
Beberapa minggu berlalu sejak kejadian itu. Tidak ada hidangan jengkol, tidak ada kebingungan Bu Aam. Dan, tidak ada bau tak sedap di kamar mandi. Tiba-tiba, hidung Bu Aam menangkap sesuatu. Ia berusaha mencari tahu. Dan, “Hm, seperti bau...bau, ah tak mungkin. Tak mungkin itu!” Bau makin kentara ketika Bu Aam berada di bibir pintu kamar mandi. Yah, bau itu yang pernah bikin panik Bu Aam. Bau jengkol.
Bukankah suami sudah tidak makan jengkol? Apa dari tetangga? Bu Aam meneliti setiap sudut kamar mandi. Dan ia pun yakin, bau itu memang dari kamar mandinya. Lalu, siapa? Apa mungkin suaminya kambuhan. Ah, nggak mungkin! Ia tahu benar watak suaminya. Lagi pula, tiga hari ini, suaminya sedang keluar kota. Jadi siapa?
Dari balik kamar, suara anak-anak Bu Aam terdengar riang. “Kak, enak ya. Hi..hi..hi,” suara si kecil sambil cekikikan. Sang kakak terlihat senyum-senyum. Melihat kecurigaan itu, Bu Aam menghampiri. “Enak apanya, Dik? Kalian makan permen, ya?” Keduanya menggeleng. “Kalian makan apa?” tanya Bu Aam lagi lebih tegas. “Je...je...jengkol!! Dari nenek tadi pagi!” ucap sang kakak polos.

Sumber: Muhammad nuh /eramuslim

Selasa, 03 November 2009

Cintaku Di Segala Sisi

Cintaku di segala sisi
Kebiasaan kita, khususnya aku, akan timbul rasa suka atau simpati karena seseorang mempunyai sisi baik. Sisi baik yang menyenangkan rasa, membuatku bisa bersyukur berjumpa pada seseorang. Misalnya istriku saat ini.
Cinta tumbuh dan berkembang karena melihat karakternya yang lembut dan bersahaja, dan gampang menolong orang lain yang kesusahan. Akhirnya aku pun bertekat untuk mempersuntingnya untuk jadi pendamping hidupku. Membayangkan sebuah rumah tangga yang penuh saling perhatian dan tentu saja cinta yang menjadi pilar kekokohan persatuan kami.
Itu lah impianku. Tapi, impian tidak lah memang harus sama dengan kenyataan. Ternyata banyak hal yang belum aku ketahui tentang istriku ini. Sisi baik yang membuatku terpikat pada awalnya, ternyata bagaikan satu buah sisi mata uang receh. Ternyata dia pun punya sisi yang lainnya, yang tak pernah aku bayangkan.
Satu dua hari pernikahan kami, aku pun kembali pulang ke orang tuaku. Tak kuat dengan apa yang belum di bukakannya kepadaku. Ternyata dia adalah janda kembang di kampungnya. Aku tak tahu, karena tak ada sedikit pun informasi darinya atau pun dari pihak lain.
Bukan aku mempermasalahkan tentang statusnya yang janda, tapi yang sangat aku sayangkan setelah ijab kabul di lakukan baru lah aku tahu, siapa sebenarnya istriku tersebut. Pengantin baru seharusnya adalah masa indah yang patut di kenang, ternyata aku harus bergulat dengan egoisme tentang harga diri seorang laki-laki yang merasa di bohongi. Sakit, itulah yang aku rasakan.Beruntung aku mempunyai kedua orang tua yang berpandangan luas tentang hidup. Beliau mengatakan bahwa ini adalah takdir yang harus aku jalani dalam hdiupku. Memang ini cobaan ku, karena aku terlahir dengan sifat yang sangat penyabar. Ternyata memang Allah memberikan ujian sesuai dengan tingkatan iman kita. Mereka tak ingin aku menceraikan istriku dengan alasan apapun. Aku pun patuh pada nasehat mereka.
Setelah mulai membuka diri untuk berdamai dengan hati, maka aku pun berusaha untuk belajar menerima istriku dengan status yang di sembunyikannya tersebut. Tapi ternyata itu adalah awal dari sifat yang lainnya, yang tak pernah aku temui selama ini. Ternyata perangai terhadap kedua orangtuanya berbanding terbalik dengan diriku. Aku yang tak pernah bersuara keras apalagi membentak kedua orangtuaku, ternyata istriku malah sebaliknya. Aku pun terhenyak kembali. Belum lagi lidahnya setajam silet, yang gampang sekali mengeluarkan kata yang dapat melukai seseorang seumur hidupnya. Aku sangat terpukul. Ternyata yang nampak di mataku sebuah kebaikan, ternyata di iringi dengan banyak kemungkaran yang tak pernah terbayangkan.
Istri yang aku kawini karena aku sangat mencintainya, ternyata adalah sebuah ujian untuk aku jalani seumur hidupku hingga kini. Ujian yang tak mungkin aku lepas, karena aku telah berjanji kepada kedua orang tuaku untuk tidak akan pernah menceraikannya sampai ajal merengut nyawaku. Sebuah pertahanan yang sangat kuat harus aku tanamkan, kemana aku harus bersandar bila aku tidak memulangkannya kepada penentu “Takdir”ku, Ilahi Robbi.
Setelah beberapa tahun perkawinan kami, hingga dikarunia dua anak yang lahirnya berdekatan, aku dan istriku masih sering kali bertengkar sengit dan kadang membuat anak-anak kami ketakutan. Aku yang tadinya bukan lah tipe pemarah dan gampang mengeluarkan kata makian, ternyata beberapa tahun bersama istriku aku telah berubah menjadi seseorang yang sebenarnya tidak aku sukai. Aku bukan lah aku yang dulu, yang selalu takut melukai lawan bicaraku. Ternyata istriku dengan tabiatnya yang banyak di luar perkiraanku, mengubahku menjadi seorang pemarah dan pemaki. Walau pun itu hanya aku lakukan padanya. Tapi sungguh aku sering menangis, di kala istriku tidur. Dan munajat panjang ku di malam dingin, seringkali membuatku terpekur. “Mengapa aku jadi begini?”.
Banyak do’a yang telah keluar dari bibir ini. Banyak ustadz yang aku datangi untuk merubah prilaku istriku, ternyata semuanya tidak ada kelihatan hasilnya. Istriku masih dengan sifat bawaannya, padahal dia rajin shalat. Aku sangat kecewa dan hampir putus asa.
Kemudian Allah memberikan hidayah ke dalam hatiku. Rasa ku yang dulunya kelam, ternyata dapat menangkap cahaya Ilahi. Cahaya yang membuatku dapat melihat apa yang sesungguhnya ada di hadapanku kini. Padahal kedua orangtua ku dulunya sebelum meninggal telah menyampaikannya, tapi ternyata setelah perkawinan kami menginjak dua belas tahun aku dapat memahami semua kejadian ini.
Cintaku ada karena melihat perangai baiknya, sebelum aku mempersuntingnya. Ternyata dalam cinta yang kita genggam bukan hanya harus memiliki satu sisi. Sisi buruk apa pun yang di miliki pasangan kita adalah sebuah anugerah bagi kita.
Kita harus mampu menerima keburukan, sebagaimana kita menerima kebaikannya. Cinta kepada sesuatu tidak harus banyak menuntut, tapi bagaimana sesuatu yang tidak menyenangkan mata dan hati, dapat kita ambil untuk di pelajari kemudian untuk di petik hikmahnya. Seperti bagaiaimana kuatnya kemauan Rasulullah Saw untuk meng-Islamkan pamannya Abu Thalib, ternyata beliau tak mampu. Begitu pula aku yang hanya manusia biasa.
Istriku hingga kini adalah tempatku belajar untuk sabar dan berusaha memahami bagaimana sifat dan karakternya saat ini. Dia tidak terlalu bersalah, akrena aku menyadari itu adalah hasil didikan dari lingkungannya, baik dari kedua orang tuanya maupun dari keluarga besarnya.
Jadi di umur yang tidak bisa dikatakan muda lagi dan kedua anak kami yang telah menyelesaikan pendidikannya, membuatku lebih tenang dalam mengisi sisa-sisa hidupku ini. Aku merasakan sebuah ketenangan dan penerimaan total atas semua dua sisi sifat istriku yang aku cintai itu dengan sangat sadar.
Sadar bahwa memang hidup di dunia ini, akan selalu ada cobaan. Kita tak bisa merasakan sebuah nikmat bila kita selalu mempermasalahkan sesuatu yang kurang. Baik pada pasangan hidup kita, anak-anak kita atau orang-orang yang selalu bersifat kurang terpuji terhadap kita. Intinya adalah menyikapi semua hal dengan lapang dada dan sadar semuanya adalah skenario Allah Swt.
Karena sebuah kebaikan tentu lah hal yang menyenangkan yang tak perlu kita persoalkan. Bila kita menyukai seseorang karena kebaikannya, maka bersiaplah untuk pula menerima sifatnya yang tidak kita sangka, yang bila kia permasalahkan akan betul-betul menjadi masalah.
Saat ini yang aku kejar adalah sisa umurku yang tidak lama lagi, bila di sandingkan dengan umurnya Rasulullah. Maka oleh itu lah aku sangat bersyukur, karena sesuatu yang tadinya aku anggap sebuah beban ternyata adalah bentuk kasih sayang dari Allah Swt. Dengan memberikan sebuah pembelajaran dan didikan bertahun-tahun yang harus sangat payah harus ku emban, ternyata berbuah manis untuk ku petik di masa tua ini.
Jadi hidup ini memang sebuah perjalanan rohani yang harus selalu kita gali hikmahnya, agar semua yang kita temui dalam perjalanan singkat di dunia ini merupakan sebuah kesadaran. Sadar bahwa semuanya adalah kehendak-Nya. Karena bagaimana pun banyak ilmu yang telah kita pelajari, atau banyak buku yang telah kita baca, semuanya itu tidak akan berfaedah bila rasa ikhlas tidak ada dalam jiwa kita.
Tiada daya dan upaya melainkan semuanya datangnya dari Allah Swt.
( Tulisan ini merupakan kisahi perjalanan hidup seorang lelaki yang mungkin dapat di petik hikmahnya. Amin )
Sumber: Halimah Taslima/Eramuslim

Minggu, 01 November 2009

Bila Buah Hati tak Kunjung Hadir

Salah satu tujuan pernikahan adalah melahirkan generasi shalih yang akan meneruskan kehidupan Bani Adam di muka bumi secara umum dan mengemban tongkat estafet perjuangan umat dalam menyebarkan Islam kepada alam semesta secara khusus.
Allah SWT berfirman, artinya, “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa rasul sebelummu dan Kami memberikan kepada mereka istri-istri dan keturunan.” (Ar-Rad: 38).
Lahirnya anak-anak bagi suami istri merupakan kebahagiaan yang tidak tergantikan. Dapat segera menimang sang buah hati hasil dari cinta kasih keduanya dalam sebuah ikatan suci setelah pernikahan merupakan harapan yang sangat diimpikan.
Kehadiran anak akan menjadi hiasan indah bagi bangunan rumah tangga, tanpanya hati suami istri terasa hampa, tanpanya kebahagiaan pernikahaan keduanya seakan belum lengkap dan tanpanya rumah keduanya terasa sepi.
Namun ada satu perkara yang sudah dimaklumi bersama bahwa tidak seluruh keinginan manusia dapat terwujud, karena hidup memiliki Pengatur dan Penata, di tangan-Nya-lah segala urusan dipegang, maka terkadang ada suami istri yang susah punya anak, padahal keduanya sudah menikah beberapa tahun, bahkan telah menempuh segala upaya dan cara, namun sang buah hati belum juga lahir.
Sedih dan gelisah rasanya, lebih-lebih ketika orang-orang dekat di sekitar suami istri mulai menyodorkan pertanyaan yang menurut mereka ringan, namun bagi suami istri merupakan pukulan keras, “Kapan bapak menimang cucu? Kapan keponakanku hadir? Sudah sekian tahun kok masih berdua saja?”.
Dan pertanyaan-pertanyaan lain yang senada yang mungkin maksud pengucapnya adalah menyemangati atau sekedar pemanis sapaan, tetapi bagi yang bersangkutan, pertanyaan seperti itu bisa menjadi beban yang sangat memberatkan.
Hal semacam itu sangat manusiawi, namun jangan sampai berlebihan sehingga ia menjadi duri dalam rumah tangga yang mungkin mengarah kepada keretakan rumah tangga. Sikapi hal ini dengan wajar dan proporsional.
Pertama: Menyadari bahwa anak-anak adalah pemberian Allah dan Allah belum berkenan atau menunda pemberian tersebut karena suatu hikmah bijak yang Dia ketahui dan semoga kita pun berusaha untuk mengetahui. Ada apa dengan diriku sehingga Allah belum berkenan atau Dia menunda pemberian ini? Bukankah sebagai muslim kita meyakini bahwa apa pun yang Allah berikan kepada kita atau ambil dari kita merupakan kebaikan?
Kedua: Menyadari bahwa anak-anak merupakan ujian dan tanggung jawab yang tidak ringan, dengan asumsi bahwa Allah tidak memberikan anak kepada kita, berarti kita tidak memiliki tanggung jawab terhadapnya, dan ini artinya beban kita lebih ringan.
Ketiga: Melihat kepada orang-orang yang tidak Allah beri anak atau Dia menundanya. Dengan hal itu, kita bisa sedikit terhibur, ternyata tidak sedikit orang yang sama dengan saya dan mereka tetap bahagia. Karena sebab-sebab kebahagian itu berjumlah bukan satu saja, anak hanyalah salah satu sebab.
Coba kita tengok Nabiyullah Ibrahim al-Khalil, Allah memberinya anak manakala yang bersangkutan dan istrinya sudah tidak muda lagi, Allah berfirman, artinya, “Maka Kami sampaikan kepadanya berita gembira kelahiran Ishaq dan dari lshaq akan lahir Ya’qub. Istrinya berkata, Sungguh mengherankan, apakah aku akan melahirkan padahal aku adalah wanita tua dan suamikupun sudah tua pula? Sesungguhnya ini merupakan sesuatu yang benar-benar aneh.” (Huud: 71-72).
Ibrahim adalah Nabiyullah yang mulia, kurang apa beliau, meskipun demikian Allah tidak memberikan anak kepadanya melainkan di saat usianya tidak muda lagi, sekian lama menanti dan akhirnya penantian itu pun tiba. Jika hal semacam ini Allah tetapkan kepada beliau, tentu bukanlah suatu yang berlebihan jika hal itu terjadi terhadap diri kita. Dan seharusnya kita mengaca kepada hamba shalih tersebut.
Keempat: Bertawakal kepada Allah dengan menyerahkan masalah kepada-Nya semata. Sikap tawakal merupakan salah satu senjata seorang mukmin dalam menghadapi perosalan-persoalan sulit. Berapa banyak problem hidup yang terangkat oleh sikap tawakal yang kepada Allah, tanpa terkecuali problem kesulitan dalam mendapatkan keturunan.
Allah berfirman, artinya, “Dan barang-siapa bertawakal kepada Allah niscaya Dia akan mencukupkan keperluannya.” (Ath-Thalaq: 3). Sebuah janji yang pasti dari Allah bahwa dia akan mencukupi kebutuhan siapa yang bertawakal kepadaNya, tanpa terkecuali kebutuhan kepada hadirnya anak.
Rasulullah juga pernah menceritakan kepada kita tentang seekor burung yang mendapatkan rizki dengan berangkat pagi dalam keadaan perut kosong dan pulang sore dalam keadaan perutnya penuh, dan ini karena kesungguhannya dalam bertawakal kepada Allah, maka apalagi kita sebagai manusia yang memiliki lebih banyak cara dan sebab, tentu kita lebih patut untuk mendapatkan rizki, jika kita benar-benar bertawakal kepada Allah SWT, termasuk mendapatkan keturunan.
Namun jangan salah kaprah bahwa tawakal bukanlah berarti berpangku tangan dan berdiam diri tanpa upaya dan usaha.
Upaya semaksimal mungkin dan usaha sebatas kemampuan adalah sisi lain dari tawakal selain berpasrah diri kepada Allah, ibarat mata uang yang pasti memiliki dua sisi, satu sisi tawakal adalah kepasrahan dan sisi yang lain adalah usaha, jika mata uang hanya memiliki satu sisi saja maka ia tidak laku, demikian juga dengan tawakal.
Maka berusahalah dan berupayalah sebatas kemampuan dan kesanggupan Kita sebagai suami atau istri. Silakan berkonsultasi dengan ahlinya, menjalani terapi tertentu, mengkonsumsi makanan tertentu atau ramuan-ramuan tertentu, karena semua itu merupakan bagian dari tawakal Kita yang sebenarnya kepada Allah dan setelah semua upaya sudah Kita lakukan maka serahkan segalanya kepada Allah SWT.
Kelima: Bersabar. Allah sedang menguji kita dengan menunda kehadiran anak, ada kemungkinan Dia menyintai Kita, karena jika Allah 18 menyintai suatu, kaum maka dia akan menguji mereka. Dan dibalik ujian terdapat kebaikan dan pahala yang besar selama kita menyikapi ujian tersebut dengan penuh kesabaran.
Keenam: Berdoa. Doa adalah senjata seorang mukmin, pintu bantuan dan pertolongan yang tidak pernah tertutup, terbuka non stop 24 jam bahkan sepanjang hayat. Ketika kita sudah bertawakal dengan melakukan berbagai macam upaya, selanjutnya memasrahkannya kepada Allah, maka tambahi langkah tersebut dengan berdoa kepada-Nya, mengetuk pintu karunia-Nya, semoga Dia berkenan membuka pintu-Nya untuk Kita.
Nabi Ibrahim al-Khalil termasuk terlambat dalam mendapatkan anak dan keduanya tetap gigih berdoa kepada Allah sehingga harapannya terwujud. Ibrahim berkata, “Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku seorang anak yang termasuk orang-orang shalih. “Apa jawaban Tuhannya? Jawaban-Nya, “Maka Kami memberinya berita gembira dengan seorang anak yang sangat sabar. ” (Ash-Shaffat: 1 00-101).
Ketujuh: Kalau Kita pikir lebih mendalam ternyata di balik keterlambatan hadirnya anak mengandung banyak pahala dari Allah. Kalau Kita bersabar maka Kita meraih pahala sabar. Kalau Kita bertawakal maka Kita meraih pahala tawakal. Kalau Kita berdoa maka Kita meraih pahala doa dan begitu seterusnya. Cobalah melihat kepada sisi ini niscaya kehampaan rumah akibat belum hadirnya anak akan terimbangi.
Kedelapan: Ini yang terakhir, mohon Kita tidak tergoda oleh langkah-langkah yang menyimpang dari ajaran agama atau cara-cara syirik untuk mendapatkan anak, tidak punya anak bukan merupakan suatu dosa, lalu untuk apa kita harus bersusah payah meraihnya dengan melakukan syirik kepada Allah?
Janganlah menjadi bapak ibu yang rela berbuat syirik kepada Allah demi kelahiran anak, hal ini Allah sebutkan dalam firman-Nya, “Tatkala Allah mengaruniakan mereka seorang anak laki-laki yang sempurna, maka keduanya menjadikan sekutu bagi Allah dalam hal anak yang Dia karuniakan kepada mereka. Mahasuci Allah dari perbuatan syirik mereka.” (Al-A’raf: 190).
Sumber : Buletin Dakwah An-Nur Thn. XIV No. 729 - 30 Oktober 2009

Rabu, 28 Oktober 2009

Saat Istri Enggan...

Sore itu, saya datang ke rumahnya. Wajahnya tampak lesu. Tidak seperti biasanya, semangat hidup yang selama ini terpancar dari raut mukanya seakan mulai redup. Saya mencoba untuk menelusuri apa yang tengah terjadi pada dirinya.
Ia bercerita, "Akhir-akhir ini, rumah tangga kami kurang harmonis, saya mudah terpancing emosi. Itu bermula sejak beberapa waktu yang lalu, saat istri saya menolak 'keinginan' saya. Jiwa saya tidak bisa tenang, hati saya selalu resah dan berbagai pikiran jelek berkecamuk dalam otak saya..."
Ia berhenti sejenak, menghela nafasnya. Kemudian ia melanjutkan, "Apakah Arif pernah mengalami seperti yang saya rasakan?"
Saya hanya tersenyum, "Alhamdulillah, sejak menikah sampai saat ini, rumah tangga kami akur dan segala persoalan dapat kami atasi dengan baik," jawab saya datar.
"Arif beruntung, dikarunia seorang istri yang solihah dan sangat pengertian, beda dengan saya yang harus banyak sabar..."
"Ah, biasa saja akhi, namanya hidup, kita tak lepas dari masalah, barangkali saat ini ujian kehidupan yang menimpa kami masih belum sekuat akhi, mudah-mudahan saja, kami bisa tetap harmonis selamanya". Iapun turut mengamini doa saya.
Ia kembali bertanya, "Apa rahasianya akhi, untuk bisa hidup tentram, bahagia dan harmonis?"
"Saya belum tahu banyak, hanya saja saya pernah membaca, bahwa dengan selalu menjalankan perintah Allah swt, dan menghidupkan suasana agama di dalam rumah, rumah akan terasa tentram dan hubungan antar keluarga akan harmonis", jawab saya seadanya.
Itulah sepenggal kisah seorang sahabat saya, yang telah menikah sejak tiga tahun yang lalu. Kisah yang barangkali juga dialami sebagian pasangan suami-istri. Diantara mereka ada yang dapat bersikap bijak dan lapang dada, dan tak sedikit yang larut dalam emosi dan mencari pelampiasan pada yang haram, nau`zubillahi mindzalik!
Keharmonisan rumah tangga merupakan harapan pasangan suami-istri. Hidup yang selalu dihiasi dengan kata-kata cinta, belaian kasih sayang, pelukan kemesraan dan kecupan- kecupan rindu. Hidup yang sakinah, penuh mawaddah dan rahmah. Betapa ketentraman, dan ketenangan itu selalu menjadi sumber kekuatan untuk menyapa hari, mendaki puncak prestasi dan melewati berbagai rintangan hidup.
Namun, kehidupan di dunia butuh proses. Semua yang kita inginkan tidak bisa didapatkan begitu saja. Ia perlu usaha, kerja keras dan doa yang tak pernah henti.
Membina sebuah rumah tangga yang bahagia, tentram dan damai, butuh kesabaran dan kelapangan hati. Banyak hal yang barangkali kita temukan dari pasangan yang kita sendiri belum bisa menerimanya. Tapi, jika hal itu dapat kita atasi dengan bijaksana, ia akan menjadi sarana untuk saling berbagi dan melengkapi.
Seseorang pernah bercerita pada istri saya, bahwa ia butuh waktu 5 tahun untuk menyesuaikan diri, saling memahami dan pengertian antara dirinya dan suaminya. Waktu yang cukup lama memang. Tapi itulah proses yang mesti dijalani, dan ketika proses itu sanggup dilewati maka kebahagiaan pun bersemi indah.
Penolakan istri terhadap 'keinginan' suami mungkin berat untuk dirasa oleh suami. Disaat keinginannya harus dipenuhi, disaat ia butuh belaian cinta dan kemesraan, istri seolah tidak peduli. Dalam keadaan demikian, seorang suami tidak boleh bersikap egois, gegabah dan emosi. Tidak hanya mementingkan kehendaknya saja, tanpa mencoba mengetahui alasan dan memperdulikan kondisi serta keadaan istri.
Ada 2 faktor yang bisa kita ketahui. Pertama faktor zahir yaitu jasmani. Dan kedua adalah faktor batin, yaitu hati dan pikiran. Dalam hal faktor jasmani, barangkali istri sedang tidak sehat, kondisi tubuhnya lagi capek, setelah seharian bekerja, sehingga membuatnya kurang bersemangat memenuhi ajakan suami.
Sedangkan dalam hal faktor batin, barangkali istri sedang mengalami ketidak tenangan hati, karena banyak beban pikiran dan masalah atau karena hal lainnya.
Suami pun perlu me-muhasabahi dirinya. Barangkali selama ini ada hak istri yang tidak terpenuhi, janji-janji yang tidak ditepati, berbuat salah, melukai perasaan istri, istri jarang disayang, selalu di-cuekin, suami terlalu sibuk dengan kerja di luar rumah, suami egois, tidak perhatian, tidak pernah membantu kerja istri mengurus rumah, anak, dan lainnya.
Maka sebagai solusi terhadap faktor pertama; suami harus pengertian, lapang hati dan sabar, memaafkan sikap istri, dan memahami kondisi istri. Dan faktor kedua; dekati istri, berbicara dari hati ke hati, pada saat yang tepat, seperti usai baca al-Qur`an, setelah shalat, ketika hati dan pikiran lagi tenang, ajak dengan penuh cinta dan kasih sayang dan perhatian tulus. Berikan pengajaran yang baik pada istri, jika ia salah dan keliru, sampaikan dengan penuh hikmah dan mau`izhah hasanah.
Dan jika penyebabnya berasal dari suami, maka minta maaflah pada istri, berjanjilah padanya untuk tidak mengulangi lagi kesalahan itu, memperbanyak kebaikan setelah itu, beri istri hadiah, ajak ia jalan-jalan, dan lainnya.
Dengan demikian seorang suami harus bisa berpikiran positif, selalu berbaik sangka dan berlapang hati. Tidak berpikiran jelek dan cepat berburuk sangka pada istri. Hendaknya suami dapat bersabar dan bertanya secara baik-baik.
Menghidupkan nuansa dan suasana agama di dalam rumah merupakan diantara faktor tentram dan damainya suasana di rumah. Hal itu dapat dilakukan dengan merutinkan setiap hari shalat malam, shalat fardhu tepat waktu, membaca azkar pagi dan petang, membaca dan mentadabburi al-Qur`an. Mempelajari buku-buku agama, seperti buku tafsir, hadits, aqidah, fiqh, sirah Rasulullah saw, para sahabat-sahabat beliau, dan seterusnya. Jika suasana agama hidup dalam rumah tangga, bisa dipastikan, insya Allah rumah itu akan senantiasa dinaungi rahmat Allah swt, dikunjungi malaikat dan dijauhi setan.
Nah, hal ini patut untuk dievaluasi bersama, dengan keterbukaan hati dan kelapangan dada serta kejernihan fikiran. Seorang suami adalah imam bagi istrinya. Ia harus menjadi teladan dalam setiap hal. Ketika istri melihat suami begitu giat beribadah, istri akan terpacu untuk mengikuti. Disamping itu, sehendaknya seorang suami meluangkan waktunya setiap hari untuk membimbing istrinya ajaran-ajaran agama, membacakan padanya buku-buku tafsir, hadits, aqidah, akhlak, dan lainnya.
Hal itu haruslah dilakukan dengan penuh cinta dan kasih sayang, perhatian yang tulus dan secara istiqamah. Kesalahan istri diluruskan dengan cara yang bijak dan lembut dan kekeliruan istri diperbaiki dengan belaian cinta dan kasih sayang.
Sehingga dengan itu, hati istri akan terpanggil untuk merubah prilakunya yang selama ini salah dan mungkin menyimpang.
Pada akhirnya, setiap orang dari suami dan istri harus selalu mentajdid (memperbaharui) niat, apa sesunggguhnya niat untuk menikah dahulu, apa harapan dan cita-cita yang ingin diwujudkan dari pernikahan itu. Juga memperkuat keimanan, selalu bertaqarrub pada Allah, karena ketika kita dekat dengan Allah swt, hati akan baik, dengan baiknya hati, akan baiklah kata-kata, sikap, buah pikiran, pribadi, akhlak, dan pergaulan dengan manusia.
Dan juga harus saling mengingatkan akan tugas dan tanggung jawab masing-masing. Menghilangkan sikap ego, selalu berpikiran jenih, berbaik sangka, mudah memaafkan, dan senantiasa berdoa kepada Allah swt.
Barangkali sidang pembaca belum puas dengan apa yang saya tuliskan, saya menyarankan anda untuk (lebih mendalam) membaca buku-buku yang berkenaan dengan pembahasan di atas. Apa yang saya tulis hanyalah sekelumit dari ilmu, pengalaman dan nasehat berharga yang saya dapatkan dari orang lain. Semakin anda membaca, mengamati dan mendengarkan pengalaman-pengalaman berharga dari orang lain, akan banyak nilai positif dan solusi yang akan anda dapatkan.
Semoga kebahagiaan selalu menemani hari-hari kita. Amin
Salam cinta dari Kairo

Sumber: M. Arif As-Salman / eramuslim

Selasa, 27 Oktober 2009

Pensiun dari Facebook

Awal September 2009.Telepon Jamal bordering, terdengar suara istrinya diseberang sana.“Papa, Rastri udah ngelahirin, bayinya cowok. Ga jadi cesar, karena menurut dokter bisa normal” telepon Jasmine ke suaminya Jamal.“Alhamdulillah, akhirnya lahir dengan normal” jawab Jamal mengingat adik bungsunya Rastri yang kesulitan dalam proses persalinan. Buru-buru dia menelpon adiknya Rastri untuk menanyakan kabarnya dan kesehatan bayinya.“Hai, Rastri aku kirimin dong foto baby-mu?” Tanya Jamal via telepon ke adiknya itu.“Aku udah upload di facebook. Bisa dicheck statusku” jawab Rastri ke abangnya*****************************************Oalah, Jamal demam facebook juga. Dulu pernah istrinya Jamal membuka account friendster untuk pertemanan, namun Jamal tidak menyukainya. Alasannya, tidak ada gunanya dan membuka peluang pertemanan dengan cowok lain. Pokoknya bisa jadi akan timbul gejolak di hati yang bisa menjadi fitnah!*****************************************Begini awalnya. Januari 2009. Jamal bertemu teman lama di SMA. Dari temannya ini, Jamal tahu bahwa teman-teman SMA berkumpul di ajang facebook. Mereka berdua berhaha-hihi menanyakan kabar teman-temannya yang lain. Ujung-ujungnya, si kawan lama ini minta Jamal gabung dengan grup alumni SMA di facebook. Biar gaul, alasan kawan tersebut!Jadilah Jamal berkutak-katik bagaimana caranya gabung ke facebook. Beli blackberry nggak mungkin. Akhirnya ketemu juga settingan GPSR di hape Nokia-nya, biar bisa akses internet. Jadi juga Jamal “main” facebook. Ketemu banyak teman SMP, SMA, kuliah dan teman-teman kantor di pelosok daerah. Gak pandang bulu, cowok ataupun cewek. Hati Jamal sedikit gundah, dia merasa mengkhianati istrinya. Dulu dia melarang istrinya maen friendster, eh sekarang malah Jamal kegilaan facebook. Ah, ini kan Cuma pertemanan biasa, kata hati Jamal yang lain. Dari melihat update status dan comment status kawan-kawan di facebook, Jamal mulai melihat foto-foto kawanya yang perempuan atau foto istri-istri kawannya. Hati Jamal berdesir, ah ini kan tidak boleh. Tapi ini khan buat pertemanan, lagian tidak ada niatan apa-apa koq, hibur hati Jamal yang lain.***************************************Pertengahan September 2009. Klik, Jamal mengunci pintu rumah. Jamal melepas sepatu dan bergegas ke meja makan. Maklum belum makan malam, kena macet di jalan. Istrinya Jasmine menyiapkan makan malam.“Papa, tadi Rastri sms-an sama aku” cerita Jasmine“Oh ya, bagaimana kabar Rastri?” Tanya Jamal sambil mengambil piring.“ Kabar baik, katanya anaknya mirip ama Rastri” jawab Jasmine. “ Mirip Rastri ya, pasti matanya besar” cetus Jamal.“Papa gak usah pura-pura deh. Bukannya Papa yang bilang begitu di comment statusnya Rastri. Papa mainan facebook khan” serang Jasmine.Jamal terdiam. Sebuah vonis dijatuhkan. Satu sisi dia bersyukur bisa sembuh dari kemunafikan. Sisi lain dia tidak tahan melihat Jasmine bersedih dan tubuhnya bergetar.“Papa dulu khan melarang Mama ikut friendster. Alasannya karena banyak mudharatnya, sekarang malah Papa mainan facebook. Papa sudah menodai kepercayaan Mama pada Papa” tangis Rastri.“Tapi ini khan gak ada apa-apa Ma” elak Jamal.“Bagaimana tidak ada apa-apa, bukannya setiap komentar ada foto-fotonya. Kalo ada foto teman Papa yang wanita, apa Papa merasa nyaman melihat wanita bukan muhrim. Bukankah hati kita mudah tergoda untuk melihat lawan jenis” jelas Jasmine. “Iya, Ma. Papa salah. Mohon dimaafkan” jawab Jamal.“Jangan karena takut sama manusia Pa. Takutlah kepada Allah akan dosa zina mata dan hati” saran Jasmine sambil menangis. “Pokoknya Papa harus tutup itu facebook, kecuali kalau sama Rastri ya boleh saja berkomunikan. Mama ikhlas dunia akhirat hanya itu saja. Terus copot itu foto Papa, bikin wanita lain tergoda juga. Istighfar Pa” pinta Jasmine. “Bukannya Papa bilang ih, amit-amit, facebook khan bikinan Yahudi. Kenapa sekarang Papa lupa semua itu.” Kata JasmineJamal lirih “ Astaghfirullahal azhim. Ya Ma, besok Papa akan hapus pertemanan dengan kawan-kawan lain”. Jamal terdiam, lidahnya kelu, matanya menangisi dirinya yang bodoh selama 9 bulan terakhir ini.Betapa banyak waktu tersia-siakan untuk update status dan baca komentar status “yang nggak penting banget” atau status “saru” dari kawan-kawannya. Betapa sering mata melihat foto-foto teman wanitanya di facebook. Hati Jamal sempat berdesir, ah cantik juga ya sekarang. Beda sama Jasmine ya. Nah, setan mulai menggodanya untuk menjadi teman dari temannya di facebook itu. Tidak, saya harus berhenti dan bertaubat dari kegilaan ini, tekad Jamal. Biarin saja dibilang nggak gaul, yang penting agama saya selamat dan rumah tangga utuh.*****************************************"Telah ditulis bagi setiap bani Adam bagiannya dari zina, pasti dia akan melakukannya, kedua mata zinanya adalah memandang, kedua telinga zinanya adalah mendengar, lidah (lisan) zinanya adalah berbicara, tangan zinanya adalah memegang, kaki zinanya adalah melangkah, sementara qalbu berkeinginan dan berangan-angan, maka kemaluanlah yang membenarkan (merealisasikan) hal itu atau mendustakannya". [HR. Al-Bukhoriy (5889) dari Ibnu Abbas, dan Muslim (2657) dari Abu Hurairah]*****************************************Akhir September 2009. Update status. Jamal : “MOHON MAAF REKAN-REKAN, KALAU ADA SALAH KATA. MAU PAMITAN DARI facebook”. Dhes, Jamal menghapus semua pertemanan di facebook. Juga men-delete foto profilnya. Jamal pensiun dari facebook yang diminatinya 9 bulan terakhir. Hal-hal yang mungkin bisa menyelamatkan agamanya dan menghindarkannya dari zina mata-zina hati dan fitnah yang lebih besar. Kapan Anda pension?(inspirasi dari curhat teman)

Sumber: Anandita /Eramuslim
Televisi, Musuhku

Hari ini, sekian bulan sudah kami tidak menyetel tv. Antenanya kami cabut. Alhamdulillah anak-anak sudah terbiasa dengan keadaan tsb, walau pada awalnya susah, tapi lama-lama akhirnya terbiasa. Oya, program ini sudah 2 tahun kami coba, dan kali ini adalah interval yang paling lama - 2 bulan lebih. Kami pun, orang tua, mulai terbiasa. Mudah-mudahan ALLAH memberi kepada kami keistiqomahan untuk tetap teguh pada keputusan ini; tak ada tv di rumah, sampai acara tv melepaskan diri dari kontent maksiat, menunjang cita-cita kami; keluarga qurani.
Kami selalu berdoa agar ALLAH menghindarkan kami sekeluarga dari tv dan pengaruh buruknya, menjauhkan kami dari tv sejauh-jauhnya, sejauh timur dan barat. Kami amat khawatir jika tidak teguh denga pendirian ini, karena membawa tv ke dalam rumah adalah bencana. Bencana dunia dan akhirat.
------TV amatlah merusak. Sinetron yang mempertontonkan aurat perempuan; buah dada, rambut, leher, pundak, perut, paha, betis dll. Lalu iklan yang mempertontonkan hal yang sama di atas. Bahkan acara talkshow, berita dan acara informasi 'baik & berkualitas' yang semisal pun tak lepas dari tontonan aurat. Pembawa berita yang cantik, bibir seksi, rambut terurai, bahkan buah dada yang menonjol plus betis yang mulus. Mau kemana kita? kemana pun kita ubah channel tv kita, pasti kita akan menemukan hal-hal rusak tsb.
Belum lagi acara yang memang sengaja dikemas untuk memancing syahwat yang hostnya berpakaian seksi, tamunya perempuan-perempuan berpakaian seksi, obrolannya pun sengaja diarahkan kepada hal-hal yang seks, belum lagi kalau tamunya disuruh menyanyi, lalu bergoyang-goyang... sungguh sebuah bencana!
Juga film-filmnya, yang ini tak usah dibahas kerusakannya-karena pasti rusak. Siapa yang tidak setuju dengan ini, berarti otaknya telah rusak.
Ceramah agama? Acara ini memang mendatangkan manfaat, tapi setelah itu? kita akan disuguhkan dengan iklan yang merusak. 15 menit siraman ruhani, terhapus dengan tayangan iklan sabun atau shampoo.... mana tahannn.
Rumah menjadi seperti diskotik. Hingar-bingar. Kadang berisik dengan dialog,lalu senyap sebentar, setelah itu berisik dengan musik-musik iklan. Brang-breng-brang-breng, lalu berganti dengan yang lain. Rumah tidak membawa ketenangan, berisik, sempit sekali kesempatan untuk mengingat ALLAH, untuk merenung, karena hati kita telah dirampok oleh tv.
Belum lagi acara musik yang berisi lagu-lagu yang menyimpangkan kaum muslimin dari cita-cita mulia, syair-syair maksiat & cengeng, menyeru pada dunia, melupakan jihad, belum lagi penampilan mereka yang memalukan, gaya yang tak sesuai dengan nilai islami dll.
Kita bisa mengontrol tv?Ada yang bilang, tak semua acara tv rusak, masih ada manfaat yang bisa diambil. Memang betul. Tapi bagaimana mengambilnya? Apakah setiap saat kita memegang remote untuk menghindar dari pengaruh buruk tv? setiap saat kita memegang remote untuk mencari-cari acara yang bermanfaat? setiap saat kita memejamkan mata dari gambar-gambar yang merusak?
Apakah setiap saat kita mendampingi anak-anak kita? setiap saat kita menceramahi mereka sambil menonton tv, yang ini tidak boleh-yang itu boleh? Bukankah kita pasti keluar dari rumah, bekerja, dan mengurus hal-hal yang berkenaan dengan kehidupan kita? bagaimana ketika anak-anak tak ada yang mendampingi?
Apakah kita bisa mengontrol tayangan iklan yang merusak? kita bisa memilih iklan apa saja yang ditayangkan untuk acara tertentu? atau kita bisa memprediksi iklan apa saja setelah itu? bagaimana saat di tengah acara tertentu lalu tiba-tiba datang iklan film india yang biasanya penampilan artis perempuannya mengundang nafsu syahwati? nehi, nehi... aca, aca...
Mengontrol, malah dikontrolKalaupun niat awalnya adalah untuk mengontrol, lama-lama kita yang dikontrol. Kita menjadi ketagihan dengan acara tv. Niat awal untuk mengambil manfaat, lama-lama tertarik dengan acara yang lain; lawak, ketawa-tawa, haha-hihi, lama-lama hati kita menjadi keras karena canda-tawa, lihat-lihat acara musik sedikit, lihat sinetron sedikit, "untuk memantau" katanya, lama-lama malah nonton film. Yang tadinya membatasi film yang 'biasa' menjadi film yang 'tak biasa', lalu film romantis, walah....
Ingat pribahasa "dari mana datangnya cinta, dari mata turun ke hati". Niat awal hanya memilih yang baik-baik, lama-lama kecantol dengan yang sedikit tidak baik, lalu keterusan ke yang tidak baik. Itulah hati, ibarat perut, dari makan 1/2 piring, lalu 3/4 piring, meningkat 1 piring, lama-lama nambah...itulah tipu daya syaitan.
Hati menjadi gelisah. Satu hari tak melihat tv menjadi tidak tenang. Selalu cari alasan untuk menyetel tv. "Mau cari berita" katanya, padahal kalo ditelisik kepada hati yang lebih dalam adalah karena ingin memenuhi syahwat.
Hasbunallah wani'mal wakil, ternyata susah sekali mengontrol tv. Kita, jika ingin mengambil manfaat tv, ibarat ingin mengambil sebutir beras yang tertimbun di dalam tumpukan kotoran sapi. Tak bisa tidak, pasti terkena kotorannya. Daripada repot membersihkan tangan, mending tak usah diambil sama sekali. Ingatlah akan sebuah kaidah ushul fiqih: "menghindar dari keburukan lebih diutamakan daripada mengambil manfaat". Cari media lain; koran, internet, radio - yang relatif lebih bisa dikontrol.
Rumah, benteng pertahanan terakhirRumah adalah benteng pertahanan kita. Setelah satu hari berkutat bekerja di luar rumah plus kemaksiatan yang banyak sekali, kita pulang ke rumah dengan harapan ia melindungi kita dari segala kemaksiatan. Tapi apa yang kita dapati di rumah? tv siap mengajak kita untuk bermaksiat kembali. Bukannya berkurang intensitas kemaksiatan, malah bertambah...tragis.
Tak ada ruang untuk istirahat dari maksiat. Di luar rumah kita bermaksiat, pulang ke rumah bermaksiat lagi. Padahal kita sering berdoa : "waj'alil mauta rohatan lana minkulli syarr (Jadikan ya ALLAH kematian kami sebagai istirahat dari segala keburukan)"
Ternyata benteng terakhir kita, telah jebol. Rumah kita, yang seharusnya menjadi tempat kontemplasi, merenung, tempat kita mendidik anak-anak kita, tempat mentarbiyah diri dan keluarga kita telah dimasuki oleh berhala baru, sumber maksiat baru, rumah kita telah berubah menjadi sarang maksiat, la haula walaa quwwata illa billah...
Cita-cita kita adalah menjadikan keluarga kita menjadi keluarga qurani, keluarga yang selalu berinteraksi dengan alquran, keluarga yang menjadi imam bagi orang-orang bertaqwa "waj'alna lil muttaqiina imaama (jadikan kami imam orang-orang bertaqwa)". Tapi bagaimana caranya jika pagi, siang, sore, malam selalu disuguhkan dengan acara-acara tv? kapan kita dan mereka belajar membaca alquran? kapan menghafal alquran? kapan mempelajari arti perkalimat dari alquran? kapan mempelajari hadist nabi yang mulia? menghafalnya? belajar fiqh? apakah setelah nonton lawak? atau setelah menonton gadis seksi? apa bisa mencampur alhaq dengan batil? "wala talbisul haqqa bil baatil - janganlah mencampur alhaq dengan albatil"
Anak-anak menjadi susah diatur, menjadi tidak disiplin dalam belajar, tidak disiplin belajar dan membaca alquran. Selalu cari alasan untuk mengundur-undur waktu. Setelah film kartun inilah, setelah acara inilah, nonton lawakan itu dululah dll. Fikiran mereka menjadi tidak fokus, secara tidak sengaja kita telah mengajarkan diri kita dan mereka untuk cinta kepada dunia, menjadi hamba dunia, diri kita menjadi lengket pada dunia (maa lakum idza qiila lakum infiru fi sabilillahi ats-tsaaqoltum ilal ardh? kenapa jika diperintahkan kepada kamu berperanglah di jalan ALLAH, kamu 'lengket' pada dunia?) diri kita tidak bisa 'terbang' ke langit menuju angkasa bebas, bebas mencintai ALLAH dan RasulNya, cinta kepada jihad. Kepala kita penuh dengan acara-acara televisi, tak ada lagi informasi mengenai almuslimun almustadhafun, kepada kaum muslimin yang tertindas di afghan, iraq, palestina, kaukasus, dll.
Hati ini tidak lagi indah. Tidak indah dengan muhasabah, dengan jihad, kerinduan syahid di jalan ALLAH, kebencian kepada musuh - malah kita satu barisan dengan musuh karena gandrung dengan produk mereka, nonton film mereka, suka dengan tokoh-tokoh mereka, tertawa bersama mereka.
Malam kita tidak lagi menjadi malam yang indah, malam penuh dengan kesenyapan, meresapi keheningan bersama ALLAH sebelum tidur, karena suara-suara tv selalu memanggil-manggil, malam kita tidak lagi seperti malamnya orang shalih, yang hanya diisi oleh suara senyap, tapi berganti dengan suara-suara yang menyimpangkan dari mengingat ALLAH - "waminannas man yattakhidzu lahwal hadist liyudhilla 'an sabilillah (dan diantara manusia itu ada yang membuat/mengambil suara-suara yang menyesatkan dari jalan ALLAH)"
Tidur kita menjadi tidur setelah maksiat, tidur setelah menonton acara syahwati, minimal setelah menonton pembawa acara / pembaca berita yang cantik, hati bergemuruh, tak tenang, mata kita yang terpejam diiringi dengan kelebatan gambar-gambar yang telah kita tonton sebelumnya, membuat syaithan lebih mudah untuk mengikat kita di tempat tidur, susah untuk bangun qiyamul lail maupun sholat subuh di masjid dan tilawah alquran setelahnya. Bangun tidur kita menjadi bangun tidur yang penuh dengan penyesalan, sesal karena telah bermaksiat yang menyebabkan kemaksiatan baru.
Lalu kita berazam untuk tidak terjebak lagi pada kesalahan itu, tetapi peristiwa itu berulang lagi, dan lagi, dan lagi.... Kenapa? karena berhala itu masih ada di rumah kita, ia masih hidup dan mampu menyihir kita, sedikit demi sedikit. Lain halnya jika kita ambil tindakan tegas : cabut antena!
-------
Menyingkirlah dari dunia, walau sebentar.Ada sebuah perkataan dari seorang sahabat yang mulia kepada sahabatnya yang juga mulia karena mereka adalah para sahabat-sahabat mulia dari seorang nabi yang teramat mulia - shallallahu 'alaihi wasallam, yaitu Abdullah bin Rawahah kepada Abu Darda : "Akhi, ta'nul nu'minu sa'ah (marilah saudaraku kita beriman sebentar)" atau mu'adz bin jabal yang berkata kepada para sahabatnya "ijlis bina nu'minu sa'ah (duduklah bersama kami, kita beriman sejenak)". Menyingkirlah dari tv, menyingkirlah dari dunia, walau sebentar.
Ghuraba-un hakadzal ahraru fi dun-yal abiid (ghuraba, beginilah kami membebaskan diri dari penghambaan kepada dunia)....(nasyid ghuraba)
Ya ALLAH jauhkan kami dari tv, dari keburukannya, hindarkan kami dari tv, jauhkan kami sejauh-jauhnya, jauhkan kami sejauh timur dan barat, berikan kami keteguhan atas sikap ini, jauhkan kami dari kerinduan terhadapnya, berikan kami pengganti yang lebih baik dan lebih menyelamatkan dunia dan akhirat kami.
Allahumma ij'alil hayata ziyadatan lana fi kulli khaiir (Jadikan ya ALLAH kehidupan kami sebagai sarana menambah segala kebaikan), amiin.

Sumber: Yudian Budianto / Eramuslim

Minggu, 25 Oktober 2009

Tobatnya Shahabat Anshar yang Melihat Wanita Mandi

Betapa generasi shalafus shalih telah melahirkan orang-orang yang terbaik di zamannya, yang sangat sulit akan ditemukan di zaman ini. Seperti diriwayatkan dari jabir bin Abdullah al Anshari radhiyallahu anhu: “Ada seorang pemuda Anshar masuk Islam, bernama Tsa’labah bin Abdurrahman”, ucapnya. Pemuda itu sangat senang dapat melayani Rasulullah Shallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Suatu ketika Rasulullah Shallahu ‘Alaihi wa Sallam menyuruhnya untuk suatu keperluan, maka pemuda itu melewati sebuah pintu rumah lelaki Anshar, dan pemuda itu melihat seorang wanita Anshar sedang mandi. Lalu, pemuda yang bernama Tsa’labah itu, takut kalau Allah menurunkan wahyu kepada Rasulullah Shallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan memberitahukan tentang perbuatannya, maka ia pun lari sekencang-kencangnya menuju gunung-gunung yang ada antara Mekah dan Madinah untuk bersembunyi.
Nabi Shallahu ‘Alaihi wa Sallam, kehilangan Tsa’labah selama empat puluh hari, maka turunlah Jibril alaihis sallam kepada Nabi Shallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan mengatakan, “Wahai Muhammad, sesungguhnya Tuhanmu mengirimkan salam dan berfirman kepadamu , “Sesungguhnya ada seorang lekaki dari umatmu telah berada di gunung-gunung ini memohon perlindungan kepada-Ku”.
Maka, Nabi Shallahu ‘Alaihi wa Sallam, bersabda, “Wahai Umar dan Salman carilah Tsa’labah bin Abdurrahman dan bawalah ia kepadaku”. Selanjutnya, Umar bersama dengan Salman berjalan keluar dari jalan-jalan Madinah, dan bertemu dengan seorang pengembala di Madinah bernama Dzufafah, dan Umar bertanya kepadanya, “Apakah kamu tahu seorang pemuda yang berada di gunung ini, namnya Tsa’labah?”. Dzufafah menjawab, “Barangkali maksudmu adalah lelaki yang lari dari neraka jahanam?”. Umar bertanya, “Apakah yang kamu maksudkan bahwa ia lari dari neraka jahanam?”.
Dzufafah menjawab, “Karena, jika di waktu malam telah tiba, maka ia datang kepada kami dari tengah gunung-gunung ini dengan meletakkan tangannya diatas kepalanya sambil berteriak, “Wahai, seandainya, Engkau cabut nyawaku, dan Engkau matikan tubuhku, dan tidak membiarkan untuk menunggu keputusan takdir-Mu”. Dan, Umar menjawab, “Dialah lelaki yang kami maksudkan”, ucapnya. Kemudian, Umar datang kepadanya dan mendekapnya, dan Tsa’labah bekata, “Wahai Umar. Apakah Rasulullah Shallahu ‘Alaihi wa Sallam, tahu tentang dosaku?”. Umar menjawab, “ Saya tidak tahu, hanya kemarin beliau menyebutmu, lalu menyuruhku dengan Salman mencarimu”. Tsa’labah berkata, “Wahai Umar, janganlah engkau bawa aku kepada Nabi Shallahu ‘Alaihi wa Sallam, kecuali beliau sedang shalat. Maka, Umar segera kedalam barisan shalat bersama dengan Salman. Dan, ketika Tsa’labah mendengar bacaan Nabi Shallahu ‘Alaihi wa Sallam jatuh pingsan.
Ketika Rasulullah Shallahu ‘Alaihi wa Sallam sudah salam, Beliau bersabda, “Wahai Umar, wahai Salman apa yang dilakukan Tsa’labah?”. Keduanya menjawab, “Ini dia Rasulullah”. Kemudian, Nabi Shallahu ‘Alaihi wa Sallam berdiri menggerak-gerakan badan Tsa’labah, dan membangunkannya”. Lalu, Rasulullah bertanya, “Mengapa engkau menghilang dariku?”. “Dosaku sangat besar, wahai Rasulullah”, ucap Tsa’labah. Dan, Nabi Shallahu ‘Alaihi wa Sallam, bersabda, “Tidakkah aku pernah tunjukkan kepadamu ayat yang menerangkan penghapusan dosa dan kesalahan”. “Ya, wahai Rasulullah”, jawab Tsa’labah. Nabi Shallahu ‘Alaihi wa Sallam, bersabda, “Bacalah”. “ …Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia, dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa api neraka”. (al-Baqarah : 201).
Tsa’labah berkata, “Wahai Rasulullah, dosaku sangat besar”. Nabi Shallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Bahkan firman Allahlah yang paling besar”. Kemudian, beliau menyuruhnya pulang ke rumahnya. Sejak itu, Tsa’labah sakit selama delapan hari, kemudian datang Salman kepada Rasulullah Shallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan berkata, “Wahai Rasulullah, sudah tahukah engkau berita tentang Tsa’labah? Sesungguhnya, ia sedang sakit keras, karena perasaan dosanya”. “Marilah kita menjenguknya”, ucap Rasulullah.
Sesudah Rasulullah Shallahu ‘Alaihi wa Sallam, sampai di rumah Tsa’labah, meletakkan kepala Tsa’labah diantas pangkuannya. Tetapi, setiap kepalanya diletakkan dipangkuan Rasulullah, selalu Tsa’labah menggesernya. “Kenapa kamu geserkan kepalamu dari pangkuanku?”, tanya Rasulullah Shallahu ‘Alaihi wa Sallam. “Kapalaku penuh dengan dosa, wahai Rasulullah”, jawab Tsa’labah. Nabi Shallahu ‘Alaihi wa Sallam bertanya , “Apakah yang kamu lakukan?”, tanya Rasulullah Shallahu ‘Alaihi wa Sallam. “Seperti rayap dan semut berada diantara tulang, daging dan kulitku”, jawab Tsa’labah. “Apakah yang kamu senangi?”, tanya Rasulullah Shallahu ‘Alaihi wa Sallam. “Ampunan Tuhanku”, jawab Tsa’labah.
Kemudian, Jabir berkata, “Ketika itu turunlah Jibril Alaihisallam, mengatakan, “Wahai Muhammad, sesungguhnya Tuhanmu mengirimkan salam padamu, dan berfirman, “JIka hamba-Ku ini menemui-Ku dengan dosa sejengkal tanah, maka Aku akan menemui dengan sejengkal ampunan”. Ketika itu, Rasulullah Shallahu ‘Alaihi wa Sallam memberitahu Tsa’labah, dan seketika itu, Shahabat Tsa’labat menjerit, karena senang, dan kemudian meninggal.
Rasulullah Shallahu ‘Alaihi wa Sallam, menyuruh para Shahabat lainnya,memandikan dan mengkafaninya. Ketika, beliau meshalatinya, belaiu datang berjalan dengan merangkak. Ketika dimakamkan, beliau ditanya, “Wahai Rasulullah, kami melihatmu berjalan merangkak”. Kemudian, Rasulullah Shallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Demi Allah yang telah mengutusku sebagai Nabi dengan haq, aku tidak bisa meletakkan kakiku diatas bumi, karena banyaknya malaikat yang turun mengantarkan jenazah Tsa’labah”. Wallahu’alam.

Sumber: Mashadi / Eramuslim
Dia Berhaji Dengan Berjalan Kaki

Sebuah kisah yang sangat mengharukan. Mengharukan bagi siapa saja, yang masih memiliki setetes iman. Hanya setetes iman, itu sudah cukup untuk memahami perubahan kehidupan yang terjadi. Peristiwa yang penuh dengan keniscayaan.
Adalah Abdul Hamid bin Muhammad mendengar Muhammad bin As-Sammak berkisah, “Sesungguhnya Musa bin Sulaiman Al-Hasyimi adalah anak muda paling kaya, dibandingkan dengan saudara-saudara lainnya. Dia selalu mengikuti hawa nafsunya untuk menikmati berbagai macam kelezatan, dalam makanan, minuman, pakaian, wewangian, dan dayang-dayang yang cantik. Sulaiman, tak pernah lepas dari pikirannya, bagaimana menikmati kelezatan hidup.
Musa merupakan pemuda yang tampan, wajahnya bulat seperti rembulan, jernih, putih kemerah-merehan, dan rambutnya hitam legam, hidungnya mancung, matanya bercelak sangat hitam dan lebar, seperti mata kijang, dan mampu menyihir orang yang memandangnya. Kelopaknya tinggi, kedua alisnya sejajar, bagaikan dilukis dengan pensil alis, mulutnya mungil, kedua bibirnya tipis, gigi seri putih cemerlang, lisahnnya fasih, bicaranya manis, suaranya lembut, dan memang dia mendapatkan nikmat dari Allah yang sempurna.
Penghasilannya dari perkebunan dan ladangnya setiap tahunnya berkisar tiga juga dirham. Semua kinikmatan ini berlanjut, tanpa pernah putus, sehingga membuatnya terpesona akan dirinya sendiri. Masa mudanya dan dunianya yang dapat memenuhi semua yang yang diinginkannya.
Musa mempuyai balkon yang tinggi tempat dia duduk di waktu sore sambil mengawasi orang-orang dibawahnya. Balkon itu mempunyai beberapa pintu yang menghubungkan jalan raya dan beberapa pintu yang menghubungkan ke perkebunannya. Selain itu, dipasang kubah gading gajah yang dibubut dan dilapisi dengan perak dan emas, lalu ditutup dengan kain tenun berwarna hijau dan dilapisi dengan kain sutera yang halus.
Dari atas kubah itu, digantungkan rantai yang diuntai dari permata dan intan, serta disinari dengan batu yakut merah, batu zabarjad (sejenis zamrud) hijau dan batu akik berwarna kuning. Masing-masing permata itu sebesar buah kenari. Pada masing-masing pintu diberi tenda yang ditenun dengn benang emas, dan di sekitar kubah itu diletakkan tiga puluh lilin yang dipasang di tiga puluh tempat lilin yang terbuat dari perak.
Sedangkan berat masing-masing lilin perak itu senilai seribu dirham,dan di setiap lima tempat lilin perak terdapat seorang pelayan yang berdiri memegang pemotong dari emas seberat seratus miskal. Para pelayan itu memakai pakaian warna-warni dan ikat pinggang yang ditaburi dengan batu permata. Di setiap pintu bagianlluar dari jendela digantungkan lampu-lampu yang diikat dengan rantai dari perak dan minyaknya terbuat dari air raksa murni.
Musa berada diatas tempat tidur memakai pakaian dalam yang ditenun garis-garis, kepalanya dihiasi dengan mahkota. Dia ditemani oleh beberapa orang kerabatnya, dan tempat pembakar dupa dipasang untuk mendatangkan asap yang harum. Di dekat kepala berdiri para pelayan yang memegang kipas dan tempat air, para penyanyi wanita berada di depannya, sambil menyanyikan lagu-lagu, yang meninakbobokkannya.
Tak pernah ketinggal dayang-dayang yang sangat cantik, tak beranjak dari tempat tidurnya. Dia terus bermain dengan teman-temannya, tak pernah melaksanakan shalat. Menikmati permainannya dengan dadu, dan minum-minum, tak sedikitpun mengingat kamatian, dan sepanjang hari, siang dan malam, hanyalah tertawa-tawa, penuh dengan kegembiraan, sambil mendengarkan cerita-cerita yang lucu, terkadang konyol.
Suatu ketika Musa ditengah malam, dia mendengarkan suara yang aneh, lalu menyuruh pembantunya mencari suara itu. Suara itu mampu menggelitik hatinya. Diatas kubahnya itu, Musa melihat keluar, dan ingin mendengarkan suara-suara yang menyentuh hatinya itu. Ternyata suara itu datang dari pemuda yang kumal, bernama Kamal, yang badannya kurus, berleher kecil, berkaki kuning, bibirnya kering, rambutnya acak-acakan, perutnya menempel ke punggungnya kempis kurang makan, memakai dua helai pakaian yang sudah usang dan tidak memakai alas kaki.
Pemuda kumal itu berdiri pada salah satu sisi masjid sedang bermunajat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka para pelajan Musa mengeluarkan dari masjid, dan membawanya pergi tanpa mengatakan apapun kepadanya sampai dihadapan Musa. Maka, Musa memandangnya, seraya berakata, ‘Siapa ini?”, tanyanya. “Pemilik alunan suara yang anda dengar tadi”, jawab pelayan. “Di mana kalian menemukannya?”, tanya Musa “Di masjid sedang berdiri bersembahyang dan membaca do’a”, jawab pelayan itu. Kemudian, Musa bertanya kepada pemuda itu, “Wahai pemuda, apa yang kau baca?”, tanya Musa. “Perdengarkan aku dengan suara alunanmu”, kata Musa.
Maka pemuda itu mengalunkan suaranya, “Sesungguhnya, orang yang berbakti itu benar-benar berada dalam kenikmatan yang besar (surga), mereka (duduk) diatas dipan-dipan sambil memandang. Kamu dapat mengetahui wajah mereka kesenangan hidup mereka yang penuh kenikmatan. Mereka diberi minuman khamar murni yang dilak (tempatnya). Laknya adalah kesturi, danuntuk yang demikian itu hendaknya orangt berlomba-lomba. Dan, campuran khamar murni itu adalah dari tasnim, (yaitu) mata air yang minum daripadanya orang-orang yang didekatkan kepada Allah”. (Al-Qur’an :88 ;22-28)
Kemudian, pemuda yang kurus dan lusuh itu berkata, “Wahai orang yang terlena, sesungguhnya kenikmatan surga itu berbeda dengan kediaman, balkon dan pembaringanmu itu. Sesungguhnya pembaringan di surga itu adalah dipan-dipan yan digelari dengan permadani yang terangkat tinggi terbang”, ucap pemuda itu. Selanjutnya, pemuda itu menambahkannya, “Wali (kekasih) allah akan memperoleh kehormatan dari surga itu atas dua mata air yang mengalir dari dua surga”, tambahnya.
Mendengar alunan suara (ayat-ayat al-Qur’an) itu, lalu Musa memeluk pemuda yang kurus dan lusuh itu, sambil terus menangis yang tiada henti-hentinya. Besok paginya ia melaksanakan tobatnya. Musa al-Hasyimi terus di masjid, sambil beribadah, tiada putus menangis, menyesali dirinya yang penuh dengan dosa dan maksiat, serta tak pernah mengingat Rabbnya. “Wahai Tuhanku, aku tidak pernah mempertahikan-Mu dalam kesunyianku. Wahai Tuhanku, syahwatku telah tiada dan tinggallah kini pertanggungjawabanku. Mak neraka Wail bagiku pada hari aku bertemu dengan Mu, nereka Wail karena hari-hari ku penuh dengan kejahatan dan kesalah-salahan”, tangisnya.
Keesokan harinya seluruh harta bendanya, yang dia miliki dijual, berupa emas, perak, permata, pakaiannya, perkebunan, ladang, serta budak-budaknya yang cantik-cantik, semuanya dijualnya, dan hasilnya disedekahkan seluruhnya kepada fakir miskin.
Lalu, diakhir hidupnya yang sudah miskin itu, ia pergi haji dengan berjalan kaki, tanpa alas kaki, berjalan kaki menelusuri padang pasir yang panas terik, sebagai bagian dari penebus dosanya. Ia pergi ke Makkah, hanya berjalan kaki, tanpa alas. Sungguh, tak ada bandingnya penyesalan atas dosanya itu. Sampailah Musa di kota Makkah. Dan, setiap hari ia hanya beribadah dan memohon ampun kepada Allah Azza Wa Jalla, sambil mengilingi Ka’bah. Di waktu malam ia terus mengelilingi Ka'bah, dan masuk ke Ijir Ismail, seraya mengucapkan tobatnya :
“Ya Rabb, Engkau mengetahui segala perbuatanku. Ya Rabb, kepada siapakah aku lari, kecuali hanya kepada Mu. Dan, kepada siapakah aku berlindung, kecuali hanya kepada Mu. Ya Rabb, sesungguhnya aku memang tidak layak mendapatkan surga Mu, namun aku memohon dengan kedermawanan Mu dan kemuliaan Mu, agar sudilah Engkau mengasihiku dan memaafkanku”, tangis Musa. Sambil ia terduduk di depan Ka’bah.
Wajahnya penuh dengan kerut, seakan sudah sangat tua, dan hidupnya selalu dipenuhi dengan kepedihan mengingat dosa di waktu muda itu. Di saat munajatnya, yang dengan hati yang tulus itu, Musa al-Hasyimi kembali kepada Rabbnya. Wallahu ‘alam.

Sumber: Mashadi /Eramuslim
Karena Aku Memang Sudah Berkeluarga

Aku baru saja masuk kantor usai sholat Zhuhur di Masjid ketika hp di sakuku berdering. Kuperiksa hp ku, ternyata dari salah seorang teman sekolahku dulu , sebut saja namanya Heru. Saat itu dia sedang berada di warnet, da kebetulan menemukan blog ku hingga kemudian ingin ngobrol denganku. Cukup lama kami tak bertemu, mungkin hampir setahun. Ya, benar hampir setahun. Aku ingat pertemuan terakhirku dengannya, saat menghadiri undangan pernikahan Andri bulan Haji tahun lalu.
Setelah saling menanyakan kabar, kami mulai ngobrol soal blog. Kebetulan kami sama-sama memiliki blog, bedanya dia sudah mulai lebih dulu sedang aku baru belajar bahkan belum sempat memberi tahu dia perihal blogku. Beberapa masukan dan sedikit kritikan dengan lancar dia berikan, dan semuanya aku dengarkan dengan baik. Maklum, dibanding aku, dia lebih dulu mengenal dunia maya, dan tentunya dunia blog seperti yang sedang kami bicarakan.
Dari sekian saran dan masukan yang dia berikan, ada satu yang aku tak sejalan. Dia mengkritik soal profil dan headshot ku yang menurutnya terlalu polos. Menurutnya, profil dan photoku, selain kurang menguntungkan, menurutnya juga membahayakan.“ Memang mestinya gimana ?” aku belum pahan dengan yang dia maksudkan.
“ Ya, di dunia maya tidaklah semuanya harus di isi dengan jujur. Status perkawiannmu misalnya, kamu kan bisa mencantumkan status lajang di situ. Parahnya kamu malah menulis polos banget, sudah gitu kamu perparah lagi dengan photo kamu bersama anakmu” jawabnya bersemangat.
“ Salah dimananya, kan aku menulis apa adanya. Aku sudah mempunyai istri, dan satu orang anak. Photo yang kupasangpun photo aku dan anakku, masa iya aku pasang photomu ? “ jawabku sambil tertawa, mencoba membuat suasana lebih santai.
Panjang lebar temanku ini kemudian bercerita tentang segala kemungkinan yang bisa terjadi melalui dunia maya. Aku pikir dia bakal menceritakan kejadian-kejadian buruk yang berawal dari dunia internet. Tapi ternyata tebakanku salah, dia tidak menasihatiku dengan kemungkinan buruk dari sebuah blog, tapi menurutku malah dia yang berniat tidak baik melalui dunia maya ini.
“ Kalau kita mengaku lajang, akan banyak teman yang kita dapatkan. Dan, kita bisa lebih leluasa mencari kenalan “ kali ini dia yang tertawa.
“ Astaghfirulloh ………..! “ reflek aku menggelengkan kepala dan mengusap dada, seakan-akan temanku sedang duduk tepat di depanku, melihatku tak setuju dengan semua argumentasinya. Rupanya sahabatku yang satu ini masih belum berubah sifatnya. Dari dulu dia memang kukenal sebagai lelaki yang luas wawasan dan pergaulan, namun sayang seringkali kuanggap salah mengartikan sebuah pertemanan.
Aku baru paham, mengapa dia mengomentari profil juga photo yang kupasang diblogku. Rupanya pilihanku pada sebuah photo diriku bersama putri tunggalku yang menjadi penyebabnya. Dan ini berbeda prinsip denganku. Aku memang pernah membaca beberapa kejadian negatif yang terjadi berawal dari photo yang dipajang di internet, tapi toh tidak semuanya, tergantung materi foto dan juga tujuan publikasinya. Dan kalaupun saya memajang photo aku dengan anak atau istri, aku merasa tidak berlebihan karena memang aku sudah berkeluarga, memiliki istri dan seorang anak.
Soal teman atau sahabat, mungkin saja ada yang menjaga jarak dengan kita yang sudah berkeluarga, dan bagiku itu tidak masalah. Sebuah persahabatan ataupun sekedar pertemanan, menurutku tidak bisa dan tidak boleh dipaksakan. Prinsipku, sebisa mungkin aku berlaku jujur dan apa adanya, tentang bagaimana pendapat orang lain, apakah mereka mau berteman denganku atau justru menghindar lantaran status perkawinan dianggap sebagai penghalang, jelas aku tak bisa memaksakan dan tak mau menyalahkan. Menurutku, mudah saja menebak jenis pertemanan atau persahabatan seperti apa yang diinginkan, dan untuk mendapatkan teman tak perlu aku harus memalsukan status, mengaku masih bujangan dengan memajang photo jaman dulu yang masih imut atau bahkan memakai gambar orang lain. Bagiku melakukan semua itu adalah sebuah penghianatan terhadap keluarga, terhadap istri dan anak. Insya Allah, aku tak mungkin melakukan hal itu apalagi hanya untuk hal kecil seperti ini.
“ Halo…” teriakan sahabatku ini membuyarkan lamunanku.
“ Satu lagi, nama yang kau pakai itu lho, keliatannya kamu tuh udah tua banget! “ ia masih terus meledekku. Kudengar dia terpingkal-pingkal di seberang sana.
Aku hanya tersenyum, aku sama sekali tidak marah, tersinggungpun tidak. Aku tahu persis sifat humor dan kebiasaan sahabatku yang kini sudah memiliki dua orang anak ini. Kami memang akrab, sewaktu sekolah kami teman dekat. Kami memang terlihat kompak, tapi sebenarnya tidak dalam segala hal. Seperti contohnya masalah di dunia maya, dia lebih suka mencitrakan dirinya sebagai lelaki lajang, sedang aku dengan lugunya mengaku sebagai seorang suami yang sudah mempunyai satu anak. Tak apalah itu urusan dia, aku tak menuduhnya melakukan penghianatan, tapi bagiku, keluarga, istri dan anakku adalah salah satu anugerah terindah yang telah Allah berikan kepadaku. Mereka keluargaku, mereka amanah bagiku. Mereka kini bagian dari hidupku, tak mungkin aku menganggap mereka tidak ada hanya untuk kepentinganku. Aku bangga mengakui mereka, dan aku akan berusaha untuk tidak melakukan penghianatan sekecil apapun dan dalam bentuk bagaimanapun terhadap mereka.

Sumber: Nurudin / eramuslim

Kamis, 22 Oktober 2009

Tidur Isteri

Tidur merupakan anugerah Allah yang sangat mahal. Dari nikmat itulah, tubuh kembali segar, pikiran pun lancar. Tapi tidak semua tidur sebagai obat manjur. Karena ada tidur yang membuat keharmonisan luntur.
Keluarga memang tempat aman untuk buka rahasia diri. Nyaris, tak ada lagi rahasia pribadi yang terus tersimpan sesama anggota keluarga. Yang pelit terlihat pelit. Yang ramah teruji ramah. Yang malas pun begitu. Semua warna pribadi menjadi tampak jelas dalam kehidupan keluarga.
Itulah mungkin kenapa Rasulullah saw. melarang suami menceritakan keadaan isterinya ke orang lain. Dan begitu pun sebaliknya. Biarlah dinding rumah menjadi penutup aurat anggota keluarga. Buat selama-lamanya.
Menariknya, ketika bangunan keluarga masih seumur jagung. Masing-masing pihak, belum paham seperti apa rahasia diri pasangannya. Pelitkah, rewelkah, penakutkah, manjakah, boroskah? Dan sebagainya. Saat itulah, suami atau isteri coba-coba menyelami kekurangan pasangannya.
Tentu saja, kekurangan bukan untuk dijatuhkan. Karena manusia mana yang hidup tanpa kekurangan. Itulah batu ujian, agar keluarga bisa menapaki anak-anak tangga keharmonisan. Setidaknya, hal itulah yang kini dirasakan Pak Juned.
Pemuda usia dua puluh empat tahun ini sedang memasuki masa pengantin baru. Sebulan sudah, hari bersejarah akad nikahnya berlalu. Masih terasa degup jantungnya ketika itu. Bingung, grogi, penasaran jadi satu. Kini, ia sedang menelusuri dunia lain yang belum pernah ia alami. Apalagi rasakan.
Salah satu yang ia rasakan saat ini adalah bagaimana mengenal sisi lain orang yang tiba-tiba tinggal sekamar dengannya. Orang yang sebelumnya sama sekali tidak pernah ia kenal. Kadang Juned mengangguk pelan karena ada yang baru ia pahami. Sering juga bingung.
Salah satu yang kerap membuat bingung Juned bukan karena isterinya rewel. Bukan juga pelit. Apalagi pemarah. Semua sifat buruk itu nyaris tak ada. Tapi, ada hal yang sulit dimengerti Juned. Isterinya punya dua sifat berlawanan dalam tidur: gampang di saat akan tidur, sulit ketika akan bangun.
Memang, sifat itu sama sekali tidak menyalahi akhlak Islam. Sungguh anugerah Allah yang luar biasa ketika seseorang bisa tidur dengan cara mudah. Tapi, kok ini mudah banget. Tidak boleh ada angin bertiup sepoi-sepoi, ada tempat buat sandaran kepala, cahaya redup; dan tidur pun datang membawa lelap. Tak kenal siang, apalagi malam.
Itulah sebabnya, Juned belum berani memboncengki isterinya dengan sepeda motor berjarak di atas dua puluh kilometer. Takut ketiduran. Kecuali di hari panas, atau di jalan yang belum beraspal. Mudah tidurnya bisa sedikit tertahan.
Buat sifat yang pertama mungkin masih bisa dimaklumi. Tapi, yang kedua itu agak merepotkan. Dan di sinilah, kesabaran Juned mesti terus diuji.
Suatu kali, beberapa hari setelah habis masa cuti nikah, Juned pulang agak larut. Arlojinya menunjuk angka dua belasan. Dengan lembut, ia mengetuk pintu depan rumah kontrakannya. ”Assalamu’alaikum!” ucap Juned pelan. Tapi, kok nggak ada reaksi. Suasana rumah tampak masih belum ada tanda-tanda kehidupan. Sepi!
Ia ketuk lagi pintu agak keras. “Assalamu’alaikum!” suaranya berbeda dengan yang pertama. Tapi, respon tetap tak berubah. Hingga beberapa kali ia ulangi langkah satu dan dua, suasana mulai berubah. Akhirnya ada reaksi. Sayangnya, reaksi bukan datang dari dalam rumah. Tapi, dari sekitar rumah. Beberapa tetangga Juned terbangun dan keluar rumah. “Baru pulang, Pak!” ucap mereka agak menyindir. Tidak ada yang bisa dilakukan Juned kecuali senyum yang agak dipaksakan. “Maaf jadi terbangun,” ucapnya ramah.
Diam-diam, Juned memutar ke arah samping rumah. Persis di dekat lubang angin jendela kamarnya, ia berdiam diri. Mungkin, dari tempat itu suaranya bisa didengar sang isteri. “Assalamu’alaikum! Abang, Yang! Assalamu’alaikum!!” ucapnya hati-hati. Tapi, tetap belum ada reaksi.
Saat itulah, Juned teringat dengan akhlak Rasul. Beliau saw. memilih tidur di halaman ketimbang menyusahkan isterinya yang tertidur pulas. “Ah, kenapa aku tidak memilih cara itu,” batin Juned berbisik datar. Ia pun kembali ke halaman depan.
Dengan hati-hati, Juned menggeser rak sepatu, besi penjemur pakaian, dan dua kursi plastiknya. Setelah yakin lantai yang ia pilih tidak basah bekas siraman hujan, ia susun beberapa lembar kertas koran yang sempat mampir di tas kantornya. Dan, Juned pun mulai merebah.
Matanya mulai dipejamkan. Mulutnya pun berujar pelan, “Bismikallahumma ahya, wa....” Plak! Belum sempat doa tidurnya terucap rampung, beberapa nyamuk sudah menyerbu. Juned pun sibuk menangkal serbuan itu.
Posisi tubuhnya tidak lagi merebah. Tapi, duduk bersila. Sementara, nyamuk-nyamuk tak kenal kompromi, apakah Juned sedang mencontoh Rasul atau tidak. “Ya Allah, ternyata perbuatan Rasul itu tidak mudah. Sulit!” ucap Juned sambil mencoba berdiri.
Ia kembali ke tempat persis di sisi jendela kamarnya. “Yang, Abang pulang! Assalamu’alaikum!” ucap Juned agak mengeras. “Yang, Abang, Yang!” Tapi, suasana tetap tak berubah.
Juned seperti mencari-cari sesuatu. Ia kumpulkan beberapa koin limaratus rupiahan dari saku celananya. Sesaat kemudian, tangan kanannya melempar koin demi koin melalui celah lubang angin kedalam kamar. Klotak! Klotak! Hingga....
“Bismillah!” suara Juned sambil beraksi di koin keempat. “Aduh!” terdengar suara halus dari balik kamar. “Siapa, ya?” ucap sang isteri agak parau. “Abang, Yang. Abang. Assalamu’alaikum!” sahut Juned spontan. Dan, pintu depan pun mulai dibukakan seseorang.
sumber:Muhammad Nuh/eramuslim