Jumat, 31 Oktober 2008

Kematian Orang Beriman

Keyakinan orang beriman akan adanya kehidupan sesudah kematian menyebabkan dirinya selalu berada dalam mode standby menghadapi kematian. Ia memandang kematian sebagai suatu keniscayaan. Tidak seperti orang kafir yang selalu saja berusaha untuk menghindari kematian. Orang beriman sangat dipengaruhi oleh pesan Nabi shollallahu ’alaih wa sallam yang bersabda:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ يَعْنِي الْمَوْتَ
“Banyak-banyaklah mengingat penghapus kenikmatan, yakni kematian.” (HR Tirmidzi 2229)
Sedangkan sahabat Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ’anhu pernah berkata: “Bila manusia meninggal dunia, maka pada saat itulah ia bangun dari tidurnya.” Subhanallah...! Berarti beliau ingin mengatakan bahwa manusia yang menemui ajalnya adalah manusia yang justru baru mulai menjalani kehidupan sebenarnya, sedangkan kita yang masih hidup di dunia ini justru masih
”belum bangun”. Sungguh, ucapan ini sangat sejalan dengan firman Allah ta’aala:
وَمَا هَذِهِ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا لَهْوٌ وَلَعِبٌ وَإِنَّ الدَّارَ الْآَخِرَةَ لَهِيَ الْحَيَوَانُ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ
“Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui” (QS Al-Ankabut 64)
Pantas bilamana Ali radhiyallahu ’anhu pula yang berkata: “Dunia pergi menjauh dan akhirat datang mendekat. Karena itu, jadilah kalian anak-anak akhirat, jangan menjadi budak-budak dunia. Sekarang waktunya beramal, dan tidak ada penghisaban. Sedangkan besok waktunya penghisaban, tidak ada amal.”
Bagaimanakah kematian orang beriman? Dalam sebuah hadits Nabi shollallahu ’alaih wa sallam bersabda:
عَنْ قَتَادَةَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بُرَيْدَةَ عَنْ أَبِيهِعَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ الْمُؤْمِنَ يَمُوتُ بِعَرَقِ الْجَبِينِ

“Orang beriman meninggal dengan kening penuh keringat.” (HR Ahmad 21886)
Penulis produktif Aidh Al-Qarni menulis: ”Saya menyeru setiap orang tua agar mengingat kematian. Sadar bahwa dirinya sudah mendekat maut serta tidak mungkin bisa lari darinya. Jadi, siapkan diri untuk menemui Allah. Karena itu, sudah sepantasnya ia menjauhi akhir kehidupan yang jelek dan memperbanyak amal kebaikan sehingga dapat berjumpa dengan Allah ta’aala dalam keadaan diridhai.”
Ambillah keteladanan dari kematian Khalifah Umar bin Khattab radhiyallahu ’anhu. Ia ditikam oleh Abu Lu’luah saat sedang mengimami sholat subuh. Umarpun jatuh tersungkur bersimbah darah. Dalam keadaan seperti itu ia tidak ingat isteri, anak, harta, keluarga, sanak saudara atau kekuasaannya. Yang ia ingat hanyalah ”Laa ilaha illallah Muhammad rasulullah, hasbiyallah wa ni’mal wakil.” Setelah itu ia bertanya kepada sahabatnya: ”Siapakah yang telah menikamku?””Kau ditikam oleh Abu Lu’luah Al-Majusi.”Umar radhiyallahu ’anhu lalu berkata: ”Segala puji bagi Allah ta’aala yang membuatku terbunuh di tangan orang yang tidak pernah bersujud kepada-Nya walau hanya sekali.” Umar-pun mati syahid.
Ketika Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam menghadapi sakaratul maut beliau mengambil secarik kain dan menaruhnya di wajah beliau karena parahnya kondisi yang beliau hadapi. Lalu
beliau berdoa:
لا إله الا الله... لا إله الا الله... لا إله الا الله إن للموت لسكرات...اللهم أعني على سكرات الموت... اللهم خفف علي سكرات الموت
“Laa ilaha illallah… Laa ilaha illallah… Laa ilaha illalla. Sungguh kematian itu sangat pedih. Ya Allah, bantulah aku menghadapi sakratul maut. Ya Allah, ringankanlah sakratul maut itu buatku.” (HR Bukhary-Muslim)Aisyah radhiyallahu ’anha menuturkan: “Demi Allah, beliau
mencelupkan kain itu ke air lalu meletakkannya di atas wajah beliau seraya berdoa:
اللّهُمَّ أَعِنيِّ عَلىَ سَكَرَاتِ الْمَوتِ
”Ya Allah, bantulah aku menghadapi sakratul maut.”
Saudaraku, marilah kita mempersiapkan diri untuk menghadapi kematian yang bisa datang kapan saja. Kematian yang sungguh mengandung kepedihan bagi setiap manusia yang mengalaminya. Hingga kekasih Allah ta’aala saja, yakni Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam berdoa agar Allah ta’aala ringankan bagi dirinya sakaratul maut. Tidak ada seorangpun yang tidak bakal merasakan kepedihan sakratul maut.

كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati.” (QS Ali Imran 185)
Marilah saudaraku, kita mempersiapkan diri menghadapi kematian dengan segera bertaubat memohon ampunan dan rahmat Allah ta’aala sebelum terlambat. Sebab begitulah kematian orang kafir. Suatu bentuk kematian yang diwarnai penyesalan yang sungguh terlambat.

حَتَّى إِذَا جَاءَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ رَبِّ ارْجِعُونِ لَعَلِّي أَعْمَلُ صَالِحًا فِيمَا تَرَكْتُ كَلَّا إِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَائِلُهَا وَمِنْ وَرَائِهِمْ بَرْزَخٌ إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ
“(Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata, "Ya Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada barzakh (dinding) sampai hari mereka dibangkitkan.” (QS Al-Mu’minun 99-100)
Sumber:Eramuslim
Kemiskinan Itu Ujian Allah!

Punya pendidikan tinggi merupakan impian tiap orang. Tapi, bagaimana jika kemiskinan terus menghadang. Jangankan untuk biaya kuliah, buat makan saja susah.
Punya pendidikan tinggi merupakan impian tiap orang. Tapi, bagaimana jika kemiskinan terus menghadang. Jangankan untuk biaya kuliah, buat makan saja susah.
Berikut ini penelusuran dan wawancara Eramuslim dengan seorang pemulung yang kini bisa terus kuliah di jurusan akuntansi di Pamulang, Tangerang. Mahasiswi berjilbab itu bernama Ming Ming Sari Nuryanti.

Sudah berapa lama Ming Ming jadi pemulung?

Sejak tahun 2004. Waktu itu mau masuk SMU. Karena penghasilan ayah semakin tidak menentu, kami sekeluarga menjadi pemulung.

Sekeluarga?

Iya. Setiap hari, saya, ayah, ibu, dan lima adik saya berjalan selama 3 sampai 4 jam mencari gelas mineral, botol mineral bekas, dan kardus. Kecuali adik yang baru kelas 2 SD yang tidak ikut.
***
Tempat tinggal Ming Ming berada di perbatasan antara Bogor dan Tangerang. Tepatnya di daerah Rumpin. Dari Serpong kurang lebih berjarak 40 kilometer. Kawasan itu terkenal dengan tempat penggalian pasir, batu kali, dan bahan bangunan lain. Tidak heran jika sepanjang jalan itu kerap dipadati truk dan suasana jalan yang penuh debu. Di sepanjang jalan itulah keluarga pemulung ini memunguti gelas dan botol mineral bekas dengan menggunakan karung.
Tiap hari, mereka berangkat sekitar jam 2 siang. Pilihan jam itu diambil karena Ming Ming dan adik-adik sudah pulang dari sekolah. Selain itu, bertepatan dengan jam berangkat sang ayah menuju tempat kerja di kawasan Ancol.
Setelah berjalan selama satu setengah sampai dua jam, sang ayah pun naik angkot menuju tempat kerja. Kemudian, ibu dan enam anak itu pun kembali menuju rumah. Sepanjang jalan pergi pulang itulah, mereka memunguti gelas dan botol mineral bekas.

Berapa banyak hasil yang bisa dipungut?
Nggak tentu. Kadang-kadang dapat 3 kilo. Kadang-kadang, nggak nyampe sekilo. Kalau cuaca hujan bisa lebih parah. Tapi, rata-rata per hari sekitar 2 kiloan.

Kalau dirupiahkan?
Sekilo harganya 5 ribu. Jadi, per hari kami dapat sekitar 10 ribu rupiah.
Apa segitu cukup buat 9 orang per hari?
Ya dicukup-cukupin. Alhamdulillah, kan ada tambahan dari penghasilan ayah. Walau tidak menentu, tapi lumayan buat keperluan hidup.
***
Ming Ming menjelaskan bahwa uang yang mereka dapatkan per hari diprioritaskan buat makan adik-adik dan biaya sekolah mereka. Sementara Ming Ming sendiri sudah terbiasa hanya makan sekali sehari. Terutama di malam hari.
Selain itu, mereka tidak dibingungkan dengan persoalan kontrak rumah. Karena selama ini mereka tinggal di lahan yang pemiliknya masih teman ayah Ming Ming. Di tempat itulah, mereka mendirikan gubuk sederhana yang terbuat dari barang-barang bekas yang ada di sekitar.
Berapa hari sekali, pengepul datang ke rumah Ming Ming untuk menimbang dan membayar hasil pungutan mereka.
Kalau lagi beruntung, mereka bisa dapat gelas dan botol air mineral bekas di tempat pesta pernikahan atau sunatan. Sayangnya, mereka harus menunggu acara selesai. Menunggu acara pesta itu biasanya antara jam 9 malam sampai jam 2 pagi. Selama 5 jam itu, Ming Ming sebagai anak sulung, ibu dan dua adiknya berkantuk-kantuk di tengah keramaian dan hiruk pikuk pesta.
Kalau di hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha, keluarga pemulung ini juga punya kebiasaan yang berbeda dengan keluarga lain. Mereka tidak berkeliling kampung, berwisata, dan silaturahim ke handai taulan. Mereka justru memperpanjang rute memulung, karena biasanya di hari raya itu,
barang-barang yang mereka cari tersedia lebih banyak dari hari-hari biasa.
Ming Ming tidak malu jadi pemulung?
Awalnya berat sekali. Apalagi jalan yang kami lalui biasa dilalui teman-teman sekolah saya di SMU N 1 Rumpin. Tapi, karena tekad untuk bisa membiayai sekolah dan cinta saya dengan adik-adik, saya jadi biasa. Nggak malu lagi.
Dari mana Ming Ming belajar Islam?
Sejak di SMU. Waktu itu, saya ikut rohis. Di rohis itulah, saya belajar Islam lewat mentoring seminggu sekali yang diadakan sekolah.
Ketika masuk kuliah, saya ikut rohis. Alhamdulillah, di situlah saya bisa terus belajar Islam.
Orang tua tidak masalah kalau Ming Ming memakai busana muslimah?
Alhamdulillah, nggak. Mereka welcome saja. Bahkan sekarang, lima adik perempuan saya juga sudah pakai jilbab.
***
Walau sudah mengenakan busana muslimah dengan jilbab yang lumayan panjang, Ming Ming dan adik-adik tidak merasa risih untuk tetap menjadi pemulung. Mereka biasa membawa karung, memunguti gelas dan botol air mineral bekas, juga kardus. Bahkan, Ming Ming pun sudah terbiasa menumpang truk. Walaupun, ia harus naik di belakang.
Ming Ming kuliah di mana?
Di Universitas Pamulang, Fakultas Ekonomi, Jurusan Akuntansi S1.
Maaf, apa cukup pendapatan Ming Ming untuk biaya kuliah?
Jelas nggak. Tapi, buat saya, kemiskinan itu ujian dari Allah supaya kita bisa sabar dan istiqamah. Dengan tekad itu, saya yakin bisa terus kuliah.
Walaupun, di semester pertama, saya nyaris keluar. Karena nggak punya uang buat biaya satu semester yang jumlahnya satu juta lebih. Alhamdulillah, berkat pertolongan Allah semuanya bisa terbayar.
***
Di awal-awal kuliah, muslimah kelahiran tahun 90 ini memang benar-benar melakukan hal yang bisa dianggap impossible. Tanpa uang memadai, ia bertekad kuat bisa masuk kuliah.
Ketika berangkat kuliah, sang ibu hanya memberikan ongkos ke Ming Ming secukupnya. Artinya, cuma ala kadarnya. Setelah dihitung-hitung, ongkos hanya cukup untuk pergi saja. Itu pun ada satu angkot yang tidak masuk hitungan alias harus jalan kaki. Sementara pulang, ia harus memutar otak supaya bisa sampai ke rumah. Dan itu ia lakukan setiap hari.
Sebagai gambaran, jarak antara kampus dan rumah harus ditempuh Ming Ming dengan naik empat kali angkot. Setiap angkot rata-rata menarik tarif untuk jarak yang ditempuh Ming Ming sekitar 3 ribu rupiah. Kecuali satu angkot di antara empat angkot itu yang menarik tarif 5 ribu rupiah. Karena jarak tempuhnya memang maksimal. Jadi, yang mesti disiapkan Ming Ming untuk sekali naik sekitar 14 ribu rupiah.
Di antara trik Ming Ming adalah ia pulang dari kuliah dengan berjalan kaki sejauh yang ia kuat. Sambil berjalan pulang itulah, Ming Ming mengeluarkan karung yang sudah ia siapkan. Sepanjang jalan dari Pamulang menuju Serpong, ia melepas status kemahasiswaannya dan kembali menjadi pemulung.
Jadi, jangankan kebayang untuk jajan, makan siang, dan nongkrong seperti mahasiswa kebanyakan; bisa sampai ke rumah saja bingungnya bukan main.
Sekarang apa Ming Ming masih pulang pergi dari kampus ke rumah dan menjadi pemulung sepulang kuliah?
Saat ini, alhamdulillah, saya dan teman-teman UKM Muslim (Unit Kegiatan Mahasiswa Muslim) sudah membuat unit bisnis. Di antaranya, toko muslim. Dan saya dipercayakan teman-teman sebagai penjaga toko.
Seminggu sekali saya baru pulang. Kalau dihitung-hitung, penghasilannya hampir sama.
Jadi Ming Ming tidak jadi pemulung lagi?
Tetap jadi pemulung. Kalau saya pulang ke rumah, saya tetap memanfaatkan perjalanan pulang dengan mencari barang bekas. Bahkan, saya ingin sekali mengembangkan bisnis pemulung keluarga menjadi tingkatan yang lebih tinggi. Yaitu, menjadi bisnis daur ulang. Dan ini memang butuh modal lumayan besar.
Cita-cita Ming Ming?
Saya ingin menjadi da'i di jalan Allah. Dalam artian, dakwah yang lebih luas. Bukan hanya ngisi ceramah, tapi ingin mengembangkan potensi yang saya punya untuk berjuang di jalan Allah.
Sumber : MN / Eramuslim
Belajar Sabar dari Seorang Pepeng

Dengan tetap memancarkan senyumannya yang khas, pria paruh baya itu masih terbaring di tempat tidur. Di tempat itulah seorang Pepeng yang punya nama asli Ferrasta Soebardi menekuri anugerah hidup yang begitu mahal. "Allah memang Maha Sayang!" ucapnya tetap bersemangat.
Lebih dari dua tahun, mantan juara lawak mahasiswa tahun 78 ini terjebak dalam tempat tidur dan kursi roda. Sejak Juli 2005, Pepeng Allah uji dengan penyakit langka. Namanya masih asing di telinga orang kebanyakan, multiple sclerosis.
Penyakit ini menyerang susunan saraf pusat yang memunculkan terjadinya proses inflamasi dan demyelinisasi. Akibatnya, terjadi kerusakan saraf motorik, sensorik, dan otonom. Dari situlah, pria kelahiran Sumenep Madura, 23 September 1954 ini mengalami kelumpuhan.
Awalnya, Pepeng dan keluarga tidak tahu jenis penyakit yang menyerangnya. Selama kurang lebih 5 bulan, Pepeng dan keluarga diombang-ambing dengan kebingungan dan ketidakpastian.
Setelah datang ke Prof. Dr. Jusuf Misbach di RSCM, Pepeng diperiksa lebih rinci. Ada pemeriksaan tambahan yang tidak dilakukan dokter-dokter sebelumnya. Seperti, MRI, EMG, pemeriksaan cairan otak, serta pengambilan sumsung tulang belakang. Hasil pemeriksaan dikirim ke Ameriksa Serikat untuk diteliti lebih lanjut.
Pada 5 November 2005, Prof. Misbach melaporkan hasil laboratorium dari AS kepada Pepeng. Dari situlah pria yang pernah menjadi caleg Partai Keadilan Sejahtera untuk daerah pemilihan Sumenep Madura pemilu 2004 ini tahu kalau penyakitnya bernama multiple sclerosis. Hingga saat ini, belum ada obat yang bisa menyembuhkan. Kalau pun ada, hanya memperpanjang jarak kambuh.
Sejak itu, hari-hari panjang dilalui Pepeng penuh keprihatinan. Ia mencoba untuk tetap tegar dan sabar dalam menghadapi cobaan Allah yang tentu menyimpan hikmah di balik beratnya itu.
Dalam suasana hidup yang jauh dari hiruk pikuk kesibukan umumnya, ayah 4 anak ini mencoba memaknai hidup dengan lebih dalam. Ia rangkai garis demi garis peristiwa yang pernah ia alami.
Berikut penuturan Pepeng kepada Eramuslim.Sebelum saya sakit, saya selalu road show. Aspek yang saya fokuskan adalah dalam rangka jihad i'lami, sharing informasi tapi lebih ke multmedianya. Pada tanggal 29 Mei 2007, resmi berdiri Islamic Broadcasting Forum.
Dari aspek ide, sudah bagus. Mungkin peralatan yang masih perlu peningkatan.
Saya dan isteri sudah janji. Kalau sudah enakan, mau buka lagi seperti di daerah Wanayasa Purwakarta. Melalui desa binaan itu, saya berencana mau dibuatkan radio. Subhanallah, tuh radio efektifnya bukan main dari sisi dakwah.
Banyak sekali hikmah yang ana bisa dapat selama ana sakit. Yang bener-bener sekarang saya paham, bahwa kata adalah fakta. Bukan pembentuk fakta. Kalau kecerdasan interpersonal saya, jadi saya mengoreksi diri saya, mengenali diri saya, mencari kata yang pas untuk diri saya itu salah. Berarti semua respon saya salah. Artinya, bahwa semua akhlak saya tidak sesuai dengan apa yang diajarkan.
Jadi, sekarang saya ngertiii sekali, kenapa Rasulullah menganjurkan kita untuk bicara sesuai dengan bahasa kaum. Wah, ini dalem banget buat saya.
Saya kan sedang mempersiapkan diri untuk menyelesaikan S3. Tapi, belum dapet-dapet. Karena, memang di Indonesia belum ada institusi kuliah jarak jauh, kecuali UT.
Saya merenung, apa sih yang membentuk dunia ini. Setelah saya cari, ya kata. Hatta, Allah dengan firman-Nya yang absolut, mutlak benar, tidak spekulatif, tidak asumtif; itu semua kata.
Itu semua yang akhirnya membuat saya jauuuh lebih dekat kepada keluarga saya.
Saya minta maaf ke isteri saya. Ternyata selama ini, saya nggak pantes menjadi suami. Dari semua buku yang saya baca, Rasulullah belum pernah membuat susah isterinya. Rasulullah selalu menghandle dirinya sendiri.
Belakangan ini, bahkan dalam mengartikan sakit saya, dalam kalimat pun itu sangat penting bagi diri saya. Misalkan kalau saya katakan, ini adalah musibah. Kayaknya, kita terlalu kecil sampai dikasih musibah sama Allah. Wallahu a'lam, apa saya salah.
Tapi menurut apa yang saya pahami, bahwa Allah tidak menghinakan orang sakit. Justru, Allah memberikan previlej untuk orang sakit dengan selalu dekat dengan yang sakit. Dari situ, ketakutan saya jadi hilang.
Waktu luka saya membesar, saya berduaan dengan isteri saya sudah kayak profesor. Apa yang mesti saya lakukan? Kalau toh kita ke dokter, ya aspek ekonomi lah. Yang kedua, mereka akan bolongin lagi. Dan saya sudah ngalamin dibolongi sampai 18 senti. (Penyakit yang menjangkit di tubuh Pepeng, akhir-akhir ini memunculkan luka di bagian belakang tubuh. Luka itu terus membesar dan mengeras. Karena itu, salah satu pengobatannya adalah dengan mencongkel luka itu.)Terus saya bilang, apa saya nyerah aja ya. Nah, ini yang salah. Waktu disiapin pisau yang akan nyayat saya, isteri seperti ingin bilang, saya takut.
Ternyata, dialog kami itu salah. Kita tidak saling mendukung. Nggak mungkin saya akan maksa dia. Kedua, kalau fear factor dia masih ada, sedangkan saya sudah hilang, saya harus ngajak dia. "Ya udahlah. Pokoknya kalau ada apa-apa, kamu nggak takut kan. Coba cek, congkel."
Bayangin, Allahu Akbar. Isteri saya ini baja banget. Anak-anak hampir nggak percaya kalau saya diurus oleh isteri yang sopan banget. Semuanya dia urus.
(Selama sakit, Pepeng tidak bisa menggerakkan tubuhnya kecuali bagian pusat ke atas. Karena itu, ia hanya terbaring di tempat tidur. Selama itu pulalah, semua keperluan ditangani isteri beliau. Mulai dari ganti pakaian, selimut, hingga bersih-bersih diri.)
Saya kan nggak bisa ngurus buang air besar dan kecil sendiri. Semua diurusin isteri saya. Subhanallah!
Waktu luka saya dicabut isteri saya, saya lagi tidur. Saya tanya, kenapa saya nggak dibangunin. Dia bilang, nggak. Aku takut nanti kamu panik. Saya bilang, apa iya saya kelihatan panik? Dia bilang, ya nggak lah.
Dulu kalau saya dapat komentar dari isteri saya tentang sakit saya, saya langsung down. Nyungsep. Makanya, saya mohon pada Allah, supaya diberi kecerdasan interpersonal. Ya Allah, kenalkan saya pada diri saya, supaya aku bisa mengenal takdirMu dari sudut pandang yang bagus sekali.
Jadi, dengan berkata-kata dengan Allah, selalu muncul kekuatan pada diri saya.
Jadi, walaupun saya merasakan sesuatu yang nggak enak pada diri saya, saya selalu mengucapkan, terima kasih ya Allah. Karena saya tahu itu semua merupakan proses menuju kesembuhan diri saya.
Saya yakin, dari semua ilmu yang saya pelajari, kalau ada rasa sakit yang berhenti, itu artinya ada perbaikan. Apalagi kalau sakit itu membaik.
Dari semua itu, saya selalu mengeluarkan statemen kepada Allah. Saat itu juga, ruhani saya jadi sehat. Dan kalau ruhani sehat, insya Allah, urusan jasmani jadi terasa kecil.
Jadi, di antara hikmah yang bisa saya petik, kata-kata itu luar biasa. Hati-hati sekali dengan kata-kata.
Bahkan ketika saya ngomong sama anak-anak saya, rangkaian kata-kata itu tidak harus keluar. Semua linguistik yang ada di tubuh kita program perilakunya itu ada dalam kata-kata.
Rasulullah saw. pernah melarang sahabat memarahi orang yang kencing di sebarang tempat. Soalnya, kencing itu bisa dibersihin. Tapi, hati itu sulit dibersihin.
Ketika bicara dengan anak-anak, Rasulullah selalu menyamakan tingginya dengan anak-anak. Jadi, mata dengan mata. Tidak ada superior dan imperior.
Kalau seorang anak yang sampai mendongak ketika berkomunikasi dengan orang tua, sebenarnya secara psikologis komunikasinya itu tidak jalan.
Saya perhatiin, apa yang terjadi di lingkungan kita itu pun karena ketidakbenaran susunan kata-kata.
Kita mesti punya kecerdasan untuk mengapresiasi apa pun yang ada pada diri kita saat ini. Ternyata, memang ada kecerdasan baru dalam dunia psikologi. Yaitu, kecerdasan mengapresiasi apa pun yang ada dalam diri kita.
Kecerdasan inilah yang menjadikan seseorang tidak pernah mengenal putus asa dalam hidup. Dari situ, saya simpulkan bahwa saya tidak sedang sick. Saya hanya pain.
Silakan Allah kasih apa saja buat diri saya. Dan saya akan berusaha untuk selalu bersyukur.

Sumber: mn / eramuslim

Kamis, 30 Oktober 2008

Malukah Kita, Jika Ternyata Mereka Bisa?

Adzan dzuhur memang masih sekitar lima belas menit lagi menjelang. Sebuah masjid di salah satu kawasan sarat penduduk di pusat ibu kota itu kini perlahan mulai diisi satu persatu jamaah yang tinggal di sekitarnya.
Dari kejauhan seorang bapak tua nampak berjalan dengan langkah tergopoh mendorong sebuah gerobak tua menuju pekarangan masjid. Puluhan bekas minuman gelas mengisi hampir seperempat bak gerobak tersebut. Sesaat kemudian ia memarkir gerobak tuanya di salah satu sudut pekarangan masjid.
Aku masih memperhatikannya ketika ia mengambil sebuah bungkusan dalam kantong hitam yang ia gantung di bagian belakang gerobak tersebut. Kemudian ia membawanya ke arah kamar mandi masjid dan hilang dalam pandangku.
Matahari di hampir penghujung bulan oktober ini alhamdulillah sudah agak semakin akrab denganku di ibu kota ini. Laporan cuaca memang menyebutkan bahwa akhir-akhir ini cuaca kota Jakarta sedang agak bersahabat dengan para penduduknya. Tidak begitu panas seperti biasanya.
Adzan dzuhur kini berkumandang, menggema mengisi relung-relung penjuru dunia. Bapak tua tadi kini terlihat kembali, meskipun terus terang telah membuatku sedikit terperangah kaget dengan penampilannya. Tak ada lagi baju kumal yang ia kenakan beberapa saat yang lalu ketika aku melihatnya. Kini, sebuah baju koko berwarna putih, meskipun sudah agak lusuh, melekat di tubuh tua-nya, lengkap dengan sebuah kain sarung bercorak kotak-kotak berwarna biru.
Hingga sesaat kemudian semua itu berlalu ketika kami memenuhi panggilan suci untuk bersama mengagungkan asma-Nya dan takbir dan shalat kami.
Usai shalat sunnat ba'da Dzuhur, aku kembali memperhatikan bapak tua itu yang kini duduk bersila disudut sana. Ia masih terlihat khusyuk dengan kedua tangannya yang kini menengadah di depan dadanya.
Dalam hati terus terang sungguh aku merasa malu saat itu. Ketika semakin lama semakin aku perhatikan ia. Ia yang dengan kondisi seperti itu ternyata masih bisa mempersiapkan diri lebih baik untuk menghadapkan jiwanya serta mempersembahkan shalat terbaiknya ketika panggilan shalat mulai berkumandang.
"Namun bagaimana dengan kita?"Aku menundukkan kepalaku ketika teringat semuanya.Terkadang, bukankah kita yang ternyata padahal lebih banyak kesempatan untuk bisa mempersiapkan diri dan mempersembahkan ibadah terbaik kepada-Nya justru malah seringkali melalaikannya?
Berbagai alasan seringkali kita pergunakan sebagai sanggahan-sanggahan atas tanya hati kecil kita, ketika is bertanya mengapa. Pekerjaan yang tanggung ataukah tidak enak menolak ajakan rekan kerja untuk makan siang bareng, telah menjadi salah satu dari sekian banyak alasan yang ada daripada kita menggunakan waktu untuk bisa melaksanakan sholat kita tepat di awal waktu.
Sungguh, aku rasa ketika Alloh pertemukanku dengan bapak tua tadi telah menjadi sebuah pukulan telak yang tidak hanya membuatku malu, namun semoga juga menjadikanku semakin tersadar atas semua hikmah daripadanya.
Aku memandangi sebuah tulisan arab di dinding masjid sana yang tertulis rapi, dikutip dari penghujung di ayat ke 103 surrat An Nisaa,
"... Innasholaata kaanat 'alal mu'miniina kitaaban maukuutaa"
"... Sesungguhnya shalat itu kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman".
Namun, ternyata meskipun tulisan itu terpampang jelas disana, masih saja kita terkadang lupa dibuatnya. Bahkan yang membuat diri ini sedih, ketika dengan yakinnya sebagian orang dari saudara kita menyanggah bahwa shalat tepat waktu itu tidak berarti melaksanakannya di awal waktu.
Padahal, aku kira seandainya alasan-alasan mereka akan semua hal itu, masihkah berlaku ketika kita mencoba menanyakan pada hati kecil kita, "Masihkah kita bisa menjamin akan usia bisa sampai pada saat dimana kita mengakhirkan waktu shalat tersebut?"
Jika memang ternyata bapak tua tadi dengan segala aktifitasnya ternyata masih mampu untuk mempersiapkannya lebih baik dalam beribadah kepada-Nya, masihkah ada rasa malu ketika kita mengingatinya atas diri kita sendiri?
Wallahu'alam bish-shawab.

Sumber: Dikdik Andhika Ramdhan / Eramuslim
Pertolongan Tanpa Banyak Tanya

Saya masih ingat. Saat itu awal semester ganjil, pertengahan 1991.
“Jangan,” kata Pak Zainal Alim singkat. Tegas. “Koen kate cuti gak kuliah hanya gara-gara gak bisa bayar SPP?” Ruangan itu seperti senyap. Hanya suara putaran kipas angin tua di langit-langit yang terdengar jelas. “Jangan, Dik.”
Saya terus menekuri lantai sembari memilin kedua tangan yang basah. Ruangan itu mendadak serasa sempit dan membuat saya gerah. “Tetapi kelihatannya saya tidak punya pilihan lain, Pak,” jawabku memastikan. “Saya mungkin akan nyari kerja dulu, agar nanti bisa melanjutkan kuliah.”
Dosen wali itu menggeleng. Rambut kepalanya yang sudah memutih dipenuhi uban membuatnya tampak lebih tua dari usianya. Asap kemudian mengepul dari rokok yang disulutnya. Ia kemudian tersenyum. “Eman-eman kuliahmu, Dik. Coba usahakan dulu cari pinjaman atau apa. Apa Ayahmu sudah tak bisa membiayai?”
Kini beliau menyedot rokok itu dalam-dalam.
Saya kini ganti tersenyum. Sebenarnya malu mau cerita. “Saya sejak semester dua mencari uang sendiri di Surabaya ini, Pak, untuk kuliah dan biaya hidup sehari-hari. Saya minta Ayah saya untuk tidak lagi mengirim wesel,” kata saya pada akhirnya. “Kedelapan adik saya lebih membutuhkannya. Biarlah saya cari sendiri.”
“O, begitu ya?” kata Pak Zainal manggut-manggut. Dari mulutnya mengepul asap rokok yang disedotnya bergumpal-gumpal. “Tapi, eman-eman lho, Dik, nek koen cuti kuliah. Apalagi baru mau semester tiga. Pira IP-mu?”
Lembar transkrip itu pun saya angsurkan ke beliau.
“Lha ini nilaimu cukup bagus. Wis, eman-eman nek cuti. Cobalah cari alternatif biaya SPP itu. Aku yakin koen isok oleh.”
***
Lunglai saya meninggalkan ruang dosen wali itu. Kemana harus mencari dana untuk membayar SPP? Padahal, besok hari terakhir SPP itu harus sudah lunas.
Setelah shalat ashar di Masjid Manarul Ilmi ITS, saya duduk-duduk di selasar bagian selatan dari masjid kampus itu. Tempatnya memang teduh dengan angin yang mengalir dari sawah-sawah sekitarnya membuatnya menjadi tempat duduk-duduk yang nyaman bagi siapa saja.
Saya menerawang jauh ke selatan, ke arah Asrama Mahasiswa ITS; tempat dimana saya sebulan yang lalu diminta pergi karena menunggak pembayaran biaya asrama hingga lebih dari tiga bulan. Saudara tak punya. Mau pinjam teman, saya malu mengatakannya.
Tiba-tiba seseorang mencolek pundak saya. Saya pun menoleh.
“Kelihatannya kamu sedang punya masalah?” tanya pencolek pundak saya. Ia seorang laki-laki, mungkin umurnya beberapa tahun di atas saya. Senyumnya tersungging. Khas. Saya melihat persahabatan pada senyumnya itu.
Saya hanya tersenyum. Menggeleng.
“Aku pernah mengalami berbagai masalah. Bahkan diantaranya sangat berat,” katanya menceritakan dirinya sendiri. Lalu ia melanjutkan, seperti menganalisa, “Aku tahu dari mimik dan bahasa tubuhmu kalau kamu sedang punya masalah.”
Saya lalu menunduk, tak tahu antara malu menceritakan dan kebingungan mencari jalan keluar.
“Boleh aku tahu masalahmu apa? Siapa tahu aku bisa bantu.”
Saya sekali lagi menoleh pada laki-laki tak kukenal itu. Dari kata-katanya kelihatannya ia bertanya dengan tulus. “Saya belum membayar SPP,” kataku pelan. Kalimat itu seperti tercekat di tenggorokan dan begitu berat diucapkan. “Besok terakhir. Saya sudah minta cuti ke Pak Zainal Alim, tetapi beliau tidak mengijinkan.”
“Pak Zainal Alim? Kamu jurusan Elektro ya? Atau Komputer?”
“Komputer, Mas. Angkatan 90.”
“Oh, aku juga Komputer! Tapi angkatan tuwek, 87. Aku cuti beberapa kali. Baru sekarang ini mau melanjutkan lagi. Mungkin kuliahnya nanti bareng ambek angkatanmu.”
Ia kemudian menyebut nama dan mengulurkan tangan. Kujabat tangan itu dengan hangat. “Nama saya Bahtiar,” kata saya memperkenalkan diri pada Mas P itu.
“Berapa SPP-mu, Bah? Mungkin aku bisa bantu.”
“Seratus delapan puluh ribu rupiah, Mas.”
Ia pun merogoh saku celananya. “Saya tidak punya banyak. Tetapi, ini bisa kamu pakai dulu untuk membayar SPP-mu besok.” Uang sejumlah itu segera diangsurkannya pada saya.
Mata saya berbinar. Tak kusangka sama sekali sore ini saya mendapatkan uang itu tanpa saya cari. Dari seseorang yang sebelumnya tak pernah saya kenal sama sekali.
“Aku jadi merepotkan Mas,” kata saya sambil menerima uang itu. “Kapan harus saya kembalikan?”
Laki-laki yang ternyata kakak angkatan saya itu tersenyum. “Ah, jangan kamu pikir. Terserah, kapan kamu punya, Bah.”
Jawaban itu begitu menyejukkan saya. Bagaimana tidak? Pada kondisi kritis begini ada seseorang yang membantu saya dengan begitu mudahnya. Tanpa jaminan. Tanpa banyak tanya.
Alhamdulillah, saya bisa melanjutkan kuliah semester tiga itu setelah keesokan harinya melunasi SPP.
***
Kabar yang saya terima ini mestinya membuat saya gembira. Ya, saya memang bergembira dan bersyukur. Nina, adik saya, diterima di sekolah akademi kebidanan di Klaten Jawa Tengah. Tetapi untuk biaya masuk berikut tetek-bengeknya diperlukan uang 3,5 juta!
Ayah sedang tak punya. Saya apalagi, meski kini sudah bekerja di sebuah perusahaan IT sebagai programer. Tetapi gaji programer di tahun 1995-an hanya seperlima dari uang yang diperlukan itu.
Namun sayang jika kesempatan itu dilepas begitu saja. Apalagi Nina memang bercita-cita menjadi bidan selepas sekolah keperawatan. Saya harus mencari cara. Bagaimanapun dia masuk ke akademi itu adalah karena dorongan saya juga.
Terpaksa saya memberanikan diri meminjam uang ke kantor. Potong gaji. Tetapi entah mengapa, jawaban yang saya terima dari bagian keuangan tak begitu enak di telinga. “Tak ada,” katanya singkat. Maksudnya, kantor lagi tidak ada dana cukup untuk dipinjam.
Saya nelangsa. Kemana saya harus cari? Beberapa teman di kantor juga sedang tak bisa dipinjami uang sebanyak itu. Saya akhirnya ingat seseorang. Mas P. Ia kini punya perusahaan IT sendiri yang baru dirintis.
Malam itu saya dolan ke kantornya. Senyumnya masih sama beberapa tahun yang lalu. Khas. Kami saling bertanya dan bercerita. Sampai tibalah saat yang sulit itu.
“Ada apa, Bah? Ada yang bisa aku bantu?”
Saya beringsut di tempat duduk yang tak panas. “Begini, Mas. Saya mau ngrepoti Mas lagi,” begitu kata saya membuka pembicaraan. “Adik saya baru diterima di sekolah bidan. Di Klaten. Ia perlu dana 3,5 juta. Saya bisa pinjam nggak ya?”
Untunglah pinjaman SPP yang dulu sudah lama saya kembalikan setelah saya bekerja. Kalau tidak, saya tidak tahu bagaimana ngomongnya.
“Apa nggak bisa pinjam di kantormu, Bah?”
Saya menggeleng. “Sedang tak ada uang, Mas, katanya. Maksud saya sih potong gaji di kantor gitu. Lebih gampang.”
Mas P nampak berpikir. Lalu ia menjawab, “Aku ada sih, Bah. Tapi duitnya nggak utuh. Gimana?”
“Nggak apa-apa, Mas,” jawab saya lega. Asal jumlahnya genap, duit receh juga tak masalah.
Ia lalu merogoh sakunya dan mengeluarkan sejumlah uang. Lalu dompetnya, dan dikeluarkannya sejumlah uang. Ia lalu menghitungnya dan mengangsurkannya pada saya. “Sik, masih kurang,” katanya.
Saya menghitungnya. Ya, memang kurang beberapa ratus ribu.
Ia lalu membuka laci di meja kerjanya. Dari sana ia keluarkan uang kertas berbagai pecahan. Seratus ribu, lima puluh ribu, sepuluh ribu, lima ribu, bahkan seribuan rupiah. Akhirnya genaplah 3,5 juta yang saya perlukan.
“Sorry, uangnya pecahan begitu,” katanya sambil tersenyum.
“Nggak apa-apa, Mas. Jumlahnya toh 3,5 juta,” jawab saya lantas tersenyum. “Kapan saya harus kembalikan?
Laki-laki di depan saya itu menjawab, sebagaimana jawaban beberapa tahun lalu. “Jangan dipikir, Bah. Terserah, kapan kamu punya.”
Dalam perjalanan pulang, saya mengingat peristiwa itu. Betapa laki-laki itu telah menolongku dua kali, tanpa banyak tanya. Seketika. Dan begitu mudahnya. Bahkan yang membuatku haru, ia mungkin telah menguras uang yang ia miliki untuk membantu saya. Terbukti uang yang dipinjamkannya itu ia ambil dari saku, dompet, bahkan lacinya. Bahkan ada yang pecahan seribuan.
Sepanjang perjalanan pulang itu, air mata saya tak henti menetes. Ternyata masih ada orang sebaik ini di semesta raya. Saya tak akan pernah melupakan jasa orang ini, yang dikirimkan-Nya untuk menolong saya saat terjepit. Saya tak akan melupakannya, hingga kapanpun.
***

Keterangan.
nek koen kate cuti = kalau kamu mau cuti (suroboyo)
eman-eman = sayang (jawa)
pira = berapa (jawa)
koen isok oleh = kamu bisa dapat (suroboyo)
tuwek = tua (jawa)
bareng ambek = bersama dengan (jawa)
PS. Nama ybs disamarkan untuk menjaga privasi dan kemungkinan saya 'dituntut' karena menceritakan pengalaman ini :) InsyaAllah, tak ada maksud lain kecuali semata untuk ibrah bagi kita semua

Sumber: Bahtiar HS / Eramuslim
Pernikahan Yang Sederhana

Bulan Syawal identik dengan bulan pernikahan. Banyak pernikahan terjadi mengambil momen di bulan ini. Bagi saya menghadiri undangan pernikahan ibarat memperbarui kehidupan dan pernikahan saya sendiri. mengingat di masa belasan tahun lampau dan memperbanyak bersyukur karena Allah mengaruniai keberkahan dalam banyak sisi keluarga saya.
Setiap kali menghadiri undangan pernikahan, yang tampak di depan mata adalah sepasang pengantin yang dihias cantik, senyum orang tua, dekorasi indah dengan hiasan bunga-bunga, makanan yang berlimpah ruah disertai gubug aneka menu yang mengundang selera, pager ayu dan pager bagus yang muda dan cerah ceria, foto-foto pengantin yang dicetak besar dan memenuhi sisi-sisi gedung walimah, tamu undangan yang berdandan istimewa, kilatan cahaya kamera di sana-sini, senandung musik penghibur telinga dan sovenir mungil yang bisa jadi pengenang. Tak ada yang salah sebenarnya.
Toh semua juga berharap pernikahan adalah peristiwa yang mestinya terjadi hanya sekali dalam seumur hidupnya. Wajar kalau kemasan acaranya dibuat istimewa dan berbeda konsepnya dengan acara pernikahan yang sudah pernah ada.
Suatu saat saya mengikuti suami menghadiri pernikahan seseorang di luar kota. Subhanallah, jarang saya menjumpai pernikahan yang seperti ini. Begitu khidmat dan sederhana. Mereka memakai halaman samping sebuah masjid di kampung pengantin putri. Dengan bangku kecil yang dijajar, mereka membuat panggung untuk tempat pelaminan.
Di belakangnya adalah dekorasi yang dibuat oleh teman-teman mahasiswanya. Mereka memesan makanan kardus dari katering yang biasanya melayani makan anak kost di kota tempat mereka kuliah. tamu-tamu duduk sejajar, tak ada yang makan sambil berdiri. Mereka merasa setara karena tak ada yang dandan ngejreng dan kemilau perhiasan emas yang menarik. Pengantin diantar oleh becak ketika meninggalkan tempat acara dan pulang menuju rumah orang tua. Tak ada yang mubadzir. tak ada pula yang merasa tak dihormati, baik oleh tuan rumah atau oleh sesama tamu yang datang.
Pernikahan adalah ibadah. Sesungguhnya Rasulullah saw pun pernah berpesan agar pernikahan itu tak hanya mengundang tamu orang kaya dan melupakan yang miskin. Sehingga, sesungguhnya pernikahan bukanlah ajang menampakkan gengsi dan kesuksesan seseorang karena kemilaunya acara pernikahn yang ia selenggarakan. Bahkan ada yang menunda pernikahan karena mengumpulkan dana untuk menyelenggarakan pernikahan yang istimewa.
Bukankah menunda pernikahan tanpa waktu yang tegas justru akan memungkinkan datangnya fitnah?
Pernikahan juga bukan ladang bisnis bagi penyelenggaranya. dhitung modalnya sekian dan balik modal dari sumbangan yang datang dari para undangan mestinya sekian. Terkadang sempat terfikir di benak orang tua saat menikahkan anaknya adalah saat ia mengumpulkan lagi sumbangan yang pernah ia berikan ke orang tua yang terdahulu menikahkan anaknya. Bukankah Islam mengajari kita untuk berfikir ikhlas, bertindak dan berkata dengan ikhlas juga?
Maka, menjasederhana...dikan pernikahan sebagai satu ibadah yang tidak memberatkan mestinya adalah keniscayaan. Wajar bila orang tua ingin memuliakan para tamu, wajar pula orang tua ingin menampakkan keindahan dalam setiap jenak kehidupan anaknya. Tetapi itu tak mesti membuat kita memicingkan mata ketika kita menghadiri pernikahan yang sederhana....

sumber: Asri Widiarti / eramuslim
Keajaiban Hidup

Suatu ketika, seorang laki-laki musafir singgah disebuah kota. Sambil menunggu jadwal pesawat yang masih beberapa jam lagi, ia bermaksud mengunjungi sebuah Masjid besar di pinggir kota. Sesuai dengan kebiasaannya mengunjungi Masjid, dimanapun ia berlabuh, maka kali ini Masjid pinggir kota yang besar itu menjadi target wisata ruhani baginya. Namun, pelayan hotel mewanti-wanti, agar mengurungkan niatnya, mengingat tempat tersebut terhitung relatif 'remote', tanpa kendaraan umum.
Taksi yang menjadi alat transportasi utama kota tersebut jarang sekali terdapat di sekitar Masjid. Sebetulnya ada cara yang aman, mengingat Masjid itu adalah tujuan wisata, bagi umum, lintas agama, dengan cara ikut tour yang disediakan travel setempat. Tapi ikut travel pun bukan pilihan baginya, mengingat lelaki itu harus ke bandara dalam 2 jam untuk *check-in* dan terbang. Tour yang ditawarkan travel hanya tersedia per-hari, dengan mengunjungi berbagai lokasi wisata, bukan cuma per-jam dan bukan hanya mengunjungi Masjid yang dimaksud.
Meski dihalangi pelayan hotel, musafir tersebut sudah bertekad bulat, untuk ber-wisata ke Masjid pinggir kota. Perjalanan menuju Masjid bukan masalah, mengingat banyak taksi berseliweran didekat hotel.
Setelah sholat dan menikmati keindahan Masjid tujuan wisata ini, musafir tersebut pun keluar Masjid. Mulai mencari taksi, agar bisa pulang ke hotel untuk kemudian ke bandara. Ternyata betul, *warning* dari pelayan hotel. Sejauh mata memandang, tidak ada taksi. Untuk menelpon taksi di kota, pun tidak mungkin, karena telpon genggamnya tidak memberikan sinyal. Tiada jaringan komunikasi.
Sambil berjalan menuju *highway* terdekat, diamati gurun pasir di sekelilingnya, Ini betul-betul gurun pasir. Asli. Mungkin nanti peradaban kota metropolitan yang hanya 30 menit dari tempat itu akan hadir pula di dekat Masjid itu, tapi setidaknya belum saat ini. Pohon-pohon yang ditanam disekitar Masjid masih belia, belum mampu menghijaukan padang pasir, sebagaimana hijaunya kota dimana ia menginap tadi malam.
Lama menunggu, sambil memainkan butiran pasir, ditengah teriknya matahari pantai Teluk Persia, lelaki itu terus menunggu taksi. Tapi memang tidak ada taksi yang singgah ditempat ini. Taksi sudah cukup sibuk ditengah kota yang sibuk itu, tapi jangan berharap menemukan taksi di pinggir kota.
Lantas bagaimana musafir tersebut kembali ke hotel?
Bagaimana nanti kalau terlambat *check-in* dan ketinggalan pesawat?
Sambil menunggu taksi, memandangi butiran padang pasir yang mengotori sol sepatunya, musafir itu mencoba memperbaiki hubungannya dengan Sang Pencipta. Memohon solusi bagi persolan hidupnya saat ini. Si musafir berdzikir dalam hati. Terus menyebut asma Allah subhanahu wa ta'ala, Tuhan yang menciptakannya. Tuhan yang menguasai padang pasir, bumi, planet, galaksi dan tata surya tempat ia terdampar. Ia mohon ampun, merngulang-ulang hafalan qur'an nya yang tidak seberapa. Ah...ini rupanya padang pasir. Tanpa sinyal HP, tanpa taksi, ia mencoba berdamai sepi, berdamai dengan teriknya matahari.
Tidak disangka, beberapa saat kemudian, sebuah sedan Lexus, seri terbaru, datang dari arah jalan besar disamping dan menghampirinya. Pengendara mobil mewah itu, bertanya pada musafir:
"Hi, kemana arah jalan ke kota?"
"Saya tidak tahu. Saya juga musafir dan sedang menunggu taksi", jawab lelaki musafir.
Dahi pengendara Lexus berkerut. "Tidak ada taksi disini. Kalau mau ke kota, mari masuk ke mobil, ikut saya. Tapi tentu, saya harus putar-putar dulu, karena navigasi saya tidak mengenal jalan ini"
Ikut ke kota? Dengan pengendara asing ini? Wah, berkecamuk pikiran si musafir.
Bagaimana kalau pengendara ini penipu? Bagaimana kalau nanti ia menjadi korban kriminal?
Setelah menimbang-nimbang. Musafir mengangguk. "OK, saya ikut mobilmu ke kota".
*Bismillah* saja, kata musafir dalam hati, toh jika memang tidak ada taksi, ia akan terjebak di padang pasir itu entah sampai kapan. Mungkin sampai esok pagi. Tidak bisa kembali ke hotel di kota dan...ketinggalan pesawat.
Singkat cerita, pengendara itu memang bukan penipu dan orang baik hati yang bersedia mengantarkannya ke kota.
Alhamdulillah. Musafir melangitkan syukurnya pada Allah subhanahu wa ta'ala, Tuhan yeng menciptakannya, Tuhan yang menguasai bumi, menguasai langit dan berkuaasa atas semua makhluk-Nya, termasuk yang menggerakkan pengendara tadi untuk sesaat tersesat dan menemukan dirinya yang mulai mandi keringat di tengah padang pasir.
****
Orang banyak sering menamakan hal yang dialami musafir tadi sebagai 'keajaiban hidup'.
Walaupun, saya lebih menyukai frasa yang lain untuk menceritakan hal unik sejenis, yakni 'pertolongan Allah' atau rizki.
****
*Barangsiapa yang ber-taqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rizki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. [Ath-Tholaaq (65) : 2-3].*

sumber :Ayah Majid / eramuslim

Rabu, 29 Oktober 2008

Mulianya Seorang Wanita

Assalamu'alaikumwarahmatullah wabarakatuh

Ukhti fillah!. Engkau adalah bunga kehidupan, teramat sayang memperlakukanmu dengan kasar karena hal itu akan merusak keindahan yang ada dalam dirimu dan menodai kesempurnaanya sehingga menjadikannya layu tak berseri. Allah telah memuliakanmu, mensucikanmu dan mengangkat derajatmu dalam agama ini, karenanya raihlah ia dengan memupuk ketaatanmu pada-Nya, merajut benang-benang kehidupanmu diatas jalan Allah dan manhaj Rasulnya agar kebahagiaan tak pernah jemu menghampirimu. Ingatlah selalu firman-Nya:
"Dan barang siapa mentaati Allah dan Rasulnya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar" (Al -Ahzab:71).
Camkanlah selalu dalam hatimu, bahwa berjalan diatas kebenaran (sunnah) ibarat memegang bara api, banyak aral dan rintangan yang menghalangimu. Lihatlah keluar, musuh kita bersatu padu untuk mengahancurkan kita. Dengan segenap daya dan upaya mereka ingin agar kita melepaskan pakaian akhlak dan rasa malu dari diri kita, sehingga mereka lebih leluasa merongrong agama ini. Aku tidak ingin, dirimu dan juga diriku (dengan izin Allah) menjadi korban serigala-serigala liar itu. Karena itu palingkan wajahmu dari mereka dan sambutlah dengan penuh suka cita jalan kebenaran yang ditawarkan Allah dan Rasul-Nya. Peganglah tali kendali itu dengan sekuat tenaga agar tidak jatuh dalam kehancuran. Buatlah mereka marah dan sedih dengan keteguhanmu berpegang pada agamamu, dengan menjaga rasa malumu dan beriltizam dengan hijabmu.
Ukhti fillah!. Sesungguhnya mereka iri dengan apa yang kita miliki, wanita-wanita mereka telah terperosok jauh dalam kubangan dosa, kehinaan dan maksiat sehingga tidak ada lagi yang bisa diharapkan. Sedangkan engkau??? Engkau adalah wanita berkedudukan tinggi, engkau wanita dengan kemuliaan, kesucian dan kehormatan yang tinggi. Kedudukanmu tinggi karena Al -Qur'an, engkau mulia dengan iman dan suci karena engkau berpegang teguh pada agama ini. Oleh karena itu engkau adalah mutiara yang teramat mahal, tidak sembarang orang boleh menyentuhnya apalagi menyakitinya. Itulah kelebihan dan keistimewaan yang tidak akan kau dapati selain dalam agama ini.
Maka wahai ukhti fillah Al 'Afifah, yang senantiasa sholat dan sujud kepada Dzat yang Maha Hidup dan terus menerus mengurus makhluknya, dan menundukkan pendengaran dan penglihatan untuk-Nya, cukuplah hadist Rasulullah berikut sebagai penyejuk hati :
"Dunia adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita sholihah." (HR. Muslim).
Ya, engkau adalah sebaik-baik perhiasan dunia, engkau adalah harapan agama, yang diharapkan dapat melahirkan generasi robbani. Perhiasan itu tidak mudah didapat, harganya terlalu mahal dan menjaganya pun tidaklah mudah. Setiap abdi Allah ingin mendapatkannya, namun tidak semua bisa memilikinya. Ia memberikan kesejukan dikala hati gersang dan menyegarkan pandangan dikala mata suram. Perhiasan dunia itu, dalam kehidupannya senantiasa menampakkan kemuliaan dirinya. Bagaikan sekuntum mawar yang sedang mekar, harumnya tergambar dari pribadinya yang santun. Tunduk pandangannya, tegas bicaranya.
Sedikitpun tidak ada keraguan jika meninggalkannya di rumah. Ia menjaga harta suaminya, mendidik anak-anaknya dan senantiasa menjaga kehormatan diri dan suaminya. Dalam kehidupan sehari-hari senantiasa diselimuti prestasi. Ia tahu mana kegiatan yang disukai Rabbnya , untuk itu ia tidak pernah putus asa. Ia senantiasa menjaga kesucian dirinya. Tidak mudah mengeksploitasi diri dan kehormatannya, apalagi hanya sekedar menggodanya. Karena ingatlah selalu, bunga istimewa hanya untuk yang istimewa.
Ukhti fillah!. Itulah gambaran tentang dirimu. Sungguh teramat agung kedudukanmu. Maka senantiasalah bersyukur kepada-Nya atas semua karunia, rahmat dan petunjukNya. Takutlah engkau pada Allah dan laksanakan tugas-tugas yang Dia wajibkan kepadamu agar engkau termasuk dalam golongan hambaNya yang selamat dan bahagia di dunia maupun di akhirat. Bertaqwalah kepada Allah, semoga Allah memberikanmu taufiq kepada apa-apa yang dicintai dari apa-apa yang engkau dengar dan engkau baca.

Wassalamu'alaikumwarahmatullah wabrakatuh

Sumber:dudungnet
Aku Dimakamkan Hari Ini

Perlahan, tubuhku ditutup tanah,perlahan, semua pergi meninggalkanku,masih terdengar jelas langkah langkah terakhir merekaaku sendirian, di tempat gelap yang tak pernah terbayang,sendiri, menunggu keputusan...

Istri, belahan hati, belahan jiwa pun pergi,Anak, yang di tubuhnya darahku mengalir, tak juga tinggal,Apatah lagi sekedar tangan kanan, kawan dekat,rekan bisnis, atau orang-orang lain,aku bukan siapa-siapa lagi bagi mereka. Istriku menangis, sangat pedih, aku pun demikian,Anakku menangis, tak kalah sedih, dan aku juga,Tangan kananku menghibur mereka,kawan dekatku berkirim bunga dan ucapan,tetapi aku tetap sendiri, disini,menunggu perhitungan ...

Menyesal sudah tak mungkin,Tobat tak lagi dianggap,dan ma'af pun tak bakal didengar,aku benar-benar harus sendiri...

Tuhanku,(entah dari mana kekuatan itu datang,setelah sekian lama aku tak lagi dekat dengan-Nya),jika kau beri aku satu lagi kesempatan,jika kau pinjamkan lagi beberapa hari milik-Mu,beberapa hari saja...

Aku harus berkeliling, memohon ma'af pada mereka,yang selama ini telah merasakan zalimku,yang selama ini sengsara karena aku,yang tertindas dalam kuasaku.yang selama ini telah aku sakiti hati nyayang selama ini telah aku bohongi Aku harus kembalikan, semua harta kotor ini,yang kukumpulkan dengan wajah gembira,yang kukuras dari sumber yang tak jelas,yang kumakan, bahkan yang kutelan.Aku harus tuntaskan janji janji palsu yg sering ku umbar dulu Dan Tuhan,beri lagi aku beberapa hari milik-Mu,untuk berbakti kepada ayah dan ibu tercinta ,teringat kata kata kasar dan keras yg menyakitkan hati mereka ,maafkan aku ayah dan ibu ,mengapa tak kusadari betapa besar kasih sayang muberi juga aku waktu,untuk berkumpul dengan istri dan anakku,untuk sungguh sungguh beramal soleh ,Aku sungguh ingin bersujud dihadap-Mu,bersama mereka ...

begitu sesal diri inikarena hari hari telah berlalu tanpa maknapenuh kesia sia ankesenangan yg pernah kuraih dulu, tak ada artinyasama sekali mengapa ku sia sia saja ,waktu hidup yg hanya sekali ituandai ku bisa putar ulang waktu itu ...

Aku dimakamkan hari ini,dan semua menjadi tak terma'afkan,dan semua menjadi terlambat,dan aku harus sendiri,untuk waktu yang tak terbayangkan ...

Sumber: Riza P.N / Dudungnet
Menikah Adalah Keajaiban

Saya selalu mengatakan bahwa menikah adalah hal yang sangat kodrati. Dalam bahasa saya, menikah tidak dapat dimatematiskan. Jika suatu saat ada orang yang mengatakan, ?secara materi saya belum siap,? saya akan selalu mengejar dengan pertanyaan yang lain, ?berapa standar kelayakan materi seseorang untuk menikah??
Tak ada. Sebenarnya tak ada. Jika kesiapan menikah diukur dengan materi, maka betapa ruginya orang-orang yang papa. Begitu juga dengan kesiapan-kesiapan lain yang bisa diteorikan seperti kesiapan emosi, intelektual, wawasan dan sebagainya. Selalu tak bisa dimatematiskan. Itulah sebabnya saya mengatakan bahwa menikah adalah sesuatu yang sangat kodrati.
Bukan dalam arti saya menyalahkan teori-teori kesiapan menikah yang telah dibahas dan dirumuskan oleh para ustadz. Tentu saja semua itu perlu sebagai wacana memasuki sebuah dunia ajaib bernama keluarga itu.
Sebagai contoh saja, banyak pemuda berpenghasilan tinggi, namun belum juga merasa siap untuk menikah. Belum cukup, lah... itu alasan yang paling mudah dijumpai. Dengan gaji sekarang saja saya hanya bisa hidup pas-pasan. Bagaimana kalau ada anak dan istri? Oya, saya juga belum punya rumah....
O-o... Saudaraku, kalau kau menunggu gajimu cukup, maka kau tak akan pernah menikah. Bisa jadi besok Allah menghendaki gajimu naik tiga kali lipat. Tapi percayalah, pada saat yang bersamaan, tingkat kebutuhanmu juga akan naik... bahkan lebih tiga kali lipat. Saat seseorang tak memiliki banyak uang, ia tak berpikir pakaian berharga tertentu, televisi, laptop... atau mungkin hp merk mutakhir. Saat tak memiliki banyak uang, makan mungkin cukup dengan menu sederhana yang mudah ditemui di warung-warung pinggir jalan. Tapi bisakah demikian saat Anda memiliki uang? Tidak akan. Selalu saja ada keinginan yang bertambah, lajunya lebih kencang dari pertambahan kemampuan materi. Artinya, manusia tidak akan ada yang tercukupi materinya.
Menikah adalah sebuah elemen kodrati sebagaimana rezeki dan juga ajal. Tak akan salah dan terlambat sampai kepada setiap orang. Tak akan bisa dimajukan ataupun ditahan. Selalu tepat sesuai dengan apa yang telah tersurat pada awal penciptaan anak Adam.
Menikah adalah salah satu cara membuka pintu rezeki, itu yang pernah saya baca di sebuah buku. Ada pula sabda Rasulullah, ?Menikahlah maka kau akan menjadi kaya.? Mungkin secara logika akan sangat sulit dibuktikan statemen-statemen tersebut. Taruhlah, pertanyaan paling rewel dari makhluk bernama manusia, ?Bagaimana mungkin saya akan menjadi kaya sedangkan saya harus menanggung biaya hidup istri dan anak? Dalam beberapa hal yang berkaitan dengan interaksi sosial juga tidak bisa lagi saya sikapi dengan simpel. Contoh saja, kalau ada tetangga atau teman yang hajatan, menikah dan sebagainya, saya tentu saja tidak bisa lagi menutup mata dan menyikapinya dengan konsep-konsep idealis. Saya harus kompromi dengan tradisi; hadir, nyumbang... yang ini berarti menambah besar pos pengeluaran. Semua itu tak perlu menjadi beban saya pada saat saya belum berkeluarga.?
Saat saya dihadapkan pertanyaan ?menikah? pertama kali dalam hidup saya, saya sempat maju mundur dan gamang dengan wacana-wacana semacam ini. Lama sekali saya menemukan keyakinan -?belum jawaban, apalagi bukti?- bahwa seorang saya hanyalah menjadi perantara Allah memberi rezeki kepada makhluk-Nya yang ditakdirkan menjadi istri atau anak-anak saya.
Harusnya memang demikian. Itulah keajaiban yang kesekian dari sebuah pernikahan. Saya sendiri menikah pada tahun 1999, saat umur saya dua puluh tahun. Saat itu saya bekerja sebagai buruh di sebuah perusahaan bakery tradisional. Tentu saja, saya sudah menulis saat itu kendati interval pemuatan di majalah sangat longgar. Kadang-kadang sebulan muncul satu tulisan, itu pun kadang dua bulan baru honornya dikirim.
Dengarkan...! Dengarkan baik-baik bagian cerita saya ini.
Sebulan setelah saya menikah, tiga cerpen saya sekaligus dimuat di tiga media yang berbeda. Beberapa bulan berikutnya hampir selalu demikian, cerpen-cerpen saya semakin sering menghiasi media massa. Interval pemuatan cerpen tersebut semakin merapat. Saat anak saya lahir, pada pekan yang sama, ada pemberitahuan dari sebuah majalah remaja bahwa mulai bulan tersebut, naskah fiksi saya dimuat secara berseri. Padahal, media tersebut terbit dua kali dalam sebulan. Ini berarti, dalam sebulan sudah jelas ada dua cerpen yang terbit dan itu berarti dua kali saya menerima honor. Ini baru serialnya. Belum dengan cerpen-cerpen yang juga secara rutin saya kirim di luar serial.
Tunggu... semua itu belum berhenti. Saat anak saya semakin besar dan semakin banyak pernak-pernik yang harus saya penuhi untuknya, lagi-lagi ada keajaiban itu. Satu per satu buku saya diterbitkan. Royalti pun mulai saya terima dalam jumlah yang... hoh-hah...! Subhanallah...!
Entah, keajaiban apa lagi yang akan saya temui kemudian. Yang jelas, saat ini saya harus tetap berusaha meyakinkan diri saya sendiri bahwa saya hanyalah perantara rezeki bagi anak dan istri saya... juga ?mungkin ?orang lain. Dengan begitu, mudah-mudahan saya bisa melepaskan hak-hak tersebut yang melekat pada uang gaji ataupun royalti yang saya terima.
Ya Allah... mampukan saya.

Sumber:Sakti Wibowo / dudungnet
Hujan

Ada kegundahan tersendiri yang dirasakan seekor anak katak ketika langit tiba-tiba gelap. "Bu, apa kita akan binasa. Kenapa langit tiba-tiba gelap?" ucap anak katak sambil merangkul erat lengan induknya. Sang ibu menyambut rangkulan itu dengan belaian lembut.
"Anakku," ucap sang induk kemudian. "Itu bukan pertanda kebinasaan kita. Justru, itu tanda baik." jelas induk katak sambil terus membelai. Dan anak katak itu pun mulai tenang.
Namun, ketenangan itu tak berlangsung lama. Tiba-tiba angin bertiup kencang. Daun dan tangkai kering yang berserakan mulai berterbangan. Pepohonan meliuk-liuk dipermainkan angin. Lagi-lagi, suatu pemandangan menakutkan buat si katak kecil. "Ibu, itu apa lagi? Apa itu yang kita tunggu-tunggu?" tanya si anak katak sambil bersembunyi di balik tubuh induknya.
"Anakku. Itu cuma angin," ucap sang induk tak terpengaruh keadaan. "Itu juga pertanda kalau yang kita tunggu pasti datang!" tambahnya begitu menenangkan. Dan anak katak itu pun mulai tenang. Ia mulai menikmati tiupan angin kencang yang tampak menakutkan.
"Blarrr!!!" suara petir menyambar-nyambar. Kilatan cahaya putih pun kian menjadikan suasana begitu menakutkan. Kali ini, si anak katak tak lagi bisa bilang apa-apa. Ia bukan saja merangkul dan sembunyi di balik tubuh induknya. Tapi juga gemetar. "Buuu, aku sangat takut. Takut sekali!" ucapnya sambil terus memejamkan mata.
"Sabar, anakku!" ucapnya sambil terus membelai. "Itu cuma petir. Itu tanda ketiga kalau yang kita tunggu tak lama lagi datang! Keluarlah. Pandangi tanda-tanda yang tampak menakutkan itu. Bersyukurlah, karena hujan tak lama lagi datang," ungkap sang induk katak begitu tenang.
Anak katak itu mulai keluar dari balik tubuh induknya. Ia mencoba mendongak, memandangi langit yang hitam, angin yang meliuk-liukkan dahan, dan sambaran petir yang begitu menyilaukan. Tiba-tiba, ia berteriak kencang, "Ibu, hujan datang. Hujan datang! Horeeee!" **
Anugerah hidup kadang tampil melalui rute yang tidak diinginkan. Ia tidak datang diiringi dengan tiupan seruling merdu. Tidak diantar oleh dayang-dayang nan rupawan. Tidak disegarkan dengan wewangian harum.
Saat itulah, tidak sedikit manusia yang akhirnya dipermainkan keadaan. Persis seperti anak katak yang takut cuma karena langit hitam, angin yang bertiup kencang, dan kilatan petir yang menyilaukan. Padahal, itulah sebenarnya tanda-tanda hujan.
Benar apa yang diucapkan induk katak: jangan takut melangkah, jangan sembunyi dari kenyataan, sabar dan hadapi. Karena hujan yang ditunggu, insya Allah, akan datang. Bersama kesukaran ada kemudahan. Sekali lagi, bersama kesukaran ada kemudahan.
Sumber: mnuh/eramuslim
Keajaiban Islam di Negeri Sakura

Hari ini tepat empat hari menjelang satu bulan aku menginjakkan kaki di bumi sakura. Kali ini untuk jangka waktu yang lama. Sebuah amanah mesti ditunaikan selama kurang lebih dua tahun delapan bulan. Serasa menghitung hari menghabiskan hari-hari selama hampir satu bulan ini. Begitu terasa kesendirian jauh dari sanak keluarga, terutama suami dan keluarga tercinta. Tapi, cukup menjadi pengiburan tersendiri kala ada kejutan-kejutan kecil dari lingkungan sekelilingku, terutama menyangkut dienku, juga penutup kepala yang aku gunakan. Ternyata, Islam tidak ditolak di negeri matahari terbit ini. Aku merasakan itu.
***
Kami berada sebuah gedung yang relatif baru dan berwarna coklat muda. Setelah bertanya beberapa kali, aku dan dia, seorang perempuan berkebangsaan Jepang dari kantor pemberi beasiswaku, menemukan gedung itu. Ruangan yang kami tuju berada di lantai dua. Sebuah ruangan tempat pendaftaran mahasiswa asing di universitas itu. Di dalam lift seperti tersentak oleh suatu hal, dia bertanya: Febty-san wa oinori wo shimasuka. Nanji desuka(1). San adalah panggilan untuk menghormati seseorang. Aku terdiam sesaat. Rupanya, kebiasaanku dan dua orang teman yang selalu minta ijin menunaikan sholat kala jam makan siang di kantor pemberi beasiswaku diingatnya. Kala itu, waktu sholat dzuhur sudah hampir habis. Aku berniat menjamak takhir shalat dzuhurku bersama dengan shalat ashar. Tapi, cukup menjadi sebuah kejutan tersendiri untukku. Itu pertama kali aku ditanya waktu shalatku di negeri matahari terbit ini, oleh seseorang yang berkebangsaan Jepang pula.
Selesai urusan kami di ruangan itu, aku dan dia menuju ke ruangan senseiku. Asisten senseiku bersama dengan seorang temanku di laboratoriumku diminta oleh senseiku untuk menemaniku berbelanja beberapa barang yang aku butuhkan untuk kelengkapan di kamarku. Dan diapun pulang setelah aku bertemu dengan asisten senseiku, dengan sebuah pesan kepada asisten senseiku untuk mengajakku makan siang terlebih dahulu sebelum kami berbelanja.
Di kantin di universitasku, aku makan siang bersama asisten senseiku. Tepatnya, asisten senseiku hanya menemaniku. Hanya nampanku sendiri yang menunya adalah menu lengkap makan siang, sedang asisten senseiku hanya makan semangkok makanan penutup. Aku tidak tahu namanya. Tinggal sedikit lagi, menu makan siangku habis, aku memberanikan diri untuk minta ijin menunaikan sholat dzuhur dan ashar sebelum kami pergi berbelanja. Jam dinding yang tergantung agak jauh dari kami duduk menunjukkan kalau waktu sholat ashar sudah tiba.
Yoshino-san, kaimono e iku mae ni, watashi wa oinori wo shitte mo ii desuka. Daijoubu desuka(2). Bahasa jepangku masih terbata-bata. Aku berharap dia mengerti maksudku.
Daijoubu desu. Doko desuka(3), tanyanya.
Konpyuta no heya no naka desu. Daijoubu desuka(4), jawabku. Ada sebuah tempat yang agak luang yang bisa aku gunakan untuk sholat di ruangan komputer di sebelah ruangan senseiku.
Daijoubu desu(5), jawabnya. Alhamdulillah, batinku. Dan kamipun menuju ke ruangan komputer itu. Dan aku semakin mengucap syukur di hati, kala kami menuju ke asramaku sepulang berbelanja, waktu Isya sudah menjelang.
***Waktu itu sudah langit di jepang sudah gelap. Aku masih berada di labku. Sehabis menghadiri progress report meeting untuk mahasiswa doktoral di labku, senseiku memintaku untuk tetap tinggal di lab terlebih dahulu. Senseiku akan mengadakan farewell party untuk mahasiwa undergraduate di labnya yang akan mengikuti summer school selama dua minggu di Taiwan.
Hampir jam tujuh malam, farewell party itu dimulai. Semua orang sudah menempati kursinya masing-masing. Aku hendak mengambil makanan yang menarik perhatianku. Sepertinya cukup lezat. Aku pikir itu mungkin sejenis ikan. Dengan menggunakan sumpit, aku mengambil daging itu. Entahlah, beberapa kali daging itu terlepas dari sumpitku. Mungkin, karena aku belum terbiasa menggunakan sumpit. Tetap kucoba, dan sampai di suatu detik tertentu, hampir serempak teman-teman labku, juga senseiku berteriak tertahan: Febty-san, kore wa butaniku(6). Allahu Akbar, hampir saja makanan yang diharamkan itu memenuhi lambungku. Aku lalu mengerti arti pandangan aneh teman-teman labku, juga senseiku saat aku hendak mengambil daging itu. Segera kuganti sumpitku, dan mengganti makananku dengan roti, keju dan sayur-sayuran yang banyak tersedia di meja farewell party kami. Seribu syuku kupanjatkan saat shalat isya di kamarku, sepulang dari farewell party itu. Terima kasih, Rabbi. Hanya itu yang sempat terucap dari lisanku.
***Hari itu adalah hari libur di kampusku. Sorenya aku berencana untuk menginap di rumah seorang teman yang bersamaan denganku menginjakkan kaki di Jepang. Sebelum waktu sholat dzuhur, kusempatkan untuk berbelanja keperluan dapur, juga lauk-pauk dan sayur-mayur mentah di sebuah departement store yang kuanggap murah dan dekat dari asramaku. Sebenarnya aku bisa berjalan kaki untuk mencapai tempat itu, tapi hari siang itu aku memilih menggunakan kereta.
Memasuki departement store itu aku menuju ke lantai tiga, aku mencari beberapa barang yang aku butuhkan. Setelah itu, di lantai dua pun, aku juga berkeliling untuk mencari beberapa barang lagi. Aku tidak menemukan garam di lantai dua. Yah sudahlah, pikirku. Nanti, aku akan coba bertanya dengan kasirnya. Mungkin terletak di lantai satu.
Aku lupa garam dalam bahasa jepang. Salt wa doko desuka(7). Hanya kalimat itu yang akhirnya muncul. Aku berharap seorang perempuan berkulit putih di hadapanku mengerti arti pertanyaanku.
Ikkai(8), jawabnya sambil menunjuk ke bawah. Entahlah darimana semuanya berawal. Akhirnya, kamipun mengobrol dalam bahasa Inggris. Dia sambil menghitung jumlah harga belanjaanku. Untunglah, belanjaanku agak banyak serta tidak ada orang lain yang mengantri di sana.
I am a muslim, kalimat itu akhirnya muncul dari bibir mungilnya. Dan akhirnya segera aku mengetahui kalau dia bukanlah warga negara Jepang. Dia sudah tinggal di Jepang selama 3 tahun. Dia juga masih berstatus mahasiswa di universitasku. Dan dia berasal dari sebuah negara kecil di dekat Uzbekistan. Dan, akhirnya, kamipun saling bertukaran alamat email, tepat sesaat jumlah total belanjaanku sudah dihitungnya. Sejumlah uang kuberikan kepadanya. Dan hari itu, kami berpisah dengan sebuah senyuman bahagia.
Aku tahu kalau dia tidak melihat penutup kepalaku, mungkin kalimat I am a muslim tidak akan terucap dari bibirnya. Dan juga, kami tidak akan saling bertukar alamat email dan selanjutnya berjanji untuk saling berkirim email. Tapi, Islamlah yang telah membuat kami saling merasa dekat satu sama lain, walaupun saat itu adalah saat pertama kali kamu berjumpa, pun juga dengan sesuatu hal yang tidak disengaja. Sungguh, sebuah kebahagiaan tersendiri menemukan saudara seiman yang berbeda negara di tanah perantauan ini.

Sumber: Febty Febriani / eramuslim
Hujan di Kairo Mengguyur Somalia

Muhammad Yasin, aku mahasiswa Universitas Al-Azhar, Mesir. Hari ini, Jumat 24 Oktober 2008, dua kali hujan menyapa Kairo. Setiap kali hujan mengguyur kota Kairo, selalu saja ada segudang rindu yang membuncah di dalam dada. Rindu akan kampung halaman yang menggelora. Apalagi bagi diriku yang hampir 4 tahun kuliah di Mesir. Negeri para nabi yang sangat jarang disapa hujan.
Tidak hanya bagiku, saat hujan berhamburan menimpa negeri Seribu Menara berdebu, kebahagiaan pun tampak memancar di wajah-wajah masyarakat Mesir. Sepulang dari shalat Jumat di Masjid Al-Salam, seorang bocah Mesir melompat-lompat girang di bawah rintik-rintik hujan. Kesenangan hari ini bagi orang Mesir, bisa jadi juga karena hujan merupakan pertanda pergantian musim. Berarti musim panas akan berlalu, dan orang Mesir kebanyakan lebih menyukai musim dingin.
Nashr City, Bawabah Ula, Flat 13, 15.20 CLT, masih hari ini, aku terbangun dari qailulah, tidur sejenak di siang hari. Kuarahkan pandanganku ke arah jendela, ternyata subhanallah! Hujan begitu lebat menyirami jalanan dan rumah-rumah yang tersapu oleh pandanganku.
Dari jendela yang hanya terbuka sebelah, kunikmati paronama yang jarang terjadi seperti ini. Dari lantai dua ini, mataku menangkap kebahagian di wajah 3 bocah Somalia yang ada di depan flat. Mereka tertawa, berlari ke sana-ke mari, dan bermain bersama genangan air jalanan, sambil menikmati hujan yang telah membasahi baju-baju mereka.
Aku pun turut gembira, menyaksikan kegembiraan itu. Tapi setelah itu, melihat wajah polos ketiga bocah berkulit hitam tersebut, aku teringat sesuatu yang mengubah kebahagiaanku menjadi buncahan kesedihan. Kuteringat akan kampung halaman mereka, Somalia. Sebuah negara Muslim yang tidak diakui dunia.
Negara yang dihantui perang saudara, bahkan, tank-tank Ethiopia, kapal induk Amerika, dan pesawat AC-30 yang mematikan pun pernah memporak-porandakan negeri tanduk Afrika itu pada Senin 22 Januari 2007. Saat ini, kematian bisa menjemput kapan saja, seperti pemandangan lainnya di Palestina, Irak, dan negeri muslim lainnya. Sketsa kumpulan manusia yang tidak merasa aman akan dirinya, keluarganya, hartanya, dan negaranya.
Melihat 3 wajah bocah Somalia yang menari-nari di bawah hujan, mengingatkanku jua akan sulitnya menjalani hari-hari musim kemarau di negara yang terletak di Afrika Timur itu. Beberapa waktu lalu, 14 September '08, dunia memberitakan sekitar 3 juta warga Somalia membutuhkan bantuan sebelum akhir 2008, karena tingginya harga bahan pangan, krisis keamanan, dan kemarau yang menjadi fenomena biasa, melanda. Bila musim panas dahsyat itu tiba, jangankan mengharapkan turun hujan dari langit, air yang ada di sungai saja bisa kering.
Sungguh beruntung negeriku Indonesia, bisa sering hujan menyapanya. Bila hujan menyebabkan bencana, itu juga ulah manusia serakah, yang tidak bersyukur akan limpahan karunia Allah. Sungguh beruntung negeriku, bisa bersahabat dengan hujan.
Bila biasa, maka hujan itu juga biasa. Tapi sungguh di balik seluruh ciptaan Allah, termasuk hujan, menyimpan tanda-tanda kekuasaan Allah yang begitu nyata. Sungguh celaka hamba-hamba yang durhaka terhadap Tuhannya, padahal air yang menemani perjalanan hidupnya adalah dari Allah.
Allah berfirman yang artinya, "Maka terangkanlah kepadaku air yang kamu minum. Kamukah yang menurunkannya dari awan ataukah Kami yang menurunkan? Kalau Kami kehendaki niscaya Kami jadikan dia asin, maka kenapakah kamu tidak bersyukur?" (QS. Al-Waqiah [56]: 68-70).

Sumber: Muhammad Yasin Jumadi / eramuslim
Apakah Akhirnya Kita Seperti Burung Beo Itu


Sebuah pesantren di daerah Jawa Tengah memberikan cerita hikmah untuk kita semua. Ceritanya dimulai beberapa tahun yang lalu saat pengurus pesantren tersebut tepatnya pemilik pondokan (sebutan sebuah pesantren) memelihara seekor burung beo.
Beo merupakan jenis burung yang paling cerdas menirukan suara-suara manusia selain burung kakak tua. Bertahun-tahun Kiai mengajarkan sebuah kalimat kepada beo itu. Kalimat yang sering kita baca dalam sholat. kalimat tauhid, ”Laillahaillallah Muhammadarrasulullah” terus diajarkan kepada beo. Hingga begitu lancarnya di lafadzkan oleh burung beo. Selama beberapa lama pondokan diramaikan kalimat tauhid di ucapkan si burung beo. Memberikan suasana dzikir para santri semakin berwarna. Ada kebanggaaan sendiri melihat seekor burung bersuara kalimat tauhid. Tahun berganti tahun. Suatu pagi kiai memberikan makan seperti biasa untuk beo kebanggaan itu. Ada yang aneh dari beo yang tak seperti biasanya. Lincah, berputar-putar 360 derajat, makan minum dan mengucapkan kalimat tuhid. Kali ini beo begitu lunglai. Diperhatikannya beo oleh Pak Kiai yang semain lama semakin menunduk. Tak berapa lama beo terjatuh dari tenggerannya. ”Plak”. Burung beo terjatuh di dasar sangkar luas itu. Kontan Kiai sedih dan menangis. Sejak saat itu beliau selalu menangis, bahkan saat mengajar.
Beberapa hari tak reda sedihnya. Hal ini membuat santri khawatir akan kondisi Pak Kiai. Suatu hari seluruh santri berkumpul untuk membicarakan solusi agar Kiai tidak lagi bersedih. Mereka sepakat untuk mengumpulkan sebagian uang jajan untuk membelikan seekor beo untuk Pak Kiai. Mereka benar-benar mengira kesedihan Pak Kiai disebabkan matinya beo terdahulu yang sangat di banggakan oleh seluruh seantero pondokan. Pada suatu pagi seusai sholat subuh berjamaah sebelum kuliah subuh. Perwakilan salah satu santri memberanikan diri untuk berbicara mengutarakan rencana santri se pondokan yang akan mengganti beo yang meninggal dan memberikan uang yang telah terkumpul dan dikira cukup membeli seekor beo. "Assalamu’alaykum Wr Wb., Afwan Kiai, ana mohon izin berbicara sebelum kuliah subuh dimulai", kata santri itu. "Silahkan. Apa yang akan kau sampaikan", sambut Kiai. "Kemarin kami semua berkumpul dan bermusyawarah, bagaiamana mencari solusi agar Kiai tak bersedih lagi, karena beo yang telah mati. Kita bisa menggantinya insya Allah", tambah sang santri. "Alhamdulillah. Hari ini saya melihat persaudaraan antar santri yang semakin erat. Walaupun kalian dari berbagai suku, tetapi dapat disatukan menjadi saudara dengan balutan Iman kepada Allah. Tidak ada lagi sekat lagi karena golongan darah atau saudara sedarah. Kalian telah menunjukkan persaudaraan kalian didasarkan karena cinta Pada Allah. Subhanallah. Jaga itu", jawab Kiai. Santri: ???? Santri semakin bingung. Kiai meneruskan ceritanya kenapa dia bersedih. "Kalian tahu kenapa aku bersedih. Kalian menyaksikan aku mengajarkan kalimat Tauhid (Laillahaillallah....) kepada beo itu bertahun-tahun, dan dia lancar mengucapkannya selama beberapa tahun juga. Tahukah yang sangat membuat sedih hingga kini? Aku sedih karena burung Beo yang telah kuajarkan kalimat tadi ternyata ketika sakaratul maut hanya berbunyi, “Kheeeeek”. Ya itu saja yang di suarakan beo itu", ungkap Kiai.
Padahal aku mengajarkannya bertahun-tahun mengucapkan kalimat tauhid. Inilah yang membuat aku bersedih dan melakukan instropeksi diri. Apakah nanti di penghujung sakaratul maut aku juga akan seperti beo itu. Aku selalu mengajarkan kalimat tauhid dan selalu ber ibadah. "Hari ini aku berpesan kepada kalian semua untuk terus meningkatkan ibadah kita secara sungguh-sungguh. Dan jangan ada penyakit dalam hati kita", tegas Kiai. Serentak pondokan hening. Seluruhnya menunduk dan menangis tersedu. Beberapa santri berpelukkan dan saling meminta maaf kepada saudara lainnya. Dalam kondisi seperti ini ada satu pertanyaan, “Bagaimana dengan kita semua?”......

Sumber: Yayan Supardjo / eramuslim
Menyesal Tidak Menjadi Muslim

Kaum kafir alias non-muslim ketika sudah memasuki kehidupan di akhirat akan menyesal mengapa mereka tidak menjadi muslim sewaktu masih hidup di dunia. Suatu penyesalan yang tentunya tiada berguna. Ketika di dunia, mereka mengira bahwa menjadi muslim berarti harus menjadi terhina sebagaimana banyak dialami bangsa muslim dewasa ini. Mereka sangat bangga menjadi orang kafir sebab mereka melihat bahwa kebanyakan negeri-negeri maju dewasa ini justru dipimpin dan didominasi oleh kaum non-muslim alias kafir. Mereka sangat tersilaukan oleh berbagai kemajuan material yang diraih oleh negeri-negeri seperti Amerika, Inggris, Perancis, Jepang, Jerman bahkan Israel.
Sebaliknya mereka sangat kecewa bahkan jijik melihat kaum muslimin di negeri-negeri terbelakang seperti Bangladesh, Afghanistan, Nigeria dan Indonesia. Mereka mengira bahwa status formal keagamaan bangsa-bangsa tersebut-lah yang menyebabkan mereka menjadi terbelakang dan terhina di dunia. Mereka kaitkan antara dominasi agama yang dianut bangsa tersebut dengan ketertinggalan yang mereka alami. Sehingga mereka segera menyimpulkan bahwa Islam adalah agama yang menyebabkan keterbelakangan dan kehinaan sedangkan agama-agama di luar Islam, entah itu Nasrani, Yahudi bahkan Shinto merupakan agama yang menyebabkan kemajuan dan kemuliaan manusia di dunia.
Mengapa ini bisa terjadi? Karena kebanyakan manusia tidak mampu membedakan antara ajaran agama dengan penganut agama. Mereka terlalu mudah menilai dan memvonis suatu agama sebagai baik atau buruk hanya berdasarkan tampilan penganutnya. Jika penganutnya berpenampilan maju dan menarik (secara standar duniawi) mereka segera memvonis agama yang mereka anut itu pastilah baik, bahkan benar. Sementara bilamana penganutnya berpenampilan tertinggal dan lemah (secara standar duniawi) mereka segera memvonis bahwa agama yang mereka anut itu pastilah buruk, bahkan batil...!
Dan bukan rahasia lagi bahwa kebanyakan negeri berpenduduk muslim dewasa ini dalam keadaan tertinggal dan lemah secara standar dunia. Sebaliknya, sebagian besar negeri-negeri yang disebut sebagai negara-negara maju justru terdiri dari kebanyakan penganut agama di luar Islam. Sungguh, sangat wajar bilamana orang kafir pada umumnya tidak bisa menghargai ajaran Islam di zaman di mana umat Islam sedang babak belur seperti keadaannya dewasa ini.
Oleh karena itu, biasanya orang barat kafir yang akhirnya memperoleh hidayah Allah ta’aala dan memeluk agama Islam adalah mereka yang tidak terjebak pada stereotype negatif mengenai ajaran Islam. Mereka sanggup membedakan antara Islam sebagai ajaran yang datang dari Allah ta’aala Yang Maha Benar dengan umatnya yang seringkali tidak konsisten menjalankan ajaran mereka. Inilah orang yang potensial bersikap obyektif dan akhirnya menemukan hidayah kebenaran cahaya agama Allah ta’aala. Di antara mereka -misalnya- adalah mantan penyanyi terkenal Cat Stevens yang kemudian merubah namanya menjadi Yusuf Islam.
Pantas bilamana orang Barat yang akhirnya mendapat hidayah iman dan islam lewat mengkaji kitabullah Al-Qur’an sering berkata: ”Alhamdulillah saya berjumpa dengan Al-Qur’an sebelum berjumpa dengan ummat Islam. Andaikan saya berjumpa dengan ummat Islam sebelum membaca dan mempelajari Al-Qur’an barangkali saya tidak akan pernah tertarik akan ajaran Islam.”
Maka, saudaraku, marilah kita menjadi duta-duta agama Allah ta’aala yang mengkampanyekan kemuliaan dan kebenaran Al-Islam betapapun zaman yang sedang kita jalani dewasa ini tidak berfihak pada Islam dan ummat Islam. Marilah kita persiapkan alasan di hadapan Allah ta’aala kelak di hari berbangkit. Bila kita telah mengajak dengan gigih orang-orang kafir alias non-muslim untuk memeluk Islam, maka tentunya mereka tidak punya alasan untuk menyalahkan kita kelak di hadapan Allah ta’aala pada hari pengadilan. Seandainnya mereka mengetahui betapa besarnya ganjaran yang menunggu orang beriman di akhirat, niscaya mereka akan menyesal mengapa mereka tidak menjadi muslim sewaktu hidup di dunia.
الر تِلْكَ آَيَاتُ الْكِتَابِ وَقُرْآَنٍ مُبِينٍ رُبَمَا يَوَدُّ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْ كَانُوا مُسْلِمِينَ ذَرْهُمْ يَأْكُلُوا وَيَتَمَتَّعُوا وَيُلْهِهِمُ الْأَمَلُ فَسَوْفَ يَعْلَمُونَ
“Alif, laam, raa. (Surat) ini adalah (sebagian dari) ayat-ayat Al-Kitab (yang sempurna), yaitu (ayat-ayat) Al Qur'an yang memberi penjelasan. Orang-orang yang kafir itu kadang-kadang (nanti di akhirat) menginginkan, kiranya mereka dahulu (di dunia) menjadi orang-orang muslim. Biarkanlah mereka (di dunia ini) makan dan bersenang-senang dan dilalaikan oleh angan-angan (kosong), maka kelak mereka akan mengetahui (akibat perbuatan mereka).” (QS Al-Hijr ayat 1-3)
Saudaraku, marilah kita banyak berda’wah dan mengajak kaum kafir non-muslim untuk menjalani kehidupan Islami dan imani agar mereka selamat di dunia dan selamat pula di akhirat. Janganlah kita bersikap bakhil ingin masuk surga sendiri tanpa mengajak mereka berpeluang masuk surga bersama kita. Dan janganlah kita berlindung di balik alasan ”toleransi” padahal sejatinya kita tidak pernah peduli kemaslahatan mereka kelak dalam kehidupan hakiki di akhirat. Wallahu a’lam.-

Sumber:Eramuslim
Rahasia Do’a Mengatasi Hutang


Abu Said Al-Khudhri radhiyallahu ’anhu bertutur: “Pada suatu hari Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam masuk masjid. Tiba-tiba ada seorang sahabat bernama Abu Umamah radhiyallahu ’anhu sedang duduk di sana. Beliau bertanya: ”Wahai Abu Umamah, kenapa aku melihat kau sedang duduk di luar waktu sholat?” Ia menjawab: ”Aku bingung memikirkan hutangku, wahai Rasulullah.” Beliau bertanya: ”Maukah aku ajarkan kepadamu sebuah do’a yang apabila kau baca maka Allah ta’aala akan menghilangkan kebingunganmu dan melunasi hutangmu?” Ia menjawab: ”Tentu, wahai Rasulullah.” Beliau bersabda,”Jika kau berada di waktu pagi maupun sore hari, bacalah do’a:
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ الْجُبْنِ وَالْبُخْلِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ غَلَبَةِ الدَّيْنِ وَقَهْرِ الرِّجَالِ
”Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari bingung dan sedih. Aku berlindung kepada Engkau dari lemah dan malas. Aku berlindung kepada Engkau dari pengecut dan kikir. Dan aku berlindung kepada Engkau dari lilitan hutang dan kesewenang-wenangan manusia.” Kata Abu Umamah radhiyallahu ’anhu: ”Setelah membaca do’a tersebut, Allah berkenan menghilangkan kebingunganku dan membayarkan lunas hutangku.” (HR Abu Dawud 4/353)
Doa ampuh yang diajarkan Nabi shollallahu ’alaih wa sallam kepada Abu Umamah radhiyallahu ’anhu merupakan doa untuk mengatasi problem hutang berkepanjangan. Di dalam doa tersebut terdapat beberapa permohonan agar Allah ta’aala lindungi seseorang dari beberapa masalah dalam hidupnya. Dan segenap masalah tersebut ternyata sangat berkorelasi dengan keadaan seseorang yang sedang dililit hutang.
Pertama, ”Ya Allah aku berlindung kepada Engkau dari bingung dan sedih.” Orang yang sedang berhutang biasanya mudah menjadi bingung dan tenggelam dalam kesedihan. Sebab keadaan dirinya yang berhutang itu sangat potensial menjadikannya hidup dalam ketidakpastian alias bingung dan menjadikannya tidak gembira alias berseduih hati.
Kedua, ”Aku berlindung kepada Engkau dari lemah dan malas.” Biasanya orang yang berhutang akan cenderung menjadi lemah. Dan biasanya orang yang malas dan tidak kreatif dalam menjalani perjuangan hidup cenderung mudah berfikir untuk menacari pinjaman alias berutangketika sedikit saja menghadapi rintangan dalam hidup. Sedangkan orang yang rajin cenderung tidak berfikir untuk berhutang selagi ia masih punya ide solusi selain berhutang dalam hidupnya. Orang rajin bahkan akan menolak bilamana memperoleh tawaran pinjaman uang karena ia anggap itu sebagai suatu beban yang merepotkan.
Ketiga, ”Aku berlindung kepada Engkau dari sifat pengecut dan kikir.” Biasanya orang yang terlilit hutang menjadi orang yang diliputi rasa takut. Ia cenderung menjadi pengecut. Jauh dari sifat pemberani. Mentalnya jatuh dan tidak mudah memiliki kemantapan batin. Dan orang yang berhutang mudah menjadi kikir jauh dari sifat demawan. Bila kotak amal atau sedekah melintas di depannya ia akan membiarkannya berlalu Hal ini karena ia menggunakan logika ”Bagaimana aku bisa bersedekah, sedangkan hutangku saja belum lunas.”
Keempat, ”Dan aku berlindung kepada Engkau dari lilitan hutang dan kesewenang-wenangan manusia.” Doa bagian akhir mengandung inti permohonan seorang yang terlilit hutang. Ia serahkan harapannya sepenuhnya kepada Allah ta’aala Yang Maha Kaya lagi Maha Terpuji agar menuntaskan problem hutang yang berkepanjangan membebani hidupnya. Di samping itu ia memohon agar dirinya dilindungi Allah ta’aala dari kesewenang-wenangan manusia. Kesewenangan dimaksud terutama yang bersumber dari fihak yang berpiutang. Sebab tidak jarang ditemukan bahwa fihak yang berpiutang lantas bertindak zalim kepada yang berhutang. Ia merasa telah menanam jasa dengan meminjamkan uang kepada yang berhutang. Lalu ia merasa berhak untuk berbuat sekehendaknya kepada yang berhutang apalagi jika yang berhutang menunjukkan gejala tidak sanggup melunasi hutangnya dengan segera.
Itulah sebabnya dunia modern dewasa ini banyak diwarnai oleh berbagai tindak kezaliman. Sebab dalam era dunia modern manusia sangat mudah berhutang. Dalam kebanyakan transaksi manusia dianjurkan untuk terlibat dalam hutang alias transaksi yang tidak tunai. Sedikit sedikit kredit. Apalagi skema pelunasan hutangnya melibatkan praktek riba yang termasuk dosa besar. Islam adalah ajaran yang menganjurkan manusia untuk membiasakan diri bertransaksi secara tunai. Ini bukan berarti Islam mengharamkan berhutang. Hanya saja Islam memandang bahwa berhutang merupakan suatu pilihan yang bukan ideal dan utama. Itulah sebabnya ayat terpanjang di dalam Al-Qur’an ialah ayat mengenai berhutang, yaitu surah Al-Baqarah ayat 282.
Suatu ketika Khalifah Umar bin Khattab radhiyallahu ’anhu didatangi anaknya yang hendak meminjam uang. Lalu ia berkata kepadanya ”Nak, aku tidak punya uang.” Lantas anaknya mengusulkan agar ayahnya pinjamkan dari Baitul Maal (Simpanan Kekayaan Negara). Maka Umar-pun menulis memo kepada pemegang kunci Biatul Maal yang isinya: ”Wahai bendahara, tolong keluarkan sekian dinar dari Baitul Maal untuk aku pinjamkan ke anakku. Nanti biar aku cicil dengan potong gajiku tiga bulan ke depan.”
Maka memo tersebut dibawa oleh anaknya dan diserahkan kepada bendahara. Tidak berapa lama iapun kembali menemui ayahnya dengan wajah murung. ”Ayah, aku tidak menerima apa-apa dari bendahara kecuali secarik kertas ini untuk disampaikan kepadamu.” Maka Umar menyuruh anaknya membacakan isi memo balasan itu. Isinya ”Wahai Amirul Mu’minin Umar bin Khattab, bagiku sangatlah mudah untuk mengeluarkan sekian dinar dari Baitul Maal untuk engkau pinjam. Namun aku minta syarat terlebih dahulu darimu. Aku minta agar engkau memberi jaminan kepadaku bahwa tiga bulan ke depan Amirul Mu’minin Umar bin Khattab masih hidup di dunia untuk melunasi hutang tersebut.” Maka Umar langsung beristighfar dan menyuruh anaknya pulang...!

Sumber:Eramuslim

Selasa, 28 Oktober 2008

Proposal Nikah
KADO BUAT YANG MAU DAN SIAP MENIKAH..BARAKALLAHU !!

Latar Belakang

Ibunda dan Ayahanda yang sangat saya hormati, saya cintai dan sayangi, semoga Allah selalu memberkahi langkah-langkah kita dan tidak putus-putus memberikan nikmatNya kepada kita. Amin
Ibunda dan Ayahanda yang sangat saya hormati..sebagai hamba Allah, saya telah diberi berbagai nikmat. Maha Benar Allah yang telah berfirman : "Kami akan perlihatkan tanda-tanda kebesaran kami di ufuk-ufuk dan dalam diri mereka, sehingga mereka dapat mengetahui dengan jelas bahwa Allah itu benar dan Maha Melihat segala sesuatu".
Nikmat tersebut diantaranya ialah fitrah kebutuhan biologis, saling membutuhkan terhadap lawan jenis.. yaitu: Menikah ! Fitrah pemberian Allah yang telah lekat pada kehidupan manusia, dan jika manusia melanggar fitrah pemberian Allah, hanyalah kehancuran yang didapatkannya..Na'udzubillah ! Dan Allah telah berfirman : "Janganlah kalian mendekati zina, karena zina adalah perbuatan yang buruk lagi kotor" (Qs. Al Israa' : 32).
Ibunda dan Ayahanda tercinta..melihat pergaulan anak muda dewasa itu sungguh amat memprihatinkan, mereka seolah tanpa sadar melakukan perbuatan-perbuatan maksiat kepada Allah. Seolah-olah, dikepala mereka yang ada hanya pikiran-pikiran yang mengarah kepada kebahagiaan semu dan sesaat. Belum lagi kalau ditanyakan kepada mereka tentang menikah. "Saya nggak sempat mikirin kawin, sibuk kerja, lagipula saya masih ngumpulin barang dulu," ataupun Kerja belum mapan , belum cukup siap untuk berumah tangga??, begitu kata mereka, padahal kurang apa sih mereka. Mudah-mudahan saya bisa bertahan dan bersabar agar tak berbuat maksiat. Wallahu a'lam.
Ibunda dan Ayahanda tersayang..bercerita tentang pergaulan anak muda yang cenderung bebas pada umumnya, rasanya tidak cukup tinta ini untuk saya torehkan. Setiap saya menulis peristiwa anak muda di? majalah Islam, pada saat yang sama terjadi pula peristiwa baru yang menuntut perhatian kita..Astaghfirullah.. Ibunda dan Ayahanda..inilah antara lain yang melatar belakangi saya ingin menyegerakan menikah.

Dasar Pemikiran

  1. Dari Al Qur??an dan Al Hadits :
    ?"Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (menikah) dari hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. JIKA MEREKA MISKIN ALLAH AKAN MENGKAYAKAN MEREKA DENGAN KARUNIANYA. Dan Allah Maha Luas (pemberianNya) dan Maha Mengetahui." (QS. An Nuur (24) : 32).
  2. "Dan segala sesuatu kami jadikan berpasang-pasangan, supaya kamu mengingat kebesaran Allah." (QS. Adz Dzariyaat (51) : 49).
  3. Maha Suci Allah yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui?? (Qs. Yaa Siin (36) : 36).
  4. Bagi kalian Allah menciptakan pasangan-pasangan (istri-istri) dari jenis kalian sendiri, kemudian dari istri-istri kalian itu Dia ciptakan bagi kalian anak cucu keturunan, dan kepada kalian Dia berikan rezeki yang baik-baik (Qs. An Nahl (16) : 72).
  5. Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir. (Qs. Ar. Ruum (30) : 21).
  6. Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi pelindung (penolong) bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasulnya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah ; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (Qs. At Taubah (9) : 71)
  7. Wahai manusia, bertaqwalah kamu sekalian kepada Tuhanmu yang telah menjadikan kamu satu diri, lalu Ia jadikan daripadanya jodohnya, kemudian Dia kembangbiakkan menjadi laki-laki dan perempuan yang banyak sekali. (Qs. An Nisaa (4) : 1).
  8. Wanita yang baik adalah untuk lelaki yang baik. Lelaki yang baik untuk wanita yang baik pula (begitu pula sebaliknya). Bagi mereka ampunan dan reski yang melimpah (yaitu : Surga) (Qs. An Nuur (24) : 26).
  9. ..Maka nikahilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja..(Qs. An Nisaa' (4) : 3).
  10. Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak pula bagi perempuan yang mukminah apabila Allah dan RasulNya telah menetapkan suatu ketetapan akan ada bagi mereka pilihan yang lain tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan RasulNya maka sesungguhnya dia telah berbuat kesesatan yang nyata. (Qs. Al Ahzaab (33) : 36).
  11. Anjuran-anjuran Rasulullah untuk Menikah : Rasulullah SAW bersabda: "Nikah itu sunnahku, barangsiapa yang tidak suka, bukan golonganku !"(HR. Ibnu Majah, dari Aisyah r.a.).
  12. Empat macam diantara sunnah-sunnah para Rasul yaitu : berkasih sayang, memakai wewangian, bersiwak dan menikah (HR. Tirmidzi).
  13. Dari Aisyah, "Nikahilah olehmu kaum wanita itu, maka sesungguhnya mereka akan mendatangkan harta (rezeki) bagi kamu?? (HR. Hakim dan Abu Dawud). Jika ada manusia belum hidup bersama pasangannya, berarti hidupnya akan timpang dan tidak berjalan sesuai dengan ketetapan Allah SWT dan orang yang menikah berarti melengkapi agamanya, sabda Rasulullah SAW: "Barangsiapa diberi Allah seorang istri yang sholihah, sesungguhnya telah ditolong separoh agamanya. Dan hendaklah bertaqwa kepada Allah separoh lainnya." (HR. Baihaqi).
  14. Dari Amr Ibnu As, Dunia adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasannya ialah wanita shalihat.(HR. Muslim, Ibnu Majah dan An Nasai).
  15. "Tiga golongan yang berhak ditolong oleh Allah? (HR. Tirmidzi, Ibnu Hibban dan Hakim) : a.?Orang yang berjihad / berperang di jalan Allah. b.?Budak yang menebus dirinya dari tuannya. c.?Pemuda / i yang menikah karena mau menjauhkan dirinya dari yang haram."
  16. "Wahai generasi muda ! Bila diantaramu sudah mampu menikah hendaklah ia nikah, karena mata akan lebih terjaga, kemaluan akan lebih terpelihara." (HR. Bukhari dan Muslim dari Ibnu Mas'ud).
  17. Kawinlah dengan wanita yang mencintaimu dan yang mampu beranak. Sesungguhnya aku akan membanggakan kamu sebagai umat yang terbanyak (HR. Abu Dawud).
  18. Saling menikahlah kamu, saling membuat keturunanlah kamu, dan perbanyaklah (keturunan). Sesungguhnya aku bangga dengan banyaknya jumlahmu di tengah umat yang lain (HR. Abdurrazak dan Baihaqi).
  19. Shalat 2 rakaat yang diamalkan orang yang sudah berkeluarga lebih baik, daripada 70 rakaat yang diamalkan oleh jejaka (atau perawan) (HR. Ibnu Ady dalam kitab Al Kamil dari Abu Hurairah).
  20. Rasulullah SAW. bersabda : "Seburuk-buruk kalian, adalah yang tidak menikah, dan sehina-hina mayat kalian, adalah yang tidak menikah" (HR. Bukhari).
  21. Diantara kamu semua yang paling buruk adalah yang hidup membujang, dan kematian kamu semua yang paling hina adalah kematian orang yang memilih hidup membujang (HR. 0Abu Ya??la dan Thabrani).
  22. Dari Anas, Rasulullah SAW. pernah bersabda : Barang siapa mau bertemu dengan Allah dalam keadaan bersih lagi suci, maka kawinkanlah dengan perempuan terhormat. (HR. Ibnu Majah,dhaif).
  23. Rasulullah SAW bersabda : Kawinkanlah orang-orang yang masih sendirian diantaramu. Sesungguhnya, Allah akan memperbaiki akhlak, meluaskan rezeki, dan menambah keluhuran mereka (Al Hadits).

Tujuan Pernikahan

  1. Melaksanakan perintah Allah dan Sunnah Rasul.
  2. Melanjutkan generasi muslim sebagai pengemban risalah Islam.
  3. Mewujudkan keluarga Muslim menuju masyarakat Muslim.
  4. Mendapatkan cinta dan kasih sayang.
  5. Ketenangan Jiwa dengan memelihara kehormatan diri (menghindarkan diri dari perbuatan maksiat / perilaku hina lainnya).
  6. Agar kaya (sebaik-baik kekayaan adalah isteri yang shalihat).
  7. Meluaskan kekerabatan (menyambung tali silaturahmi / menguatkan ikatan kekeluargaan)


Kesiapan Pribadi

  1. Kondisi Qalb yang sudah mantap dan makin bertambah yakin setelah istikharah. Rasulullah SAW. bersabda : ??Man Jadda Wa Jadda?? (Siapa yang bersungguh-sungguh pasti ia akan berhasil melewati rintangan itu).
  2. Termasuk wajib nikah (sulit untuk shaum).
  3. Termasuk? tathhir (mensucikan diri).
  4. Secara materi, Insya Allah siap. ??Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya??? (Qs. At Thalaq (65) : 7)


Akibat Menunda atau Mempersulit Pernikahan

  • Kerusakan dan kehancuran moral akibat pacaran dan free sex.
  • Tertunda lahirnya generasi penerus risalah.
  • Tidak tenangnya Ruhani dan perasaan, karena Allah baru memberi ketenangan dan kasih sayang bagi orang yang menikah.
  • Menanggung dosa di akhirat kelak, karena tidak dikerjakannya kewajiban menikah saat syarat yang Allah dan RasulNya tetapkan terpenuhi.
  • Apalagi sampai bersentuhan dengan lawan jenis yang bukan mahramnya. Rasulullah SAW. bersabda: "Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, janganlah ia bersunyi sepi berduaan dengan wanita yang tidak didampingi mahramnya, karena yang menjadi pihak ketiganya adalah syaitan." (HR. Ahmad) dan "Sungguh kepala salah seorang diantara kamu ditusuk dengan jarum dari besi lebih baik, daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya" (HR. Thabrani dan Baihaqi).. Astaghfirullahaladzim.. Na'udzubillahi min dzalik

Namun, umumnya yang terjadi di masyarakat di seputar pernikahan adalah sebagai berikut ini :

  • Status yang mulia bukan lagi yang taqwa, melainkan gelar yang disandang:Ir, DR, SE, SH, ST, dsb
  • Pesta pernikahan yang wah / mahar yang tinggi, sebab merupakan kebanggaan tersendiri, bukan di selenggarakan penuh ketawadhu'an sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. (Pernikahan hendaklah dilandasi semata-mata hanya mencari ridha Allah dan RasulNya. Bukan di campuri dengan harapan ridha dari? manusia (sanjungan, tidak enak kata orang). Saya yakin sekali.. bila Allah ridha pada apa yang kita kerjakan, maka kita akan selamat di dunia dan di akhirat kelak.)
  • Pernikahan dianggap penghalang untuk menyenangkan orang tua.
  • Masyarakat menganggap pernikahan akan merepotkan Studi, padahal justru dengan menikah penglihatan lebih terjaga dari hal-hal yang haram, dan semakin semangat menyelesaikan kuliah.


Memperbaiki Niat :
Innamal a'malu binniyat....... Niat adalah kebangkitan jiwa dan kecenderungan pada apa-apa yang muncul padanya berupa tujuan yang dituntut yang penting baginya, baik secara segera maupun ditangguhkan.


Niat Ketika Memilih Pendamping


Rasulullah bersabda "Barangsiapa yang menikahkan (putrinya) karena silau akan kekayaan lelaki meskipun buruk agama dan akhlaknya, maka tidak akan pernah pernikahan itu dibarakahi-Nya, Siapa yang menikahi seorang wanita karena kedudukannya, Allah akan menambahkan kehinaan kepadanya, Siapa yang menikahinya karena kekayaan, Allah hanya akan memberinya kemiskinan, Siapa yang menikahi wanita karena bagus nasabnya, Allah akan menambahkan kerendahan padanya, Namun siapa yang menikah hanya karena ingin menjaga pandangan dan nafsunya atau karena ingin mempererat kasih sayang, Allah senantiasa memberi barakah dan menambah kebarakahan itu padanya."(HR. Thabrani).


"Janganlah kamu menikahi wanita karena kecantikannya, mungkin saja kecantikan itu membuatmu hina. Jangan kamu menikahi wanita karena harta / tahtanya mungkin saja harta / tahtanya membuatmu melampaui batas. Akan tetapi nikahilah wanita karena agamanya. Sebab, seorang budak wanita yang shaleh, meskipun buruk wajahnya adalah lebih utama". (HR. Ibnu Majah).


Nabi SAW. bersabda : Janganlah kalian menikahi kerabat dekat, sebab (akibatnya) dapat melahirkan anak yang lemah (baik akal dan fisiknya) (Al Hadits).


Dari Jabir r.a., Sesungguhnya Nabi SAW. telah bersabda, ??Sesungguhnya perempuan itu dinikahi orang karena agamanya, kedudukan, hartanya, dan kecantikannya ; maka pilihlah yang beragama." (HR. Muslim dan Tirmidzi).

Niat dalam Proses Pernikahan


Masalah niat tak berhenti sampai memilih pendamping. Niat masih terus menyertai berbagai urusan yang berkenaan dengan terjadinya pernikahan. Mulai dari memberi mahar, menebar undangan walimah, menyelenggarakan walimah. Walimah lebih dari dua hari lebih dekat pada mudharat, sedang walimah hari ketiga termasuk riya'. "Berikanlah mahar (mas kawin) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan."(Qs. An Nisaa (4) : 4).


Rasulullah SAW bersabda : "Wanita yang paling agung barakahnya, adalah yang paling ringan maharnya" (HR. Ahmad, Al Hakim, Al Baihaqi dengan sanad yang shahih). Dari Aisyah, bahwasanya Rasulullah SAW. telah bersabda, "Sesungguhnya berkah nikah yang besar ialah yang sederhana belanjanya (maharnya)" (HR. Ahmad). Nabi SAW pernah berjanji : "Jangan mempermahal nilai mahar. Sesungguhnya kalau lelaki itu mulia di dunia dan takwa di sisi Allah, maka Rasulullah sendiri yang akan menjadi wali pernikahannya." (HR. Ashhabus Sunan). Dari Anas, dia berkata : " Abu Thalhah menikahi Ummu Sulaim dengan mahar berupa keIslamannya" (Ditakhrij dari An Nasa'i).. ..Subhanallah..


Proses pernikahan mempengaruhi niat. Proses pernikahan yang sederhana dan mudah insya Allah akan mendekatkan kepada bersihnya niat, memudahkan proses pernikahan bisa menjernihkan niat. Sedangkan mempersulit proses pernikahan akan mengkotori niat. "Adakanlah perayaan sekalipun hanya memotong seekor kambing." (HR. Bukhari dan Muslim)


Pernikahan haruslah memenuhi kriteria Lillah, Billah, dan Ilallah. Yang dimaksud Lillah, ialah niat nikah itu harus karena Allah. Proses dan caranya harus Billah, sesuai dengan ketentuan dari Allah.. Termasuk didalamnya dalam pemilihan calon, dan proses menuju jenjang pernikahan (bersih dari pacaran / nafsu atau tidak). Terakhir Ilallah, tujuannya dalam rangka menggapai keridhoan Allah.


Sehingga dalam penyelenggaraan nikah tidak bermaksiat pada Allah ; misalnya : adanya pemisahan antara tamu lelaki dan wanita, tidak berlebih-lebihan, tidak makan sambil berdiri (adab makanan dimasyarakat biasanya standing party-ini yang harus di hindari, padahal tidak dicontohkan oleh Rasulullah SAW yang demikian), Pengantin tidak disandingkan, adab mendo'akan pengantin dengan do'a : Barokallahu laka wa baroka 'alaikum wa jama'a baynakuma fii khoir.. (Semoga Allah membarakahi kalian dan melimpahkan barakah kepada kalian), tidak bersalaman dengan lawan jenis, Tidak berhias secara berlebihan ("Dan janganlah bertabarruj (berhias) seperti tabarrujnya jahiliyah yang pertama" - Qs. Al Ahzab (33),


Meraih Pernikahan Ruhani


Jika seseorang sudah dipenuhi dengan kecintaan dan kerinduan pada Allah, maka ia akan berusaha mencari seseorang yang sama dengannya. Secara psikologis, seseorang akan merasa tenang dan tentram jika berdampingan dengan orang yang sama dengannya, baik dalam perasaan, pandangan hidup dan lain sebagainya. Karena itu, berbahagialah seseorang yang dapat merasakan cinta Allah dari pasangan hidupnya, yakni orang yang dalam hatinya Allah hadir secara penuh. Mereka saling mencintai bukan atas nama diri mereka, melainkan atas nama Allah dan untuk Allah.


Betapa indahnya pertemuan dua insan yang saling mencintai dan merindukan Allah. Pernikahan mereka bukanlah semata-mata pertemuan dua insan yang berlainan jenis, melainkan pertemuan dua ruhani yang sedang meniti perjalanan menuju Allah, kekasih yang mereka cintai. Itulah yang dimaksud dengan pernikahan ruhani. KALO KITA BERKUALITAS DI SISI ALLAH, PASTI YANG AKAN DATANG JUGA SEORANG (JODOH UNTUK KITA) YANG BERKUALITAS? PULA (Al Izzah 18 / Th. 2)


Penutup


"Hai, orang-orang beriman !! Janganlah kamu mengharamkan apa yang dihalalkan oleh Allah kepada kamu dan jangan kamu melampaui batas, karena Allah tidak suka kepada orang-orang yang melampaui batas." (Qs. Al Maidaah (5) : 87).


Karena sesungguhnya setelah kesulitan itu ada kemudahan. Dan sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan (Qs. Alam Nasyrah (94) : 5- 6 ).


Ibunda dan Ayahanda yang sangat saya hormati, saya sayangi dan saya cintai atas nama Allah.. demikanlah proposal ini (secara fitrah) saya tuliskan. Saya sangat berharap Ibunda dan Ayahanda.. memahami keinginan saya. Atas restu dan doa dari Ibunda serta Ayahanda..saya ucapkan "Jazakumullah Khairan katsiira". "Ya Allah, jadikanlah aku ridho terhadap apa-apa yang Engkau tetapkan dan jadikan barokah apa-apa yang telah Engkau takdirkan, sehingga tidak ingin aku menyegerakan apa-apa yang engkau tunda dan menunda apa-apa yang Engkau segerakan.. YA ALLAH BERILAH PAHALA DALAM MUSIBAHKU KALI INI DAN GANTIKAN UNTUKKU YANG LEBIH BAIK DARINYA.. Amiin"
====================================

Dedicated to : My inspiration .... yang pernah singgah dan menghuni "hati" ...Astaghfirullah !! Saat langkah ada didunia maya, tak menapak di bumi-Nya..Lalu, kucoba atur gelombang asa..Robbi kudengar panggilanMu tuk meniti jalan RidhoMu.. Kuharap ada penolong dari hambaMu meneguhkan tapak kakiku di jalan-Mu dan menemani panjangnya jalan dakwah yang harus aku titi.. " Saat Cinta dan Rindu? tuk gapai Syurga dan Syahid di jalanNya makin membuncah.."

====================================
Maraji / Referensi :
Majalah Ishlah, Edisi Awal Tahun 1995.
Fiqh Islam, H. Sulaiman Rasyid, 1994, Cet. 27, Bandung, Sinar Baru Algesindo.
Fikih Sunnah 6, Sayyid Sabiq, 1980, cet. 15, Bandung, Pt. Al Ma'arif.
Kupinang Engkau dengan Hamdalah, Muhammad Faudzil Adhim, 1998, Yogyakarta, Mitra Pustaka.
Indahnya Pernikahan Dini, Muhammad Faudzil Adhim, 2002, Cet. 1, Jakarta, Gema Insani Press.
Rintangan Pernikahan dan Pemecahannya, Abdullah Nashih Ulwan, 1997, Cet. 1, Jakarta, Studia Press.
Perkawinan Masalah Orang muda, Orang Tua dan Negara, Abdullah Nashih Ulwan, 1996, Cet. 5, Jakarta, Gema Insani Press.
Kebebasan Wanita, jilid 1, 5, 6, A.H.A. Syuqqah, 1998, Cet.1, Jakarta, Gema Insani Press
Sulitnya Berumah Tangga, Muhammad Utsman Al Khasyt, 1999, Cet. 18, Jakarta, Gema Insani Press.
Majalah Cerdas Pemuda Islam Al Izzah, Wahai Pemuda, Menikahlah, No. 17/Th. 2 31 Mei 2001, Jakarta, YPDS Al Mukhtar.

sumber: 4121X13/dudungnet