Minggu, 26 April 2009

Sebuah Profesi atau Bukan, Tetaplah Mulia

Saya seringkali mendapati pendapat-pendapat miring tentang profesi ‘ibu rumah tangga’. Bagaimanapun sepertinya banyak orang yang berpendapat bahwa menjadi seorang ibu rumah tangga bukanlah sebuah pekerjaan, melainkan sebuah pilihan terpaksa yang harus diambil oleh seorang perempuan ketika ia ‘terjebak’ dalam aktivitas rumah tangga, tidak memiliki profesi lain, dilarang bekerja oleh keluarga atau oleh suami, dan seterusnya. Sehingga muncul stigma negatif tentangnya.
Terus terang, dulu saya menjadi bagian dari orang-orang yang memiliki pendapat negatif tersebut. Tepatnya, sekadar ikut-ikutan tanpa pernah mendalami maknanya. Saya hanya beranggapan, bahwa menjadi seorang ibu rumah tangga artinya berdiam diri di rumah hanya mengurusi hal-hal yang itu-itu saja, dan seterusnya. Kadang, kita memang sering terlarut dengan apa yang dipikirkan oleh orang lain. Namun setelah menjalaninya, pikiran saya berubah.
Seorang teman kuliah saya pernah menuliskan dalam sebuah situs pribadi bahwa profesi yang ia geluti sekarang adalah: a housewife. Seorang ibu rumah tangga. Awalnya saya hanya mengerenyit membacanya, sebab pada saat itu saya belum menikah dan sedang asyik-asyiknya menjalani pekerjaan saya. Seorang teman saya yang lain, ia seorang penulis, meyakinkan saya dengan ceritanya tentang kesehariannya yang mengurusi kelima orang anaknya dan dalam kondisi seperti itu ia produktif menerbitkan buku. Di tempat tinggal saya sekarang, ada seorang janda yang memiliki lima orang anak, ia tidak bekerja pada sebuah perusahaan manapun, tetapi memiliki keterampilan memasak yang akhirnya menjadi salah satu peluang mendapatkan rezeki, dan sekarang ia malah sedang menekuni kuliah di salah satu perguruan tinggi swasta.
Dan kemudian saya merenungkan jalan hidup yang dilakoni ibu saya tercinta. Seseorang yang mungkin bisa dikatakan merelakan banyak hal pergi dari dirinya demi keluarganya. Begitu banyak yang ia korbankan. Seseorang yang sangat supel, gigih dalam meraih sesuatu, luwes, punya banyak ide kreatif, terampil dalam berbagai hal. Ibu saya sejak dulu bisa dibilang selalu sukses menjual segala macam hal, baik itu buatan sendiri maupun tidak. Semua orang mengenalnya sebagai seseorang yang luwes dalam berdagang, dan kenyataannya, keterampilannya tersebut memberinya kemampuan untuk menghidupi dirinya sendiri, menyekolahkan saya dan adik saya, dan ia mampu bertahan dalam situasi sesulit apapun. Mengagumkan, bukan?
Ketika akhirnya saya menikah, saya sedang berada dalam keasyikan menekuni pekerjaan yang sangat saya sukai di sebuah perusahaan. Waktu berlalu, dan pikiran untuk memiliki anak mulai sering menghampiri saya dan suami tentunya. Kebetulan saya termasuk seseorang yang selalu memikirkan segala sesuatu dengan detail, merencanakannya, baru memutuskannya. Dan saya waktu itu mulai berpikir serius, apakah ketika saya nantinya memiliki anak akan terus bekerja atau tidak? Apakah saya akan membayar seorang babysitter untuk mengurus anak-anak saya di rumah dan saya tetap bekerja? Bagaimana dengan rencana saya untuk mengurus anak-anak saya sendiri? Dan, memiliki seorang pembantu rumah tangga, benarkah itu yang saya inginkan?
Akhirnya saya memutuskan untuk meninggalkan pekerjaan saya, dan mengejar mimpi saya untuk menjadi seorang penulis. Bercermin pada beberapa orang teman penulis yang menjadikan ‘menulis’ sebagai profesi, kemudian bahkan bisa menghidupi diri sendiri serta keluarga dari profesi tersebut, saya mulai merajut mimpi itu dan menjadikannya kenyataan. Tentu keputusan ini bukan tanpa pemikiran terlebih dulu. Tentu saya pun mengukur kemampuan diri dan suami untuk memutuskan hal ini. Suami sangat mendukung, dan ternyata Allah SWT memang memberikan jalan ini sebagai salah satu pintu rezeki bagi saya.
Dan inilah saya, dengan profesi baru saya sebagai ibu rumah tangga yang bisa menulis. Dua tahun ini, saya banyak merenungkan hal ini, dan kemudian berkembanglah pikiran-pikiran positif tentang profesi sebagai ibu rumah tangga. Toh, memutuskan untuk berada di rumah dan sepenuhnya mengurus rumah tangga bukan berarti menjadi halangan bagi kreativitas diri untuk berkembang. Apalagi jika kita bisa mensiasati waktu untuk bisa menggali potensi diri, mengembangkannya, dan bahkan akhirnya mencari penghasilan sendiri dari rumah. Seorang ibu rumah tangga yang pandai berdagang, seorang ibu rumah tangga yang punya bisnis sendiri di rumah, seorang ibu rumah tangga yang pandai menulis, seorang ibu rumah tangga yang pandai berkebun dan akhirnya melakukan sesuatu dengan keterampilan itu, dan seterusnya. Bukankah banyak sekali hal yang bisa kita lakukan dari rumah?
Pikiran-pikiran tersebut akhirnya menjadikan saya lebih bersemangat menjalani hari-hari bersama keluarga kecil saya. Kepercayaan diri saya meningkat, dan bahkan saya makin produktif menulis. Kegembiraan ini sedapat mungkin saya tularkan pada mereka yang sering mengeluhkan hal serupa pada saya. Yang merasa tak bisa berbuat apa-apa atau kadang jenuh beraktivitas rutin di rumah. Pengalaman saya berumah tangga memang baru seumur jagung, tetapi semangat yang saya punya, boleh lah ditularkan kepada yang lain.
Ketika saya kemudian menghadapi beberapa anggota pengajian yang saya tangani yang berprofesi sebagai karyawati perusahaan, saya menjadikannya bahan tambahan bagi perenungan saya. Beberapa orang menginspirasi saya, dan beberapa yang lain membuat saya merenung lebih dalam. Seseorang di antara mereka memiliki tiga orang anak, dua di antaranya sudah bersekolah. Ia kadang mengantar jemput sendiri anak-anaknya, memasak sendiri makanan di rumah, dan teratur menelpon ke rumah untuk mengontrol kondisi anak-anak dengan pembantu rumah tangga yang menjaganya, ketika pulang ia tekun mendampingi anak-anaknya belajar.
Bagi saya, seseorang seperti yang saya contohkan di atas adalah seorang perempuan yang berprofesi sebagai ibu rumah tangga dan kebetulan bekerja pada sebuah perusahaan. Ia tidak mengkonsentrasikan diri untuk bekerja saja, tetapi bisa dikatakan melakukan keduanya dengan sama baiknya. Memang ada lebih kurangnya, tetapi tetaplah ia melakukan kebaikan dengan menjalaninya dengan ikhlas dan penuh senang hati.
Rumit sekali jika harus mendebat ini-itu tentang hal ini. Saya hanya tak ingin kita terjebak pada profesi A atau B yang lebih mulia dan ‘bergengsi’, lalu akhirnya mengecilkan yang lainnya. Sepertinya melakukan hal-hal tersebut malah akan mengurangi keikhlasan dari yang sedang mengamalkannya.
Menjadi seorang ibu rumah tangga saja, atau yang didampingi dengan profesi lainnya, tetaplah ia sebuah pekerjaan yang mulia. Dan bagi yang mengerjakannya dengan ikhlas sepenuh hati, baginya ganjaran kebaikan yang telah dijanjikan Allah SWT. Subhanallah …

Sumber:DH Devita / Eramuslim
Ejaan Mba Mi

Assalamu’alaikum…malam itu pukul 07.00 pm seorang laki2 muda bersama wanita separuh baya mengetuk pintu rumahku.Wa’alaikumsalam..dari dalam kamar aku menyahut sambil menggendong putriku, Maira yang baru lahir 2 minggu lalu. Ibuku yang kebetulan masih ada di rumah membukakan pintu...’Mari masuk mba..udah ditunggu...’ ibuku mempersilahkan mereka duduk.
Mbak Mi namanya, dengan diantar adiknya, adalah wanita yang bersedia bekerja membantu aku mengurus pekerjaan rumah dan Maira nanti jika masa cuti melahirkanku sudah habis.Wanita itu tidak terlalu tua, usianya 40 tahunan mungkin, Mbak Mi berperawakan kecil dan ga banyak bicara.Paginya Mbak Mi mulai beraktivitas..tanpa aku menunjukkan pekerjaan-pekerjaan yang harus ia lakukan, ia sudah lancar menjalankannya, bangun pagi buta...mengerjakan semua pekerjaan rumah, seketika aku bangun rumahku sudah rapih dan bersih...
Seminggu kemudian Mbak Mi mulai bercerita tentang kehidupannya.Mbak Mi adalah seorang janda yang menggugat cerai suaminya 8 tahun yang lalu karena suaminya selingkuh tak hanya dengan satu wanita. Ia pernah memiliki 3 orang anak yang telah menjadi tabungan akhiratnya, SEMUA...ya semua telah dipanggil oleh Allah..yang pertama anak perempuan saat usia 7 bulan, yang ke dua laki laki dengan usia 5 bulan dan yang terakhir gugur dalam kandungan saat usia 3 bulan. Mungkin karena itu Mbak Mi sangat menyayangi Maira seperti anak kandungnya sendiri. Sebuah perjalanan hidup yang sangat panjang dan melelahkan rupanya, akan tapi tak kulihat raut sedih sama sekali di wajahnya Mbak Mi tetap tegar menjalani hidup ini.
Ada satu hal lain yang sangat mengejutkanku saat Mbak Mi bercerita bahwa Mbak Mi buta huruf...ya Allah masih ada di saat orang-orang sudah berkelut dengan teknologi internet setiap saat, masih ada orang yang tidak bisa membaca, disini dan sangat dekat denganku. Mbak Mi diminta untuk keluar saat menginjak catur wulan I kelas 1 SD karena tak ada biaya dan harus membantu bekerja orang tuanya.Entah mengapa aku jadi bingung sendiri.. Aku jadi ingat perintah Allah pada Rasulullah..Iqra’(bacalah)...lalu bagaimana Mbak Mi bekerja, mencari rejeki, menyekolahkan adiknya hingga tamat SMU, menjadi pelayan toko..dan tak pernah meninggalkan sholat 5 waktu jika Mbak Mi tak bisa membaca...Subhanallah..hanya Allah yang tau...Lalu dengan hati-hati aku menawarkannya untuk mulai belajar membaca...alhamdulillah Mbak Mi menerimanya tanpa rasa canggung.
Aku mulai meminta buku-buku belajar membaca milik keponakanku yang sudah tidak terpakai, lalu aku membelikannya sebuah buku tulis, pensil, penghapus dan rautan. Mbak Mi tampak senang.Subhanallah semangat belajarnya tetap membara...disaat pekerjaan sudah beres Mbak Mi mulai menghafal abjad dan mengeja. Kadang aku menuntunnya sesekali Mbak Mi kurang benar dalam mengeja. Aku memintanya untuk mencoba membaca apa saja yang ditemuinya, majalah, buku, atau apapun.
Suatu hari aku tertidur karena lelah menjaga Maira semalaman, Mbak Mi menggendong Maira sambil menonton televisi di ruang tengah.Sesaat kemudian sayup-sayup aku mendengarnya mengeja sesuatu...U....S...us...T.. lalu diulangnya lagi....U..S...us...T...Z hh.. dia menghela nafas.. aku baru ingat aku menaruh sebuah majalah muslim di meja, di cover depan ada tertulis artikel USTADZAHKU..rupanya dia sedang mengejanya...lalu diulangnya lagi...berkali-kali...sampai akhirnya dia berkata pada Maira ’susah ya dik...’
Ya Allah...aku hampir menitikkan air mata, sebegutu besar semangatnya untuk bisa membaca disaat usia sudah menginjak setengah baya. Perjuangan hidup yang menjadi pelajaran berharga bagiku..bagi keluargaku...
Anakku hampir berusia enam bulan dan aku percaya Allah masih mempercayakan amanahNya pada Mbak Mi untuk menjaga anakku. Lalu aku sempat iseng-iseng menulis cerita tentang kisah Mbak Mi di Facebook dan mengirimkannya juga pada beberpa teman sebagai bentuk renungan dan pelajaran berharga. Alhamdulillah banyak respon dan komentar yang mendoakan kebaikan buat Mbak Mi.
Beberapa waktu lalu adalah libur panjang, aku sudah berencana jauh-jauh hari untuk membawa si kecil pulang kampung ke rumah neneknya. Sebelum pulang Mbak Mi yang memang satu kampung denganku memberanikan diri untuk ijin libur kerja dua hari. Saya mengijinkannya karena mungkin dia juga rindu dengan keluarganya.
Sabtu malam itu Mbak Mi datang, lalu dia bercerita...ada seseorang yang melamarnya, seorang laki-laki yang sudah hampir empat tahun ditinggalkan istrinya karena sudah terlebih dahulu menghadap-Nya. Tanpa pernah bertemu sebelumnya, entah mengapa Allah memberikan ketetapan hati untuk menerimanya dan memutuskan untuk menikah dengan laki-laki tersebut bulan depan.
Betapa sangat mengejutkan...begitu cepat Allah menjawab doa hambanya. Doa dari hati yang tulus...walau tak pernah saling kenal Subhanallah...ya rabb...Kau Maha Mendengar....Delapan tahun Mbak Mi menjalani liku-likunya dengan ikhlas dan kini Engkau menjawab doanya..dan doa kami...
Keluargaku sangat bersyukur...walau kami harus mencari pengganti Mbak Mi. Pasti tidak mudah mencari seseorang yang tulus sepertinya tetapi kami tau Allah pasti akan menjawab doa kami karena kami ikhlas dan berbahagia melepas Mbak Mi menjalani hidup barunya.
Barakallahu laka wa baraka 'alaika wa jama'a bainakuma fii khoir....Selamat Menyempurnakan Sebagian dari Islam Mbak Mi..semoga menjadi keluarga Sakinah Mawadah dan Warahmah.
Buat teman-temanku.. terimakasih telah memberikan doakan yang tulus... semoga Allah membalas semua kebaikan teman-teman, Amiin......
Alhamdulillah ya Allah..kini aku tau mengapa kau mengirimnya kepadaku, agar aku menjadi lebih bersyukur pada-Mu.Berkahi dia ya Allah...Muliakanlah dia... seperti harapanku tuk Kau Muliakan Kedua Orang Tuaku di Dunia dan Akhirat...
----------------------------semoga menjadi renungan dan ilmu yang bermanfaat--------------------------
Sumber: Mama Maira / Eramuslim

Minggu, 19 April 2009



ini waktu acara "ngundoh (pesta pernikahan di rumah keluarga suamiku)" 1 minggu setelah akad nikah di Pakam


Ini waktu pesta penikahannya kak Tari dan bang Tardi

ALBUMKU





ini foto-foto waktu di sipiso-piso dengan anak2 batch 13 "I Miss U All "




ini di rumah mamak di Pakam

Selasa, 07 April 2009

Pilihlah Karena Agamanya

Perasaan bahagia menyelimuti hati Faizul Haq-bukan nama sebenarnya. Kebahagiaan yang sulit untuk ia lukiskan. Barangkali, hari itu adalah hari yang paling bersejarah dalam hidupnya, hari yang penuh suka cita. Hari dimana ia telah dipertemukan dengan dambaan hati, 'buruan' cinta. Senyum mengembang di langit wajahnya.
Bahkan air mata bahagia dan haru menetes mengairi taman hatinya yang rindu akan belaian cinta dan kasih sayang. Ia telah berani melangkah, demi menyelamatkan iman, agama dan hatinya.
Mesjid Assalam di Kairo menjadi saksi bisu akad nikah dan walîmatul 'urs Faizul Haq dengan Sabira Husna-bukan nama sebenarnya. Hari dimana dua makhluk Allah bertemu dalam cinta kasih yang sah, terikat dalam mîtsâqan ghalîzhan. Kepada kedua pengantin setangkai bunga do'a dari hati yang tulus kami persembahkan, "Bâkarakallâhu laka, wabâraka 'alaika, wajama'a bainakumâ fî khairin." Semoga menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah dan rahmah, amin.
Faiz telah menempuh jalan yang lurus, jalan yang selamat dan diridhai Allah. Jalan orang-orang yang merindukan kejernihan hati dan ketentraman jiwa. Berbeda dengan mereka yang menempuh jalan menyimpang. Jalan orang-orang yang hatinya telah dikotori oleh kotoran setan dan nafsu. Orang-orang tertipu yang memilih kesenangan sesaat. Jalan laki-laki yang pengecut, pengumbar hawa nafsu dan jalan wanita-wanita yang bodoh, yang suka mengobral dan menjual kemuliaan diri.
Tidak dipungkiri, Faizul Haq telah merancang dari jauh hari bagaimana ia menyiapkan hari yang bersejarah dalam hidupnya. Bagaimana ia menyiapkan segala keperluan untuk pernikahan. Mulai dari ilmu, mental, finansial, dan kesehatan fisik. Barangkali keinginan menikah telah menjadi humum Faiz sejak beberapa tahun kebelakang, sebagaimana yang juga bergejolak dalam hati banyak anak muda. Kerinduan yang tak lagi tertahankan untuk berjumpa sang kekasih dambaan jiwa. Kerinduan untuk bisa memadu hati, menumpahkan segala keluh-kesah dan gelora jiwa.***Setiap laki-laki yang soleh mendambakan seorang istri yang solehah. Istri yang ketika dilihat menyenangkan hati, ketika diperintah ia patuh, ketika ditinggalkan ia menjaga harta dan dirinya, dan ketika salah ia mau diingatkan. Istri solihah adalah sebaik-baik perhiasan dunia.
Ia ibarat sebuah madrasah yang kelak didalamnya anak-anak yang lahir akan dibesarkan, dididik dan dibina. Bijak dan tepat memilih calon istri sebelum menikah adalah diantara faktor kebahagiaan rumah tangga. Salah dalam memilih akan berisiko dikemudian hari. Dengan demikian, jangan tergesa-gesa menentukan pilihan, tapi kalau sudah nampak yang cocok dengan persepsi dan keinginan hendaknya segera mengajukan lamaran. Karena biasanya sesuatu yang berharga dan bernilai tinggi menjadi rebutan banyak orang... 
Istri solehah akan selalu menjadi sumber kekuatan, tempat bertenang ketika gelisah melanda jiwa, tempat berbagi ketika resah menghimpit hati. Istri solihah bukanlah tipe wanita materialistis, yang ketika ada uang, abang disayang, nggak ada uang abang jangan pulang atau piring melayang. Sabar disaat kesulitan melanda, qana`ah dengan apa yang ada dan bersyukur ketika mendapat kelebihan rezki. Bagi seorang istri solihah keridhaan suami adalah diatas segalanya, walau ia harus melawan keinginannya.
Hidupnya seluruhnya ia abdikan untuk suami dalam rangka beribadah dan ketaatan pada Allah Swt. Istri solehah adalah ibarat taman indah nan penuh pesona. Tak lelah mata memandang keindahan budi pekerti dan tingkah lakunya.
Istri solehah selalu dirindu dan dikenang. Rindu pada belaian lembutnya, rindu pada teguran halusnya, rindu akan senyum tulusnya, rindu pada wajahnya yang teduh, air mukanya yang jernih dan rindu pada kata-katanya yang mesra. Hati akan resah bila lama tidak berjumpa, bila jarak telah memisahkan. Hati akan gelisah bila satu hari tidak bertemu. Karena cinta yang telah tenggelam dalam samudera hati, cinta akan kebaikan dan kebagusan akhlaknya. Sungguh benar apa yang disampaikan Rasulullah Saw. bahwa memilih wanita solehah akan membahagiakan seseorang di dunia dan di akhirat.
Untuk calon suami, pilihlah seorang calon istri yang telah dikenal baik akhlak dan agamanya. Utamakanlah itu atas segalanya. Dan jangan lupa untuk juga mempersiapkan diri menjadi seorang suami yang soleh. Dan bagi seorang calon istri, bila datang seorang laki-laki yang Anda kenal baik agama dan akhlaknya dan Anda memang telah siap untuk menikah, janganlah menolak, tapi terimalah niat baiknya dengan hati yang terbuka. Dan jangan lupa untuk mempersiapkan diri Anda menjadi bidadari baginya di dunia dan di akhirat.
Istri solehah adalah harta yang paling berharga dan bernilai tinggi yang tiada duanya. Sungguh beruntung dan berbahagia seseorang yang dikaruniai seorang Bidadari Dunia. Hidup akan penuh dengan kebaikan dan ketaatan. Hidup yang selalu bersemangat, penuh cinta dan cita-cita mulia.
Aa Gym pernah berkata, "Istri solehah adalah sebaik-baik keindahan, kata-katanya menyejukkan kalbu, ia bagaikan bidadari surga yang hadir di dunia. Ia adalah istri yang meneguhkan jihad suami, penebar rahmat bagi rumah tangga, cahaya dunia dan akhirat." Beberapa orang pernah datang kepada saya, curhat tentang keinginan mereka untuk menikah. Yang datang pun bervariasi, dengan berbagai permasalahan yang mereka miliki. Setiap yang datang selalu saya berikan dorongan untuk tidak ragu melangkah ketika melihat diri telah siap. Siap yang tidak saya artikan sebatas modal kemauan, namun konkritnya ada bekal yang telah dimiliki untuk membina rumah tangga. Juga melihat kesiapan dengan kejernihan hati dan pikiran, bukan dengan kacamata nafsu dan setan.
Harus ada kesadaran yang penuh ketika merespon dorongan-dorongan yang muncul dalam hati. Fakta telah banyak berbicara, tentang orang-orang yang menikah hanya untuk melampiaskan hasrat nafsu yang tak lagi bisa ditahan. Apa yang terjadi adalah, hubungan yang tidak pernah harmonis dan sering terjadi cekcok antara suami-istri hanya disebabkan permasalahan sepele. Karena masih didominasi oleh sikap kekanak-kanakan dan sikap yang cenderung egois, emosian, sentiment dan penuh curiga.
Ketika seseorang ingin ikut serta dalam sebuah perlombaan, kesiapan yang ia miliki menjadi tolak ukur kesuksesannya. Jika ia mempersiapkan diri dengan matang, peluang untuk menang akan terbuka dihadapannya. Tapi ketika persiapan yang ia miliki apa adanya, maka hasilnyapun akan jauh dari yang diharapkan. Tidak hanya dalam perlombaan, tapi dalam setiap dimensi kehidupan yang kita jalani, adanya kesiapan sangat menentukan kesuksesan kita.
Pernikahan tidak hanya semata hubungan biologis, kalau kita memaknai demikian, tentu tidak berbeda cara pandang kita dengan hewan. Namun dengan menikah ada nilai-nilai yang ingin kita raih, ada tugas, amanah dan kewajiban yang harus ditunaikan dan dipertanggung jawabkan. Ibarat kita ingin mendirikan sebuah gedung diatas sebidang tanah. Ketika pondasi yang dibangun kuat, pondasi akan tetap kokoh dan gedung tidak akan runtuh. Sedangkan bila pondasi lemah, besar kemungkinan gedung tidak akan bertahan lama dan akan cepat roboh.
Pada intinya, kita perlu mempersiapkan diri, dan itu sudah menjadi keharusan. Siapkan ilmunya, mental, kesehatan dan finansial. Dan yang paling utama kita harus memiliki hubungan yang baik dengan Allah Swt.. Kita harus terus berupaya untuk meraih kedudukan taqwa. Dengan ketaqwaan segala kesulitan akan menemukan jalan keluarnya. Allah Swt. telah menjanjikan, bahwa barang siapa yang bertaqwa maka Allah Swt. akan memberinya jalan keluar terhadap kesulitan yang ia hadapi dan memberinya rezki dari arah yang tidak ia duga.
Dari sekarang, binalah hubungan yang baik dengan Allah Swt. dan dengan orang lain. Latihlah diri Anda dalam ketaatan, gemar berbuat kebaikan dan rajin beribadah. Latihlah diri Anda dengan perilaku yang mulia sehingga ia menjadi kebiasaan Anda. Dan bila diri Anda telah siap, maka melangkahlah dengan yakin. Adanya kekurangan ekonomi janganlah jadikan penghalang utama. Anda harus yakin rezki setiap hamba telah ditentukan kadarnya oleh Allah Swt. Bukankah itu suatu hal yang menggembirakan. Anda tidak perlu merasa susah, tinggal Anda berusaha untuk menjemput rezki itu.
Dan terakhir, jangan salah pilih, jangan tertipu dengan penampilan luar, pilihlah dengan hati dan pikiran yang jernih. Jangan memilih dengan landasan nafsu dan bisikan setan. Utamakanlah agama diatas segalanya, dengan demikian kita akan bahagia sebagaimana yang dijanjikan oleh Rasulullah Saw.
Jadi, jangan tunda lagi kalau Anda sudah siap, bersegeralah ...!

Sumber: M. Arif As-Salman / Eramuslim