Senin, 13 Maret 2017

Mengusap Khuf, Kaos Kaki dan Jilbab ketika Wudhu

Bismillah
Mengusap Khuf, Kaos Kaki dan Jilbab ketika Wudhu
"IH JOROKNYA, KAKINYA DICUCI DIWASTAFEL!!!" Pernah mendapati komentar demikian ketika mencuci kaki di toilet umum?
HATI HATI, JANGAN SAMPAI SEBAB KEJAHILAN KITA, ORANG LAIN JADI MEMANDANG BURUK TENTANG ISLAM
Orang non muslim keheranan, petugas kebersihan toilet keberatan, sebab lantai jadi becek.
Ringkasan:
●Sebelum keluar rumah, pastikan dalam keadaan suci, berwudhulah dengan sempurna.
●ketika diluar, di toilet umum akan berwudhu, lakukan wudhu seperti biasa, kecuali bagian kaki.
●cukup membasahi tangan lalu mengusapkan kebagian ATAS/punggung telapak kaki (bukan bagian telapak kaki bawah) cukup SATU KALI USAPAN, secara bersamaan.
●sama juga bagi muslimah yang tidak membuka aurat. basahi tangan usap sebagian kecil dari rambut bagian depannya dan bagian atas kerudung.
PENJELASA ILMIAH
Ini merupakan keringanan yang diberikan Allah Azza wa Jalla kepada hamba-Nya.
kondisi paling aman bagi muslimah adalah berwudhu di ruangan tertutup sehingga ketika muslimah hendak menyempurnakan mengusap atau membasuh anggota tubuh yang wajib dikenakan air wudhu, auratnya tidak terlihat oleh orang-orang yang bukan mahramnya. Sayangnya, tidak semua masjid menyediakan tempat wudhu yang berada di ruangan tertutup.
Alternatif lain adalah dengan wudhu di kamar mandi.
Ingat ya, bedakan antara kamar mandi dan closet. Karena wudhu diatas closet, mutlak tidak diperbolehkan.
Sebagian orang merasa khawatir dan ragu-ragu bila wudhu di kamar mandi wudhunya tidak sah karena kamar mandi merupakan tempat yang biasa digunakan untuk buang hajat. Sehingga kemungkinan besar terdapat najis di dalamnya. Wudhu di kamar mandi hukumnya boleh. Asalkan tidak dikhawatirkan terkena/ terpercik najis yang mungkin ada di kamar mandi. Kita ingat kaidah yang menyebutkan “Sesuatu yang yakin tidak bisa hilang dengan keraguan.” Keragu-raguan atau kekhawatiran kita terkena najis tidak bisa dijadikan dasar tidak bolehnya wudhu di kamar mandi, kecuali setelah kita benar-benar yakin bahwa jika wudhu di kamar mandi kita akan terkena/ terpeciki najis. Jika kita telah memastikan bahwa lantai kamar mandi bersih dari najis dan kita yakin tidak akan terkena/ terperciki najis, maka insya Allah tak mengapa wudhu di kamar mandi.
Sedangkan pelafadzan “bismillah” di kamar mandi, menurut pendapat yang lebih tepat adalah boleh melafadzkannya di kamar mandi. Hal ini dikarenakan membaca bismillah pada saat wudhu hukumnya wajib, sedangkan menyebut nama Allah di kamar mandi hukumnya makruh. Kaidah mengatakan bahwa makruh itu berubah menjadi mubah jika ada hajat. Dan melaksanakan kewajiban adalah hajat.
Adapun membaca dzikir setelah wudhu dapat dilakukan setelah keluar kamar mandi, yaitu setelah membaca doa keluar kamar mandi. Untuk itu disarankan setelah berwudhu, tidak berlama-lama di kamar mandi (segera keluar).
Bagaimana bila kita yakin bahwa bila wudhu di kamar mandi kita akan terkena/ terperciki najis?
Dengan alasan terkena najis, maka sebaiknya tidak wudhu di kamar mandi atau disiram dulu sampai bersih.
Alternatif lainnya adalah dengan cara mengusap khuf dan jilbab tanpa harus membukanya. Pembahasan tentang ini masuk dalam bab mengusap khuf. Tentu timbul pertanyaan lain, bagaimana dengan tangan? Jika jilbab kita sesuai dengan syari’at, insya Allah hal ini bisa diatasi. Karena bagian tangan yang perlu dibasuh bisa dilakukan di balik jilbab kita yang terulur panjang. Sehingga tangan kita tidak akan terlihat oleh umum, insya Allah.
Definisi Khuf dan Jaurab
Syaikh Ibnu Utsaimin menjelaskan bahwa khuf adalah sesuatu yang dipakai di kaki, terbuat dari kulit ataupun lainnya sedangkan jaurab adalah sesuatu yang dipakai di kaki, terbuat dari kapas dan semisalnya atau yang lebih dikenal oleh kebanyakan orang dengan kaos kaki.
Dalil Bolehnya Mengusap Khuf
Terdapat banyak hadits yang menunjukkan bolehnya mengusap khuf. Bahkan haditsnya mutawatir dari para sahabat sebagaimana al-Hasan al-Bashari rahimahullah dalam Al-Wajiz menyatakan, “Ada 70 sahabat Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam yang menyampaikan kepadaku, bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam biasa mengusap kedua khufnya.”
Adapun salah satu hadits yang menerangkan tentang hal ini adalah hadits dari al-Mughirah bin Syu’bah radhiallahu ‘anhu. Ia menuturkan, “Aku pernah bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sebuah perjalanan. Aku pun jongkok untuk melepas kedua sepatu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau bersabda,
‘Biarkan saja sepatu itu, karena aku memakainya dalam keadaan suci.’
Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam kemudian mengusap kedua sepatu tersebut.” (HR. Bukhari)
Dalil lain adalah hadits dari Jarir radhiallahu ‘anhu, dimana para ulama terkagum oleh hadits ini karena Jarir radhiallahu ‘anhu masuk Islam setelah turun surat al-Maaidah ayat 6,
“Maka, basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepala dan basuhlah kakimu sampai dengan kedua mata kaki.” (Qs. al-Maaidah: 6)
Ayat tersebut menunjukkan kewajiban membasuh sampai dengan kedua mata kaki. Sedangkan Jarir radhiallahu ‘anhu tentu juga telah mengetahui ayat ini. Namun, ia pernah mengusap kedua khufnya setelah kencing. Kemudian ia ditanya oleh seseorang,
“Engkau melakukan ini?”
Ia menjawab, “Ya, (karena) saya pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kencing lalu berwudhu dengan mengusap di atas kedua khufnya.” (Shahih: Mukhtashar Muslim no. 136)
Hal ini menunjukkan syari’at mengusap khuf ini tetap diamalkan dan tidak terhapus oleh surat al-Maaidah tersebut.
Syarat Mengusap Khuf
Memakai khuf/ jaurab tersebut dalam keadaan suci.
Sebagaimana dalam hadits di atas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan bahwa beliau memakainya dalam keadaan suci. Artinya kita dalam kondisi telah berwudhu (suci) sebelum mengenakan khuf tefrsebut. Adapun jika sucinya karena tayamum, maka tidak diperbolehkan mengusap khuf ketika berwudhu, dan wajib baginya membuka khuf ketika wudhu.
Khuf/ jaurab tersebut juga dalam keadaan suci (tidak ada najis) dan bukan najis.
Mengusapnya hanya karena hadats kecil. Adapun jika junub atau dalam keadaan yang mengharuskan kita mandi, maka khuf tersebut harus dilepas.
Mengusapnya dalam waktu tertentu yang telah ditetapkan oleh syariat, yaitu sehari semalam untuk orang yang mukim (tidak safar) dan tiga hari tiga malam untuk orang yang safar.
Dan penentuan batasan waktu ini dimulai setelah pengusapan pertama. Misalnya, seseorang yang mukim memakai khuf dalam keadaan suci. Kemudian ia mengusap khuf pada hari Senin waktu dhuhur. Maka batasan akhir ia diperbolehkan mengusap khuf adalah hari Selasa waktu dhuhur. Adapun jika ia musafir, kemudian ia mengusap khuf pertama kali pada hari Seni subuh, maka batasan akhir ia boleh mengusap khuf adalah hari Kamis subuh (dengan syarat ia tidak melakukan hal-hal yang menjadi pembatal bolehnya mengusap khuf).
Dalam mengusap khuf, tidak disyaratkan adanya niat bahwa ia nantinya akan bersuci dengan cara mengusap khuf.
Hal-Hal yang Membatalkan Bolehnya Mengusap Khuf
Hadats yang mewajibkan mandi, seperti junub.
Melepas khuf atau sejenisnya yang sedang dipakai,
Telah habis batasan waktu bolehnya mengusap khuf.
Perlu diperhatikan bahwa berakhirnya masa diperbolehkan mengusap khuf tidaklah membatalkan keadaan suci yang masih dimiliki seseorang. Contohnya, seorang yang mukim dalam keadaan suci mengusap kaos kaki hari Selasa maghrib, dan pada Rabu maghrib ia wudhu dengan mengusap kaos kaki. Maka jika ia tetap dalam keadaan suci sampai maghrib atau setelahnya, ia tidak harus mengulangi wudhunya
Untuk seseorang yang memakai dua kaos kaki dalam keadaan suci, jika ia mengusap kaos kaki bagian atas kemudian ia melepaskan bagian atas tersebut, ia diperbolehkan mengusap kaos kaki yang kedua pada wudhu berikutnya. Hal ini disebabkan ia memakai dua kaos kaki tersebut dalam keadaan suci. Namun, jika seseorang memakai kaos kaki satu lapis kemudian mengusap kaos kaki tersebut dan setelah itu ia memakai kaos kaki yang kedua. Maka ia tidak diperbolehkan mengusap kaos kaki yang kedua, karena ia mengenakannya dalam keadaan tidak suci.
Cara Mengusap Khuf
Cara mengusap khuf adalah dengan mengusap bagian atas khuf sekali secara bersamaan dengan kedua tangan; tangan kanan untuk kaki kanan dan tangan kiri untuk kaki kiri.
Mengusap kaos kaki adalah sama seperti mengusap khuf. Sebagaimana dalam hadits dari Mughirah radhiallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasululllah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berwudhu, beliau mengusap kaos kaki dan sandalnya.” (HR. Abu Dawud)
Ibnu Qudamah menyebutkan bahwa apabila seseorang mengusap kaos kaki dan sandalnya secara bersama-sama hendaknya setelah mengusap tidak melepas sandalnya.(al-Mughni dalam Thaharah Nabi). Namun, bila seseorang melepas sandalnya, maka menurut pendapat yang rajih, ia boleh mengusap kaos kakinya ketika wudhu berikutnya. Hal ini sebagaimana keadaan orang yang memakai dua kaos kaki. Dan batasan waktunya terhitung dari usapan yang pertama.
Sedangkan mengusap jilbab bagi muslimah, dapat dilakukan dengan dua cara.
Mengusap hanya pada jilbab yang sedang dipakai, baik seluruhnya atau sebagiannya, yaitu sampai sebatas tengkuk.
Mengusap ubun-ubun (bagian kepala yang tampak) dan dilanjutkan mengusap jilbab.
Demikian penjelasan salah satu sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memudahkan kita menjalankan salah satu bentuk ibadah ini. Aamiin.
Sumber artikel (dan ada sedikit perubahan penyampaian, menyesuaikan keadaan pembaca)
Maraji’:
al-Wajiz (terj), ‘Abdul ‘Azhim bin Badawi al-Khalafi, Pustaka As-Sunnah, cetakan 2, Oktober 2006
Fatwa-Fatwa Seputar hukum Mengusap Dua Terompah dalam Berwudhu, Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin, Pustaka Arafah, cetakan 1, 2002
Thaharah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Sa’id bin ‘Ali bin Wahf al Qahthani, Media Hidayah cetakan 1 Juni 2004
Catatan Kajian Al Wajiz bersama Ustadz Muslam 15 Maret 2004
Kajian Al Wajiz bersama ustadz Aris Munandar bulan Februari 2009
https://muslimah.or.id/222-mengusap-khuf-kaos-kaki-dan-jilb…
“…Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu…” (QS. Al Baqarah: 185)
Pada bahasan kali ini, kita akan membahas mengenai hukum wudhunya seorang muslimah dengan tetap mengenakan jilbabnya. Semoga Allah Ta’ala memberikan kemudahan.
Seorang Wanita Boleh Berwudhu dengan Tetap Memakai Jilbabnya
Terkait wudhunya seorang muslimah dengan tetap memakai jilbab penutup kepala, maka diperbolehkan bagi seorang wanita untuk mengusap jilbabnya sebagai ganti dari mengusap kepala. Lalu apa dalil yang membolehkan hal tersebut?
Dalilnya adalah bahwasanya Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha dulu pernah berwudhu dengan tetap memakai kerudungnya dan beliau mengusap kerudungnya. Ummu Salamah adalah istri dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka apakah Ummu Salamah akan melakukannya (mengusap kerudung) tanpa izin dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam? (Majmu’ Fatawa Ibni Taimiyyah, 21/186, Asy Syamilah). Apabila mengusap kerudung ketika berwudhu tidak diperbolehkan, tentunya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam akan melarang Ummu Salamah melakukannya.
Ibnu Mundzir rahimahullah dalam Al-Mughni (1/132) mengatakan, “Adapun kain penutup kepala wanita (kerudung) maka boleh mengusapnya karena Ummu Salamah sering mengusap kerudungnya.”
Rasululullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri pernah berwudhu dengan mengusap surban penutup kepala yang beliau kenakan. Maka hal ini dapat diqiyaskan dengan mengusap kerudung bagi wanita.
Dari ‘Amru bin Umayyah radhiyallahu ‘anhu, dari bapaknya, beliau berkata,
رأيت النبي صلّى الله عليه وسلّم، يمسح على عمامته وخفَّيه
“Aku pernah melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengusap bagian atas surbannya dan kedua khufnya.” (HR. Al-Bukhari dalam Fathul Bari (1/308 no. 205) dan lainnya)
Juga dari Bilal radhiyallahu ‘anhu,
أن النبي صلّى الله عليه وسلّم، مسح على الخفين والخمار
“Bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengusap kedua khuf dan khimarnya.” (HR. Muslim (1/231) no. 275)
Dalam kondisi apakah seorang wanita diperbolehkan untuk mengusap kerudungnya ketika berwudhu?
Syaikh Al-Utsaimin rahimahullah berkata, “(Pendapat) yang masyhur dari madzhab Imam Ahmad, bahwasanya seorang wanita mengusap kerudungnya jika menutupi hingga di bawah lehernya, karena mengusap semacam ini terdapat contoh dari sebagian istri-istri para sahabat radhiyallahu ‘anhunna. Bagaimanapun, jika hal tersebut (membuka kerudung) menyulitkan, baik karena udara yang amat dingin atau sulit untuk melepas kerudung dan memakainya lagi, maka bertoleransi dalam hal seperti ini tidaklah mengapa. Jika tidak, maka yang lebih utama adalah mengusap kepala secara langsung.” (Majmu’ Fatawawa Rasaail Ibni ‘Utsaimin (11/120), Maktabah Syamilah)
Syaikhul Islam IbnuTaimiyyah rahimahullah mengatakan, “Adapun jika tidak ada kebutuhan akan hal tersebut (berwudhu dengan tetap memakai kerudung -pen) maka terdapat perbedaan pendapat di antara para ulama (yaitu boleh berwudhu dengan tetap memakai kerudung ataukah harus melepas kerudung -pen).”(Majmu’ Fatawa Ibni Taimiyah (21/218))
Dengan demikian, jika membuka kerudung itu menyulitkan misalnya karena udara yang amat dingin, kerudung sulit untuk dilepas dan sulit untuk dipakai kembali, dalam kondisi yang tidak memungkinkan untuk membuka kerudung karena dikhawatirkan akan terlihat auratnya oleh orang lain atau udzur yang lainnya maka tidaklah mengapa untuk tidak membuka kerudung ketika berwudhu. Namun, jika memungkinkan untuk membuka kerudung, maka yang lebih utama adalah membukanya sehingga dapat mengusap kepalanya secara langsung.
Tata Cara Mengusap Kerudung
Adapun mengusap kerudung sebagai pengganti mengusap kepala pada saat wudhu, menurut pendapat yang kuat ada dua cara [1], diqiyaskan dengan tata cara mengusap surban, yaitu:
1. Cukup mengusap kerudung yang sedang dipakai.
Hal ini didasarkan pada hadits yang diriwayatkan oleh ‘Amr bin Umayyah radhiyallahu ‘anhu dari bapaknya,
“Aku pernah melihat Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam mengusap bagian atas surbannya dan kedua khufnya.”
Surban boleh diusap seluruhnya atau sebagian besarnya [2]. Karena kerudung bagi seorang wanita bias diqiyaskan dengan surban bagi pria, maka cara mengusapnya pun sama, yaitu boleh mengusap seluruh bagian kerudung yang menutupi kepala atau boleh sebagiannya saja. Akan tetapi, jika dirasa sulit untuk mengusap seluruh kerudung, maka diperbolehkan mengusap sebagian kerudung saja yaitu bagian atasnya, sebagaimana disebutkan dalam hadits dari ‘Amr bin Umayyah radhiyallahu ‘anhu di atas.
2. Mengusap bagian depan kepala (ubun-ubun) kemudian mengusap kerudung.
Dari Al-Mughirah bin Syu’bah radhiyallahu ‘anhu,
أن النبي صلّى الله عليه وسلّم، توضأ، ومسح بناصيته وعلى العمامة وعلى خفيه
“Bahwa Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berwudhu mengusap ubun-ubunnya, surbannya, dan juga khufnya.” (HR. Muslim (1/230) no. 274)
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu beliau berkata,
رأيتُ رسولَ اللّه صلى الله عليه وسلم يتوضأ وعليه عمَامة قطْرِيَّةٌ، فَأدْخَلَ يَدَه مِنْ تحت العمَامَة، فمسح مُقدَّمَ رأسه، ولم يَنْقُضِ العِمًامَة
“Aku pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berwudhu, sedang beliau memakai surban dari Qatar. Maka beliau menyelipkan tangannya dari bawah surban untuk menyapu kepala bagian depan, tanpa melepas surban itu.” (HR. Abu Dawud)
Syaikhul Islam IbnuTaimiyah rahimahullah berkata, “Jika seorang wanita takut akan dingin dan yang semisalnya maka dia boleh mengusap kerudungnya. Karena sesungguhnya Ummu Salamah mengusap kerudungnya. Dan hendaknya mengusap kerudung disertai dengan mengusap sebagian rambutnya.” (Majmu’ Fatawa Ibni Taimiyah (21/218), Maktabah Syamilah)
Maka diperbolehkan bagi seorang muslimah untuk mengusap kerudungnya saja atau mengusap kerudung beserta sebagian rambutnya. Namun, untuk berhati-hati hendaknya mengusap sebagian kecil dari rambut bagian depannya beserta kerudung, karena jumhur ulama tidak membolehkan hanya mengusap kerudung saja, sebagaimana diungkapkan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah dalam Fathul Bari. (Lihat Fiqhus Sunnah lin Nisaa, Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim)
Syarat-Syarat Mengusap Kerudung
Para ulama berselisih pendapat tentang syarat-syarat mengusap penutup kepala (dalam konteks bahasan ini adalah kerudung). Sebagian ulama berpendapat bahwa syarat-syarat mengusap penutup kepala sama dengan syarat-syarat mengusap khuf (sepatu). Perlu diketahui bahwa di antara syarat-syarat mengusap khuf adalah khuf dipakai dalam keadaan suci dan batas waktu mengusap khuf adalah sehari semalam untuk orang yang mukim dan tiga hari tiga malam untuk musafir.
Sebagian lagi berpendapat bahwa syarat-syarat mengusap kerudung tidak dapat diqiyaskan dengan persyaratan mengusap khuf. Mengapa demikian? Meskipun sama-sama mengusap, tetapi mengusap kerudung merupakan pengganti dari mengusap kepala yang mana kepala merupakan anggota wudhu yang cukup dengan diusap, sedangkan mengusap khuf merupakan pengganti dari mengusap kaki yang mana kaki merupakan anggota wudhu yang dibasuh/dicuci.
Oleh karena itu tidaklah disyaratkan untuk memakai penutup kepala dalam keadaan suci dan tidak ada batasan waktu, dan inilah pendapat yang lebih kuat, insya Allah. Mereka berpendapat karena dalam hal ini tidak ada ketetapan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai batasan waktunya. Kapanpun seorang wanita muslimah memakai kerudung dan berkepentingan untuk mengusapnya ketika berwudhu maka ia boleh mengusapnya, dan bila mana ia bisa melepas kerudungnya ketika berwudhu maka ia mengusap kepalanya, dan tidak ada batas waktu untuk hal tersebut. Namun, untuk lebih berhati-hati hendaknya kita tidak memakai penutup kepala kecuali dalam keadaan suci. (Majmu’ Fatawa wa Rasaail Ibnu ‘Utsaimin (11/119)). Wallahu a’lam.
[1] Thohurul Muslimi fii Dhouil Kitabi was Sunnati Mafhuumun wa Fadhoilun wa Adabun wa Ahkamun hal. 35 & 52, SyaikhSa’id bin Ali bin Wahf Al-Qahthani, MaktabahSyamilah
[2]Syarh Al-‘Umdah hal. 276 dan Majmu’ Fatawawa Rasaail Ibni ‘Utsaimin (11/119)
Penulis: Ummu Isma’il Noviyani Maulida
Muroja’ah: Abu Rumaysho Muhammad Abduh Tuasikal
Sumber: https://muslimah.or.id/967-bolehkah-mengusap-jilbab-ketika-…
Wallahu`alam bish showab
Eva Mitrawati, Hong Kong

1 komentar:

  1. KABAR BAIK!!!

    Nama saya Aris Mia, saya ingin menggunakan media ini untuk mengingatkan semua pencari pinjaman sangat berhati-hati, karena ada penipuan di mana-mana, mereka akan mengirim dokumen perjanjian palsu untuk Anda dan mereka akan mengatakan tidak ada pembayaran dimuka, tetapi mereka adalah orang-orang iseng, karena mereka kemudian akan meminta untuk pembayaran biaya lisensi dan biaya transfer, sehingga hati-hati dari mereka penipuan Perusahaan Pinjaman.

    Beberapa bulan yang lalu saya tegang finansial dan putus asa, saya telah tertipu oleh beberapa pemberi pinjaman online. Saya hampir kehilangan harapan sampai Tuhan digunakan teman saya yang merujuk saya ke pemberi pinjaman sangat handal disebut Ibu Cynthia, yang meminjamkan pinjaman tanpa jaminan dari Rp800,000,000 (800 juta) dalam waktu kurang dari 24 jam tanpa tekanan atau stres dan tingkat bunga hanya 2%.

    Saya sangat terkejut ketika saya memeriksa saldo rekening bank saya dan menemukan bahwa jumlah yang saya diterapkan, telah dikirim langsung ke rekening bank saya tanpa penundaan.

    Karena saya berjanji bahwa saya akan membagikan kabar baik, sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi, jika Anda membutuhkan pinjaman apapun, silahkan menghubungi dia melalui email nyata: cynthiajohnsonloancompany@gmail.com dan oleh kasih karunia Allah ia tidak akan pernah mengecewakan Anda dalam mendapatkan pinjaman jika Anda menuruti perintahnya.

    Anda juga dapat menghubungi saya di email saya: ladymia383@gmail.com dan Sety yang memperkenalkan dan bercerita tentang Ibu Cynthia, dia juga mendapat pinjaman baru dari Ibu Cynthia, Anda juga dapat menghubungi dia melalui email-nya: arissetymin@gmail.com sekarang, semua akan saya lakukan adalah mencoba untuk memenuhi pembayaran pinjaman saya bahwa saya kirim langsung ke rekening mereka bulanan.

    Sebuah kata yang cukup untuk bijaksana.

    BalasHapus