(Sumber : ~"Mutiara Air Mata Muslimah"~ · ) ❤`°•.¸Kisah Sedih Seorang Istri Solehah¸.•°`❤
Bismillaahir
Rahmaanir Rahiim....Sore itu, menunggu kedatangan teman yang akan
menjemputku di masjid ini seusai ashar. seorang akhwat datang, tersenyum
dan duduk disampingku, mengucapkan salam, sambil berkenalan dan sampai
pula pada pertanyaan itu.
“Dara sudah menikah?”. “Belum mbak”,
jawabku. Kemudian akhwat itu .bertanya lagi “kenapa?” hanya bisa ku
jawab dengan senyuman. ingin ku jawab karena masih kuliah, tapi rasanya
itu bukan alasan.
“mbak menunggu siapa?” aku mencoba bertanya.
“nunggu suami” jawabnya. Aku melihat kesamping kirinya, sebuah tas
laptop dan sebuah tas besar lagi yang tak bisa kutebak apa isinya. Dalam
hati bertanya- tanya, dari mana mbak ini? Sepertinya wanita karir.
Akhirnya kuberanikan juga untuk bertanya “mbak kerja dimana?”, ntahlah
keyakinan apa yg meyakiniku bahwa mbak ini seorang pekerja, padahal
setahuku, akhwat2 seperti ini kebanyakan hanya mengabdi sebagai ibu
rumah tangga.
“Alhamdulillah 2 jam yang lalu saya resmi tidak
bekerja lagi” , jawabnya dengan wajah yang aneh menurutku, wajah yang
bersinar dengan ketulusan hati.
“kenapa?” tanyaku lagi.
Dia hanya tersenyum dan menjawab “karena inilah cara satu cara yang bisa membuat saya lebih hormat pada suami” jawabnya tegas.
Aku berfikir sejenak, apa hubungannya? Heran. Lagi-lagi dia hanya tersenyum.
Ukthy, boleh saya cerita sedikit? Dan saya berharap ini bisa menjadi
pelajaran berharga buat kita para wanita yang Insya Allah akan didatangi
oleh ikhwan yang sangat mencintai akhirat.
“saya bekerja di
kantor, mungkin tak perlu saya sebutkan nama kantornya. Gaji saya
7juta/bulan. Suami saya bekerja sebagai penjual roti bakar di pagi hari,
es cendol di siang hari. Kami menikah baru 3 bulan, dan kemarinlah
untuk pertama kalinya saya menangis karena merasa durhaka padanya. Waktu
itu jam 7 malam, suami baru menjemput saya dari kantor, hari ini
lembur, biasanya sore jam 3 sudah pulang. Saya capek sekali ukhty. Saat
itu juga suami masuk angin dan kepalanya pusing. Dan parahnya saya juga
lagi pusing. Suami minta diambilkan air minum, tapi saya malah berkata,
“abi, umi pusing nih, ambil sendirilah”.
Pusing membuat saya
tertidur hingga lupa sholat isya. Jam 23.30 saya terbangun dan
cepat-cepat sholat, Alhamdulillah pusing pun telah hilang. Beranjak dari
sajadah, saya melihat suami saya tidur dengan pulasnya. Menuju ke
dapur, saya liat semua piring sudah bersih tercuci. Siapa lagi yang
bukan mencucinya kalo bukan suami saya? Terlihat lagi semua baju kotor
telah di cuci. Astagfirullah, kenapa abi mengerjakan semua ini? Bukankah
abi juga pusing tadi malam? Saya segera masuk lagi ke kamar, berharap
abi sadar dan mau menjelaskannya, tapi rasanya abi terlalu lelah, hingga
tak sadar juga. Rasa iba mulai memenuhi jiwa saya, saya pegang wajah
suami saya itu, ya Allah panas sekali pipinya, keningnya, Masya Allah,
abi deman, tinggi sekali panasnya. Saya teringat atas perkataan terakhir
saya pada suami tadi. Hanya disuruh mengambilkan air minum saja, saya
membantahnya. Air mata ini menetes, betapa selama ini saya terlalu sibuk
diluar rumah, tidak memperhatikan hak suami saya.”
Subhanallah, aku melihat mbak ini cerita dengan semangatnya, membuat
hati ini merinding. Dan kulihat juga ada tetesan air mata yg di
usapnya."kata Dara,.
“Dara tau berapa gaji suami saya? Sangat
berbeda jauh dengan gaji saya. Sekitar 600-700rb/bulan. 10x lipat dari
gaji saya. Dan malam itu saya benar-benar merasa durhaka pada suami
saya. Dengan gaji yang saya miliki, saya merasa tak perlu meminta nafkah
pada suami, meskipun suami selalu memberikan hasil jualannya itu pada
saya, dan setiap kali memberikan hasil jualannya , ia selalu berkata
“umi,,ini ada titipan rezeki dari Allah. Di ambil ya. Buat keperluan
kita. Dan tidak banyak jumlahnya, mudah2an umi ridho”, begitu katanya.
Kenapa baru sekarang saya merasakan dalamnya kata-kata itu. Betapa
harta ini membuat saya sombong pada nafkah yang diberikan suami saya”,
lanjutnya
“Alhamdulillah saya sekarang memutuskan untuk
berhenti bekerja, mudah-mudahan dengan jalan ini, saya lebih bisa
menghargai nafkah yang diberikan suami. Wanita itu begitu susah menjaga
harta, dan karena harta juga wanita sering lupa kodratnya, dan gampang
menyepelekan suami.” Lanjutnya lagi, tak memberikan kesempatan bagiku
untuk berbicara.
“beberapa hari yang lalu, saya berkunjung ke
rumah orang tua, dan menceritakan niat saya ini. Saya sedih, karena
orang tua dan saudara-saudara saya tidak ada yang mendukung niat saya
untuk berhenti berkerja. Malah mereka membanding-bandingkan pekerjaan
suami saya dengan orang lain.”
Aku masih terdiam, bisu,
mendengar keluh kesahnya. Subhanallah, apa aku bisa seperti dia?
Menerima sosok pangeran apa adanya, bahkan rela meninggalkan pekerjaan.
“kak, kita itu harus memikirkan masa depan. Kita kerja juga untuk
anak-anak kita kak. Biaya hidup sekarang ini besar. Begitu banyak orang
yang butuh pekerjaan. Nah kakak malah pengen berhenti kerja. Suami kakak
pun penghasilannya kurang. Mending kalo suami kakak pengusaha kaya,
bolehlah kita santai-santai aja di rumah. Salah kakak juga sih, kalo ma
jadi ibu rumah tangga, seharusnya nikah sama yang kaya. Sama dokter muda
itu yang berniat melamar kakak duluan sebelum sama yang ini. Tapi kakak
lebih milih nikah sama orang yang belum jelas pekerjaannya. Dari 4
orang anak bapak, Cuma suami kakak yang tidak punya penghasilan tetap
dan yang paling buat kami kesal, sepertinya suami kakak itu lebih suka
hidup seperti ini, ditawarin kerja di bank oleh saudara sendiri yang
ingin membantupun tak mau, sampai heran aku, apa maunya suami kakak
itu”. Ceritanya kembali, menceritakan ucapan adik perempuannya saat
dimintai pendapat.
“Dara tau, saya hanya bisa nangis saat itu.
Saya menangis bukan Karena apa yang dikatakan adik saya itu benar, bukan
karena itu. Tapi saya menangis karena imam saya dipandang rendah
olehnya. Bagaimana mungkin dia meremehkan setiap tetes keringat suami
saya, padahal dengan tetesan keringat itu, Allah memandangnya mulia.
Bagaimana mungkin dia menghina orang yang senantiasa membangunkan saya
untuk sujud dimalam hari. Bagaimana mungkin dia menghina orang yang
dengan kata-kata lembutnya selalu menenangkan hati saya. Bagaimana
mungkin dia menghina orang yang berani datang pada orang tua saya untuk
melamar saya, padahal saat itu orang tersebut belum mempunyai pekerjaan.
Baigaimana mungkin seseorang yang begitu saya muliakan, ternyata begitu
rendah dihadapannya hanya karena sebuah pekerjaan.
Saya
memutuskan berhenti bekerja, karena tak ingin melihat orang
membanding-bandingkan gaji saya dengan gaji suami saya. Saya memutuskan
berhenti bekerja juga untuk menghargai nafkah yang diberikan suami saya.
Saya juga memutuskan berhenti bekerja untuk memenuhi hak-hak suami
saya. Semoga saya tak lagi membantah perintah suami. Semoga saya juga
ridho atas besarnya nafkah itu. Saya bangga ukhti dengan pekerjaan suami
saya, sangat bangga, bahkan begitu menghormati pekerjaannya, karena tak
semua orang punya keberanian dengan pekerjaan itu. Kebanyakan orang
lebih memilih jadi pengangguran dari pada melakukan pekerjaan yang
seperti itu. Tapi lihatlah suami saya, tak ada rasa malu baginya untuk
menafkahi istri dengan nafkah yang halal. Itulah yang membuat saya
begitu bangga pada suami saya.
Semoga jika Dara mendapatkan
suami seperti saya, Dara tak perlu malu untuk menceritakannya pekerjaan
suami Dara pada orang lain. Bukan masalah pekerjaannya ukhty, tapi
masalah halalnya, berkahnya, dan kita memohon pada Allah, semoga Allah
menjauhkan suami kita dari rizki yang haram”. Ucapnya terakhir, sambil
tersenyum manis padaku.
Dia mengambil tas laptopnya,, bergegas
ingin meninggalkannku. Kulihat dari kejauhan seorang ikhwan dengan
menggunakan sepeda motor butut mendekat ke arah kami, wajahnya ditutupi
kaca helm, meskipun tak ada niatku menatap mukanya. Sambil mengucapkan
salam, meninggalkannku. Wajah itu tenang sekali, wajah seorang istri
yang begitu ridho.
Ya Allah...
Sekarang giliran aku yang menangis. Hari ini aku dapat pelajaran paling baik dalam hidupku.
Pelajaran yang membuatu menghapus sosok pangeran kaya yang ada dalam benakku..
Subhanallah...
Sahabat...
Kekeliruan slama ini, orang mengganggap kebahagiaan itu adalan kaya akan materi... mobil mewah... rumah bagus...
Tapi sesungguhnya kekayaan sebanarnya itu ada saat kita merasa cukup
akan nikmat ALLAH walaupun tampa ada materi yang bersifat wah.
.. Semoga tulisan ini dapat membuka pintu hati kita yang telah lama terkunci ...
~ o ~
Salam santun dan keep istiqomah ...
--- Jika terjadi kesalahan dan kekurangan disana-sini dalam catatan ini
... Itu hanyalah dari kami ... dan kepada Allah SWT., kami mohon
ampunan ... ----
Semoga bermanfaat dan Penuh Kebarokahan dari Allah ...
Silahkan DICOPAS atau DI SHARE jika menurut sahabat note ini bermanfaat ....
#BERSIHKAN HATI MENUJU RIDHA ILAHI#
------------------------------------------------
.... Subhanallah wabihamdihi Subhanakallahumma Wabihamdika Asyhadu Allailaaha Illa Anta Astaghfiruka Wa'atuubu Ilaik ....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar